Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Zaman Kuno, Guru Zaman Now

25 November 2019   07:07 Diperbarui: 26 November 2019   07:32 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru sedang membina siswa (kompas.com)

Kalau di sekolah dasar hingga menengah, guru mungkin hanya menang tua dibandingkan murid. Tapi dalam kapasitas ilmu bisa saja guru kalah, bahkan bisa kalah telak. Saat ini setiap anak memiliki akses pengetahuan tanpa batas.

Beberapa orangtua juga memberi fasilitas belajar lebih canggih  kepada anak. Beberapa keluarga memiliki komputer, gadget canggih dan kuota internet tanpa batas. Orangtua membelikan buku pelajaran baik lewat internet maupun di toko buku. Bahkan banyak orangtua memanggil guru les khusus. Anak-anak dari kalangan atas sudah biasa berkunjung ke berbagai belahan dunia, sementara guru hanya hafal nama-nama ibukota negara. Jadi kalau dulu anak pandai karena mendengar guru di kelas, sekarang anak pandai karena ia mempunyai akses ilmu dan pengalaman lebih luas. 

Bangun Sekolah Berintegritas

Bagaimana guru zaman now bisa dihormati murid? Integritas guru adalah utama. Karakter dan kompetensi guru harus menjadi model bagi murid. Itu saja. Yang saya maksud adalah guru menjadi teladan bagi murid. Guru bersama warga sekolah bersatu padu membangun sekolah berintegritas. Guru sendiri yang bisa membangun integritas, bukan orang lain. 

Jangan lupa para siswa kini punya akses untuk memantau perilaku guru. Mereka bisa mendapat informasi dari pembicaraan orangtua, dari grup medsos, dan sebagainya. Hampir tak ada informasi yang tersembunyi saat ini. Bahkan ketika sebuah kasus di sekolah tidak muncul di media massa, bukan berarti tidak tersebar. Para siswa juga pada akhirnya tahu perilaku guru dan tenaga kependidikan di sekolah. Jika kewibawaan sudah terkikis bagaimana pula siswa dan orangtua akan respek kepada guru dan sekolah?

Jadi pastikan tidak ada tindakan "tidak terpuji" dari guru dan tenaga kependidikan lainnya. Saya tidak perlu merinci tindakan tidak terpuji yang dimaksud. Intinya jadikan sekolah berintegritas dan guru berintegritas. Sekolah punya mekanisme untuk memberi penghargaan kepada guru berprestasi  dan menghukum guru yang menyalahi aturan. Tentunya ini harus didukung instansi lebih tinggi seperti dinas pendidikan dan Kemendikbud. 

Jiwa Pembelajar

Di zaman sekarang, guru tidak bisa mandeg belajar. Seorang guru, berapapun umurnya, dia juga pembelajar.  Ia belajar seumur hidup. Ketika penambahan gaji dan tunjangan diterima guru, bukan rahasia, rumah guru kebanyakan tidak dipenuhi dengan rak buku, peralatan inovasi, komputer dan sarapan pembelajaran lain.

Mereka yang sudah mandek belajar, penambahan gaji dipakai untuk  menambah jumlah kendaraan, memperluas rumah, dan sejenisnya. Jika siswa ke rumah guru dan tidak melihat tumpukan buku, tidak ada perpustakaan pribadi, apa yang ada di pikiran mereka? Bisakah siswa akan hormat kepada guru yang sudah mandek belajar?

Guru harus belajar terus untuk berinovasi, menemukan solusi baru terhadap masalah yang dihadapi, dan seterusnya. Guru yang kuliah lagi bukan sekadar mencari ijazah untuk persyaratan naik pangkat atau mendapat tunjangan. Itu semua adalah bagian dari jiwa pembelajar yang ada pada dirinya. 

Jadi keterampilan 4 C seperti communication, critical thinking, collaboration, creativity juga diperankan oleh guru dalam kegiatan sehari-hari. Guru bukan tujuan, tapi awal untuk mengabdi dan belajar terus hingga liang kubur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun