Dari beberapa pernyataan Nadiem terlihat bahwa dia ingin guru harus mampu meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga setiap anak mampu menemukan keunggulan dan mengembangkannya demi masa depan dia sendiri.
Jadi, dengan kata lain sekolah harus mampu menciptakan siswa berkualitas untuk semua anak-anak, baik miskin atau tidak miskin.
Karena memang tidak adil, bagi keluarga kaya mereka bisa mengikuti bimbel dengan ongkos jutaan rupiah, termasuk mendatangkan guru ke rumah. Bagaimana dengan keluarga yang tidak mampu? Jika sekolah mampu menghasilkan siswa berkualitas secara mandiri, semua anak memiliki kualitas dengan standar tinggi.Â
Dengan demikian, aspek pemerataan kualitas pendidikan akan tercapai. Karena setiap siswa akan mendapatkan pelayanan proses pembelajaran yang memiliki kualitas tinggi.Â
Proses Merdeka Belajar ini diharapkan memacu guru berkompetisi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara inovatif menggunakan seluruh potensi yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Guru tidak terhambat  oleh kekurangan fasilitas, sarana, dan prasarana,  tapi berusaha memanfaatkan seluruh potensi yang ada, bekerjasama dengan orangtua dan masyarakat.
Itulah sebabnya Merdeka Belajar tidak fokus di kelas dengan mengandalkan pelajaran hafalan tapi siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya di luar sekolah.Â
Sosok Tauladan
Jadi kalau ada guru yang berpikir konsep Merdeka Belajar berarti bisa mengajar "sebebas-bebasnya alias semaunya" adalah salah besar. Sebelum melakukan pembelajaran harus ada goal atau tujuan yang jelas.
Setelah itu mencari solusi atas masalah yang ada kemudian mengevaluasi dengan ukuran yang jelas. Mas Menteri, meski membebaskan guru untuk bertindak, proses evaluasi terhadap kinerja guru juga tegas.
Proses penilaian terhadap guru harus jelas karena dengan konsep Merdeka Belajar, peran guru sangat sentral. Dia tidak lagi memerankan diri sebagai penyalur ilmu dari buku ke siswa.