Mohon tunggu...
Raihani Azhari
Raihani Azhari Mohon Tunggu... lainnya -

Memutuskan hidup di sebuah tempat yang tenang,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

International Women's Day 8/3/2011

8 Maret 2011   08:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:58 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Dulu memang perempuan hanya "Vrouwenemancipatie", saja yang diperhatikan. Kaum laki-laki boleh jadi pegawai pabrik, boleh berpolitik, boleh menjadi advokat, boleh menjadi guru, boleh menjadi anggota parlemen, kenapa kaum perempuan tidak?

Wahai kaum perempuan, marilah bersatu, marilah rukun, marilah menuntut persamaan hak dengan kaum laki-laki itu, merebut persamaan hak itu dari tangan kaum laki-laki yang mau menggagahi dunia sendiri!" (dinukil Dari buku Pokok-pokok ajaran Marhaenisme menurut Soekarno, 2006)


Seperti di kutip dalam harian Antara perihal pernyataan Michael Bachelet, Direktur Eksekutif UN Women bahwa,"Fokus Hari Wanita Internasional tahun ini adalah mengenai kesamaan hak kaum wanita untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, ilmu pengetahuan dan teknologi, menggaris-bawahi kebutuhan untuk menjangkau hal potensial ini".

Sekiranya penting sebab itu di peringati. Mengingat dan mengingat supaya tidak terlupa. Bahwa sejarah memori yang perlu dijaga sebagai kekayaan manusia di dunia. Agar tidak jatuh dalam lubang kesalahan. Kesalahan yang fatal dan menjadi kebodohan.

Women's International Day bukan semata peringatan tanpa makna. Bukan proklamasi atau simbol gengsidan ritual ramai sejenak. Woman's day international 8 March menjadi penanda atas keberadaan perempuan di muka bumi di banding laki-laki. Ini harus di tegaskan sebab wanita tak pernah diakui sebagai kejelasan yang nyata. Ada kita terima Manusia selalu lelaki, bukan terlampau berlebih anggapan tersebut, bukan?

Women's International Day mendudukkan masalah atas kebenaran sejarah. Sejarah pembuatan rumah perempuan sebagai hiasan semata. Perempuan sebagai budak, tak lebih keji pelacur-pelacur yang kita temui di rumah bordil dan karaoke. Muda manis bergincu merah menyala, bedak tebal, berbaju mini dan payudara terbuka, hasrat gairah untuk di beli. Oh,,, ini jaman kecantikan, rasa dan kelembutan dan perempuan sudah jadi komoditi.

Tak boleh siksa menyiksa sebagai manusia. Sebagai serasa sesaudara sedunia yang mana harus berharkat mulia. Universalisme yang humanis, sebagaimana di jamin oleh kekuasaan legal pada aras negara dan dunia dengan piagam HAM. Aturan-aturan adalah tegak, sebagaimana kita harus jalankan dalam kehidupan bernegara-pun berdunia dan lebih penting praktik nyata di masyarakat. Persamaan hak harus tegak kokoh berdiri.

Di setiap negeri perempuan selalu perempuan. Merasa di kecewa diskriminasi dan memang di banding-banding dengan si tuan rumah lelaki. Ia di persunting, di paksa melayani saja sebagai perhiasan rumah dengan kerja wajib masak, macak,dan manak.

Di sepanjang rel jalan sejarah tak R. A. Kartini tak pula Britney Spears Era. Penjajahan perempuan bermetamorfosa dalam berbagai bentuk beraneka-macam-ragam. Tapi tetap sama, ia selalu mendapati diri di posisi kalah.

Lalu lantas wajarlah kita bertanya Kenapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun