Di era saat ini, kita menyaksikan dengan sadar bagaimana kehidupan di sekitar kita berubah dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Penjelasan Prof Rhenald Kasali tentang disrupsi masih menggema dalam kesadaran kita. Di mana sebagian besar aktifitas kita teralihkan dari dunia real yang fisik kepada dunia digital. Revolusi digital telah membawa kita pada era yang belum pernah dialami sebelumnya oleh manusia. Ia telah mengubah kebudayaan bahkan peradaban kita hampir dalam segala aspek kehidupan.
Kita menyaksikan bagaimana bahasa dan komunikasi sebagai ciri penting evolusi manusia, telah bertransformasi secara luar biasa. Perubahan besar komunikasi inilah yang mengubah manusia mulai dari gaya hidup, pemahaman manusia tentang realitas, tentang dirinya sendiri dan tentang baik dan buruk. Dalam jagat digital, ruang dan waktu menjadi tidak bermakna. Semuanya telah dibuat sedemikian rupa untuk menjadi semakin dekat dan cepat. Manusia masing-masing dirinya memiliki identitas yang tidak ajeg. Ia bisa menjadi siapa saja di jagat digital sekaligus menjadi bukan siapa-siapa dikarenakan ambivalensi/krisis identitas diri yang dia alami. Di jagat digital pula manusia dapat berekspresi dan bereksistensi dengan bebas. Kebebasan di jagat digital sering juga menjerumuskannya pada jurang brutalitas hingga mengaburkan tentang apa yang baik dan buruk.
Jagat digital juga telah membawakan kepada kita dunia yang baru. Internet of things, artificial intelligence, cloud of things, big data dan semacamnya, telah membawa wajah baru dalam kehidupan di era kita saat ini yang juga sekaligus mengubah cara kita bekerja, bermain serta berinteraksi satu sama lain.
Belum lagi keberadaan gawai atau ponsel pintar semakin memudahkan kita untuk masuk dan berkelana di jagat digital. Nampaknya keberadaan ponsel pintar yang saat ini tengah kita genggam sudah bukan lagi berperan sekedar sebagai alat yang memudahkan pekerjaannya. Lebih dari itu, ponsel pintar telah menjadi identitas dan eksistensi seseorang. Dari sinilah kelahiran seorang Homo Digitalis. Di mana kehidupannya yang real dan virtual telah melebur dalam jagat digital. Dalam gawai atau ponsel pintar yang saat ini tak pernah luput dari keberadaan kita sebagai manusia, tersimpan data-data pemiliknya. Bukan hanya data-data fisik kita yang tersimpan dalam ponsel pintar atau dalam perangkat jam cerdas (smartwatch) yang menyimpan data mengenai keadan tubuh kita mulai dari detak jantung hingga tekanan darah kita, ia juga menyimpan data pikiran kita, perasaan kita, opini, kecenderungan, keinginan sampai kebiasaan kita sehari-hari.
Homo digitalis akhirnya menjadi terbiasa menggantikan kemampuan ingatan dan penalarannya dengan data-data yang tersimpan dalam ponselnya. Keberadaannya, bukan lagi ditentukan oleh ide atau pikirannya tentang dunia dan dirinya. Ia lebih ditentukan oleh bagaimana I browse. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof Budi Hardiman, Homo digitalis berfikir dengan internet. Eksistensi dirinya tentang siapa aku akan semakin identik dengan aku online. Homo digitalis bukan lagi sekedar menjadi pengguna ponsel pintar. Ia bereksistensi, memaknai dan memandang dunia dengan ponsel pintarnya. Tindakan tindakan digital sangat menentukan siapa dirinya dengan uploading, chatting dan posting. Ia senantiasa memproduksi citra-citra diri di jagat digital sekaligus mereduksi kejatian dirinya yang asli di dunia real.
Menurut Budi Hardiman, jagat digital masih merupakan ekosistem baru yang belum tertata sepenuhnya. Baik atau buruk, adil atau tidak adil yang hal demikian ditentukan oleh hukum dan negara, masih belum dibatasi dengan jelas dalam ekosistem baru ini. Setiap orang dapat menjadi hakim bahkan Tuhan dengan menilai dan menghukum satu sama lain. Di jagat digital ini, kendali dan pembatasan moral yang biasa mendisiplinkan komunikasi di dunia nyata diabaikan. Homo digitalis mendapatkan dan menikmati kebebasan baru ini yang tak jarang menggiringnya pada perilaku-perilaku brutal di jagat digital. Ia menjadikan dirinya seolah dalam dunia baru tanpa negara, ini disebut sebagai digital state of nature.Â
Dalam jagat digital, perkembangan informasi bergerak dengan cepat. Ia menghadirkan beragam informasi dalam kapasitas besar dan luas serta dalam kecepatan yang tinggi. Homo digitalis dapat mengakses sekaligus terpapar informasi apapun dengan mudah berkat konsekuensinya berselancar di jagat digital. Namun, banjirnya informasi di jagat digital alih-alih dapat meningkatkan kapasitas kemampuan serta pengetahuan manusia, ia justru dapat membingungkan manusia ketika ia tak mampu membedakan antara informasi apa yang perlu ia ketahui dan ia butuhkan dengan informasi lain yang sifatnya temporer. Seringkali homo digitalis terjebak pada tren yang berkembang dan membiarkan apa yang sebenernya ia butuhkan tenggelam dalam arus informasi yang massif. Kondisi ini dapat mengantarkan manusia pada ketidakpastian yang akhirnya dapat menimbulkan kecemasan kolektif. Kondisi ini juga mencipta ketergantungan baru. Alih-alih manusia dapat memaksimalkan potensi berfikirnya ia malah menyerahkan tugas berfikir tersebut pada ponsel pintarnya. Kualitas kebijaksanaan manusia pun dalam menjalani kehidupan menjadi tergerus. Kebijaksanaan tenggelam dalam candu. Candu hanya akan mengantarkan manusia pada kekacauan.
Homo digitalis pada dasarnya adalah manusia. Ia menciptakan dunia baru dengan jagat digitalnya untuk kemajuan dan kemudahan hidup manusia. Manusia harus menjadi subjek bagi apa yang ia ciptakan. Jangan sampai terjadi ironi di mana manusia justru dikendalikan oleh apa yang ia ciptakannya sendiri. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk terus memahami sisi-sisi homo digitalis ini khususnya bagaimana ia hadir diantara dunia real dan jagat digital.
Referensi Bacaan:
- F Budi Hardiman, Aku Klik Maka Aku Ada: Manusia dalam Revolusi Digital, Daerah Istimewa Yogyakarta: PT Kanisius, 2021.
- Reza A.A. Wattimena, Memaknai Digitalitas: Sebuah Filsafat Dunia Digital, Daerah Istimewa Yogyakarta: PT Kanisius, 2023
- Mohammad Afifuddin, dkk, Subjek-Subjek Algoritmik: Perspektif Sosiologi tentang Dunia Digital, Daerah Istimewa Yogyakarta: Jejak Pustaka, cetakan pertama, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H