Proses pembelajaran secara terbuka terbukti berjalan dengan baik. Mereka tidak perlu bertemu setiap hari antara guru dan siswa, tetapi proses transformasi ilmu bisa berlangsung.
Dalam menjalankan proses pengajaran ilmu, guru di kelas memiliki beberapa kelemahan mendasar. Pertama, ia hanya sanggup menghadapi beberapa puluh siswa.Â
Bandingkan dengan aplikasi yang bisa melayani ribuan orang dalam waktu yang sama. Pada webinar yang umumnya sering dipakai dalam training bisnis, pakar berbicara di tempat yang terpisah dengan siswa.Â
Singkatnya, dengan teknologi  guru harus beradaptasi. Peran sebagai sekadar penyalur ilmu  benar-benar mendapat tantangan berat dari mesin. Apalagi dengan kemajuan teknologi yang tiada henti.Â
Proses belajar juga bisa menggunakan teknologi yang lebih canggih misalnya dengan Virtual Reality. Dengan teknologi ini, siswa dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan (misalnya kelas atau laboratorium) yang disimulasikan oleh komputer (computer-simulated environment).
Intinya jika guru tak mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi, maka mereka akan menjadi pemain cadangan di dunia pendidikan. Meminjam istilah di pertandingan sepakbola, selama pemain inti bisa main, mereka hanya duduk di pinggir lapangan.Â
Dengan konsep aplikasi, setiap orang (komunitas) bisa menjadi guru. Seorang direktur bisa membuat konten berdasarkan pengalaman untuk mengisi aplikasi yang bisa ditonton ribuan siswa.Â
Artinya peran "guru" tidak hanya dilakukan oleh guru yang berstatus resmi karena diangkat secara formal oleh negara (PNS) atau guru swasta (oleh yayasan). Siapa saja bisa menjadi guru.Â
Dengan demikian, peran guru "resmi" di kelas/ sekolah akan tidak berguna jika melakukan tugas dengan gaya lama. Mereka harus berubah menjadi pengisi konten yang kreatif dan mengikuti zaman secara terus menerus.
Guru Pendidik