Mohon tunggu...
Rijka HE Maheswari
Rijka HE Maheswari Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Segala sesuatu yang terjadi bukan karena suatu kebetulan, berbahagialah dengan caramu sendiri..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asmara Sengkunisme

11 November 2020   15:23 Diperbarui: 11 November 2020   15:47 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana pagi di kapal mungkin terlihat menenangkan, menatap langi-langit yang beralaskan awan cerah, angin mendayu-dayu menyejukkan setiap luapan ombak melewati kapal kargo ternama di wilayah Timur Indonesia. Penikmat cerita angin, cerita laut yang selalu membawa kenangan baik dan buruk. Barang angkutan yang tak laku bisa jual laku jika di darat dijual lagi. Tidak dengan kisah kasih yang tak punya tempat berlabuh bak sampah keruh.

Silih berganti wanita untuk menikmati rasa puas, namun tidak untuk menetapkan pada pilihan hidup. Untuk apa menggunakan hati, mereka hanya menikmati uang yang kuberi. Harga pun tidak masalah jika kubuat patokan menyenangkan diri. Tidak ada maksud menganggap murah, namun tidak ada pilihan untuk rasa bahagia diri. Semua berbeda ketika aku bertemu sesosok karakter wanita seperti tokoh pada pewayangan, Sengkuni yang berparas cantik. Ku katakan dia seperti itu karena tidak hanya kantongku yang hilang dilenyapkan tapi hatiku.

Awalnya seperti biasa, namun setelah dia bercerita semua kisah hidupnya kepadaku, aku merasa terikat untuk membahagiakan hidupnya. Dia seorang chief officer atau mualim dari kapal kargo, semacam asistenku ketika bekerja. Sebatang kara, sering sakit, dan mencari nafkah sendiri ketika ia harus menjadi pencari nafkah tunggal untuk dua orang adik yang dia tinggalkan di Jawa. Aku menyebutnya Uni, namanya kebetulan juga berdarah jawa, Sauni.

Aku tidak bisa mengolah perasaan dan rasa sayangku berlebih ketika dia berada di dekatku, apapun yang dia minta aku beri, tidak satupun yang tidak ingin aku berikan padanya. "Bang, apa kekasih abang tahu kalau abang mempunyai wanita lain di luar pulau? Aku merasa tidak nyaman dengan hubungan seperti ini. Abang tentunya bisa mengerti perasaanku." tanyanya sembari merapikan balkon kapal tempat kami bermesraan. "Tentu tidak, tapi aku tidak ingin hubunganku berantakan dengan kehadiranmu, santai saja aku bisa menafkahi lahir dan batin. Katakan saja apa maumu, akan aku penuhi." Dia memiliki raut yang manis dan menyedihkan tapi layak untuk diberi rasa sayang oleh orang lain. Ketika berbicara dengannya, tidak bisa mengatakan "tidak" untuk memberikan sebuah jawaban. Wajah sayu itu benar-benar membuatku jatuh cinta tanpa pikir panjang.

Hingga sampai 2 tahun berlalu kami menjalani hubungan, aku meminta dirinya untuk berhenti menjadi pekerja laut dan memaksa untuk bekerja di darat dan untungnya, dia ditrima menjadi pegawai di koperasi swasta.

Selama dia bekerja di darat, lagi-lagi aku memberikan nafkah tanpa henti. Setiap daratan tempatku berhenti untuk sandar, aku menyempatkan bertemu dengannya, memadu kasih dan menikmati akhir pekan dari pekerjaan masing-masing. Aku tidak pernah bertanya bagaimana pekerjaannya, hidupnya disana seperti apa, apakah dia memiliki teman atau tidak karena aku percaya kepadanya. Namun setelah perjumpaan terakhir, dia menceritakan kepadaku bahwa akhir-akhir ini teman kantor ada yang menyukai dia sebagai wanita, dan memintanya untuk menjadikannya istri.

Aku terkejut atas pernyataannya yang kurasa itu terlalu mendadak untuk hubungan yang sudah kami jalani selama 2 tahun terakhir. "Apakah, kau berbicara seperti ini hanya karena ingin menghentikan hubungan kita selama ini? tidakkah itu terlalu mudah untuk dijadikan alasan mendua? Apa kau sudah bosan?" tanyaku padanya. "Tidak Bang, itu sebenarnya bukan alasan untuk berpisah dengan mudah, tetapi saudaraku tidak mengijinkan aku untuk menjalin hubungan seperti ini." jawabnya. "Mengapa setelah hampir 3 tahun kau baru bicara? Apa aku terlalu buruk untukmu? Uang selama ini tidak pernah sedikit yang aku beri, apa yang kau minta langsung kuberi, dan kau menyuruhku sabar atas penantian untuk meyakinkan aku mencari pasangan yang terbaik? Dasar kau.." aku berhenti bicara dan melihatnya berdiri kemudian meninggalkan aku. Kemudian langkah kakinya terhenti dan dia menoleh ke arahku, " Bang, mari akhiri saja." ucapnya. "Baiklah, jika itu yang memang kau mau Un, aku tak bisa berbuat apa-apa".

Seminggu dia tidak memberiku kabar, tapi aku berusaha menahan untuk tidak bertanya kepadanya melalui pesan. Tapi kabar beredar di lingkungan kapal tempatku bekerja. "Dia berfoto mesra dengan laki-laki lain, selain dirimu Pak dan sepertinya ini anak mereka" Celetuk temanku seprofesi. "Wah, ditipu terang-terangan ya haha. Anda seorang jantan Pak, tapi mengapa kalah dengan betina sejenis ini." sautnya lagi.

Aku hanya tersenyum kecut, dan berdiam di ujung, menyadari jika perbuatanku selama ini salah. Uang tidak bisa mengubah keadaan dan rasa nyaman. Aku pun mendengar kabar, ternyata dia juga melarikan uang tabungan setoran 150 juta dengan pasangan yang sudah dipilihnya. Alih --alih mau membuat bisnis, malah menjadi tawanan orang-orang. Kadang ada rasa sesal telah membuat hati ini memilih orang yang salah, tetapi ini juga membuat sadar, diri ini bisa belajar dan bertemu orang -- orang yang salah untuk memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang lain berbuat baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun