Langkah klarifikasi tersebut bisa disebut blunder dan blunder. Karena, muncul ajakan boikot agar tidak membeli Sari Roti. Dampak boikot juga menggoyang penjualan. Mengutip data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (7/12/2016), hingga pukul 11.01 waktu JATS, saham ROTI anjlok 20 poin (1,32%) ke Rp 1.500.
 Saham ROTI sempat menyentuh level terendahnya di Rp 1.500 dan tertingginya di Rp 1.525. Saham ROTI ditransaksikan sebanyak 64 kali dengan total volume perdagangan sebanyak 314 saham senilai Rp 47,4 juta. Harusnya, tidak usah secara terbuka melakukan klarifikasi.
Kalaupun ada instansi atau lembaga negara yang memprotes kenapa Sari Roti bagi-bagi roti tinggal jelaskan saja dan tak perlu secara terbuka ke publik. Â Apalagi produk yang diterbitkan emiten berkode saham ROTI adalah produk konsumer yang pasti tetap dikonsumsi publik dan sifatnya habis terpakai.
Fungsi dan peran Humas yang elegan adalah sebaiknya jangan menciptakan perang. Apalagi, jika Anda tidak mempunyai kekuatan penuh sama saja bunuh diri.
Contoh kasus lainnya yakni soal harga cabai yang naik. Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita melakukan blunder. Saat ditanya wartawan soal kenaikan harga cabai, dia menyebut mengimbau  agar masyarakat dapat menanam cabai sendiri di pekarangan rumahnya, dan beralih untuk mengonsumsi cabai kering.
Pernyataan Menteri Perdagangan ini langsung menimbulkan reaksi. Hujan bully di medsos pun terjadi hingga menimbulkan meme-meme kocak. Seharusnya, ketika ada isu genting dan sensitif Humas harus terus mengawal dan mendampingi menteri-nya.
Jika terjadi blunder atau keseleo lidah saat wartawan wawancara menteri, Humas harus buru-buru melakukan klarifikasi. Saya yakin, jika Humas di Kementerian Perdagangan bergerak cepat saat sang menteri blunder, istilah menanam cabai sendiri tidak akan menjadi alat bully.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H