Mohon tunggu...
RIJAL AL GHIFARI
RIJAL AL GHIFARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah Mahasiswa yang hobi menulis, bermain games, menonton film dan juga mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

RUU Penyiaran: Ancaman terhadap Kebebasan dan Dinamika Industri Media

8 Juni 2024   21:01 Diperbarui: 8 Juni 2024   21:20 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang digodok di Indonesia telah memicu perdebatan sengit. Sementara beberapa pihak melihatnya sebagai langkah maju dalam regulasi penyiaran, banyak yang khawatir bahwa RUU ini lebih merupakan ancaman daripada solusi. Penolakan terhadap RUU Penyiaran ini didasarkan pada beberapa alasan krusial yang perlu dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan dan masyarakat luas.

Pertama dan terutama, kebebasan berekspresi adalah hak fundamental yang harus dilindungi. RUU Penyiaran, dalam bentuknya yang sekarang, tampaknya berpotensi mengancam kebebasan ini dengan pengaturan konten yang terlalu ketat. Pemerintah memang memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa konten yang disiarkan tidak melanggar norma dan etika yang berlaku. Namun, definisi dan penerapan norma ini seringkali subyektif dan rentan terhadap penyalahgunaan. Regulasi yang terlalu ketat bisa berubah menjadi alat sensor yang mengekang kreativitas dan kebebasan berekspresi.

Selain itu, pengaturan konten yang ketat bisa membuat media dan penyiaran menjadi seragam dan monoton. Dalam demokrasi yang sehat, keragaman opini dan perspektif adalah hal yang sangat penting. Media harus bisa menyuarakan berbagai pandangan dan ide tanpa takut terhadap pembalasan atau sensor. Dengan adanya regulasi yang berlebihan, media mungkin cenderung memilih jalur aman, menghindari topik-topik kontroversial yang sebenarnya penting untuk didiskusikan secara terbuka.

Isu lainnya adalah migrasi dari penyiaran analog ke digital yang diatur dalam RUU ini. Proses migrasi ini membutuhkan investasi yang besar, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh semua pemain dalam industri penyiaran, terutama perusahaan kecil dan menengah. Pemerintah memang harus memastikan adanya dukungan, namun kenyataannya, tidak semua penyedia layanan siap menghadapi perubahan ini. Akibatnya, migrasi yang dipaksakan bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan kecil dan memperkuat monopoli oleh perusahaan besar.

RUU Penyiaran juga menimbulkan kekhawatiran terkait kompetisi dan kepemilikan media. Meskipun regulasi ini bertujuan mencegah monopoli, kenyataannya, aturan yang diterapkan bisa justru memperkuat oligarki media yang sudah ada. Kebijakan yang tidak tepat bisa menyebabkan konsentrasi kepemilikan media pada segelintir pihak, mengurangi keragaman konten, dan membatasi akses masyarakat terhadap informasi yang beragam.

Selain itu, regulasi yang terlalu luas mencakup media baru seperti platform digital dan streaming online bisa menghambat inovasi dan pertumbuhan industri kreatif. Di era digital, industri media harus bisa berkembang dengan cepat dan fleksibel. Regulasi yang kaku dan tidak adaptif bisa membunuh inovasi dan menghambat perkembangan teknologi baru. Hak cipta memang penting untuk dilindungi, namun regulasi harus seimbang agar tidak menghambat distribusi konten dan aksesibilitasnya.

Transparansi dan partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU ini juga menjadi masalah besar. Banyak pihak merasa bahwa proses penyusunan RUU ini kurang melibatkan partisipasi publik yang luas. Akibatnya, regulasi yang dihasilkan tidak sepenuhnya mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Proses yang kurang transparan ini bisa menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan regulasi yang dibuatnya.

Dalam kesimpulannya, RUU Penyiaran dalam bentuknya saat ini lebih banyak menimbulkan ancaman daripada menawarkan solusi bagi industri penyiaran di Indonesia. Regulasi yang terlalu ketat dan tidak adaptif bisa menghambat kebebasan berekspresi, membatasi keragaman konten, memperkuat monopoli media, dan menghambat inovasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk meninjau kembali RUU ini, memastikan adanya keseimbangan yang tepat antara regulasi dan kebebasan, serta melibatkan partisipasi publik yang lebih luas dalam proses penyusunannya. Hanya dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa regulasi penyiaran benar-benar bermanfaat bagi semua pihak dan mendukung perkembangan industri media yang sehat dan dinamis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun