Hikayat berasal dari bahasa Arab, Khaka, yahki, hikayatan, yang mempunyai arti kisah, cerita, atau sejarah. Hikayat merupakan salah satu bentuk historiografi tradisional indonesia (melayu) yang sangat sulit di terka kapan mulai muncul di ranah sastra melayu. Bentuk dan isi hikayat berubah secara dinamis dari satu masa ke lainnya. Sehingga hikayat dapat dibagi menjadi hikayat kuno, hikayat klasik, dan hikayat modern. Akar perkembangan akar hikayat melayu dapat dirunut sejak munculnya Hikayat Srirama , sebagai bentuk epos mahabaratha versi melayu yang datangnya dari epos Bharata dari India yang di pengaruhi oleh agama Hindu-Buddha.
Tradisi tulis baca dan ilmu pengetahuan di ranah Melayu sebenar- nya sudah berlangsung cukup lama terutama di Kerajaan Sriwijaya di Sumatra bagian selatan. Fakta sejarah mencatat bahwa I Ching me- nyebutkan, "Mereka di Siwijaya mempelajari dan meneliti semua ca- bang ilmu pengetahuan seperti halnya di Buddhacarita (India) malah tata cara dan peraturannya juga sama. Buddhacarita di pulau-pulau laut selatan tidak kalah populernya dengan di negeri aslinya (V.I. Bragins- ky, kutip ulang dari Takakusu, 1998: 165-166). Sebagai hasil interaksi budaya Melayu dengan agama Hindu-Buddha ahirnya Buddhacarita dan Mahabharata lahir kembali dalam versi Melayu, dalam bentuk Hikayat Srirama dan Hikayat Mahabharata, Hikayat Marakarma, Hi- kayat Pandawa Jaya, Hikayat Sang Boma (Bima).Â
Dari berbagai hikayat yang ada di ranah historiografi Melayu (luar Jawa), maka jelaslah bahwa epos Mahabarata Hindu-Buddha dalam budaya Jawa berubah menjadi Babad dan dalam sejarah luar jawa menjadi hikayat atau kronik wilayah Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku. Sejak datangnya Islam di kepulauan Nusantara, maka proses islamisasi berbagai wacana ilmiah dan sastra terjadi dengan inten. Hikayat Pandawa Lima adalah khas melayu, yang ingin menampilkan jenis epos Islam dengan lima tokoh mitologi seba- gai perlambang dari lima rukun Islam. Tentang Pandawa Lima, Boma, dan Pandawa Jaya banyak dijumpai di foklor perwayangan di Jawa ataupun di luar Jawa, seperti wayang Palembang, wayang Lampung ada- lah bentuk islamisasi melalui foklor. Proses islamisasi wacana di Melayu dimulai pada abad ke-15 dan 16, dan proses ini terus berlanjut dengan tampilan baru dari hikayat dan babad, seperti dalam hikayat Syair Ikan Tongkol Hamzah Fansuri dari Sumatra dan Babad Wali Songo dari ranah Jawadwipa. Pada abat ke-17 proses islamisasi wacana historiografi semakin lengkap dengan Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Zukarnain, dan Hikayat Raja-raja Pasai (V.I. Braginsky, 1998: 96). Hikayat-hikayat ini ditampilkan dalam dua bahasa, Arab dan Melayu, dan dalam kon- teks budaya lokal Jawa juga dijumpai babad-babad keislaman dengan bahasa Jawa yang ditulis dengan aksara Arab. Puncak proses islamisa- si dapat dijumpai pada hikayat yang diperkaya oleh Abdullah Munsyi, namun demikian hikayat yang berkembang di ranah Melayu berbeda isi dan pakemnya dengan apa yang dijumpai di Timur Tengah walau- pun eposnya masih sama. Puncak-puncak hikayat Islam yang terdapat dalam sastra Melayu masih banyak yang belum terungkap karena di- perkirakan ada 8.000 sampai 10.000 naskah Melayu sejak abad ke-7 sampai abad ke-14 (Braginsky, 1998: 1).
Baca juga : Â https://doi.org/10.37842/sinau.v7i2.59Â
Isi hikayat Melayu sudah mengandung informasi penyebaran Islam di Nusantara, seperti hikayat raja-raja Pasai menginformasikan bahwa orang-orang Arab datang ke Nusantara mengonversi para penguasa lokal dan penduduknya ke dalam Islam, mereka datang dari Mekkah, Jeddah dan Baghdad (Azyumardi, 2002: 139). Hikayat juga mengandung berbagai wacana
keislaman seperti fikih, ushuluddin, tasawuf, dan ber- bagai macam informasi tentang perang. Berikut ini contoh syair yang tedapat pada Hikayat Martabat Tujuh:
Tinggalkan ibu dan bapai/Supaya dapat air kaurasai/Jalan mutu terlalu 'ali/Itulah ilmu ikan sultani.
Dalam syair tersebut banyak memakai perlambang dengan ikan dan air yang menjelaskan kiasan ajaran sufi (Baroroh Barid, dalam T.I. Alfian dkk., 1992; 6).
Signifikansi penelitian historiografi Melayu sedikitnya ada tiga hal. Pertama, faktor peninggalan nenek moyang dalam ranah intelektual yang sangat kaya dan belum tergali secara sewajarnya. Penemuan kha- zanah-khazanah moyang kita akan membantu memahami diri bangsa Indonesia, karena bentukan Indonesia sekarang adalah hasil pergu- mulan masa Lalu bangsa. Kedua, dengan memahami akar intelektual Nusantara masa lalu membantu kita untuk mempersiapkan berbagai egenda bentukan national building yang historis dan berkelanjutan. Karena masa depan Bangsa akan menemui dunia kelabu, ketika kita membangun dengan nilai-nilai asing yang tidak ada akarnya dalam bangsa Indonesia, Bukankah bangunan peradaban sama dengan jenis tanaman yang tumbuh, membesar dan menghasilkan buah. Kegundah- an bangsa saat ini boleh jadi dikarenakan ketidak mampuan kita menangkap akar peradaban yang telah diwariskan para pendahulu kita. Ketiga, faktor Islam yang telah membawa bangsa Indonesia ke ranah wacana yang lebih terbuka menuju peradaban kosmopolitan dibanding sebelumnya, yang terkesan lebih tertutup dan feodalistik.
1. Beberapa contoh Hikayat Melayu
Hikayat Iskandar Zulkarnain, kisah tentang Allah yang telah mem- perkenankan Adam, Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad dan merestui Iskandar Zulkarnain dari Persi sebagai penguasa yang agung dan adil, kemudian epos di atas disambungkan dengan para raja yang menjadi penguasa di tanah Melayu.