Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalimat Bersayap Milik Politikus

18 Oktober 2017   20:46 Diperbarui: 6 Maret 2018   11:13 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tunggu dulu.

Kenapa ya saat kita mencoba mengerti maksud pidato beliau kita jadi melihat pertentangan yang dimunculkan antara kelompok A dan yang bukan kelompok A ya? Kita tadi melihat istilah 'pribumi' dijentikkan begitu rupa dengan istilah 'nonpribumi' yang tersirat di dalamnya. Jika kata 'pribumi' diganti menjadi kata WNI dan ditambah embel-embel ancaman kolonialisme dari unsur asing, muncul pertentangan baru antara WNI dan WNA. 

Apakah kita akan dengan mudahnya diperdayai oleh kalimat-kalimat bersayap yang tidak punya keberanian untuk mengatakan 'ya' untuk 'ya', dan 'tidak' untuk 'tidak', kalimat-kalimat bersayap yang khas seorang politikus? Apakah kita akan membentuk kubu-kubu dan membenci siapa pun yang berbeda dari kita hanya karena kita mendengar kalimat-kalimat retorika yang digembor-gemborkan tanpa kejelasan maksud dan tujuan?

Saya harap tidak.

Politik (dan kekuasaan yang ingin diraih melalui politik) bisa menjadi alat kebaikan atau alat kejahatan. Dia seperti pedang yang bermata satu, bukan bermata dua, yang bisa dipakai untuk membunuh manusia atau membunuh singa yang akan menyerang manusia. Yang harus diwaspadai adalah pemegang pedang itu sendiri, apakah hatinya mengarah pada kebaikan atau kejahatan. 

Satu hal yang saya sadari bahwa politik itu culas, dan hanya mengutamakan kepentingan sekelompok orang. Oleh karena itu saya, dan semua yang membaca post ini, sebaiknya selalu waspada supaya kita tidak salah menggunakan hak politik kita, supaya kita tidak salah memilih orang, dan supaya kita tidak menempatkan pedang itu di tangan orang yang motivasinya bukan untuk melayani orang lain.

Sekarang nasi sudah menjadi nasi uduk. Selamat menikmati kalimat-kalimat bersayap selama lima tahun ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun