Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pemandu Wisata Berusia Senja, "Antara Derita dan Sengsara"

10 November 2019   08:08 Diperbarui: 11 November 2019   18:41 3536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman dulu, tentara Inggris banyak yang mati karena malaria. "Makanya di Bengkulu banyak pohon kina untuk mengobati penyakitnya malaria," jelas Andes.

Dia juga bercerita tentang Kampung Keling di sekitar benteng. Kampung itu menjadi tempat penampungan pekerja India yang berkulit hitam.

Benteng Marlborough adalah kantor perdagangan milik Inggris yang menampung kayu manis, cengkeh, lada,dan pala. Akibat banyak pekerja India yang ada di kampung itu, maka terkenal sebagai Kampung Keling, sebutan untuk orang India yang berkulit gelap.

Saya menulis kisah ini bukan untuk menjelaskan sejarah Benteng. Saya hanya mendengar dari Pak Andes saja. Saya akhirnya meminta buku sejarah Benteng kepada Pak Andes. Saya benar-benar meminta, bukan membeli, karena buku itu katanya memang tidak dijual.

Saya menikmati cara bercerita Pak Andes yang justru lebih menarik. Saya menikmatinya dengan sedikit was-was, takut tidak akurat. Tapi saya berpikir, ini piknik, bukan sedang studi banding soal sejarah.

Saya hanya menikmati cara bercerita Pak Andes. Saya bertanya, kenapa ia fasih sekali bercerita? Pak Andes menjawab, dia sering mengisi acara di TVRI Bengkulu dan menjadi pengasuh acara "Warung Bapak-Bapak" di sebuah stasiun radio.

Saya tidak sempat mengecek gelombang radio yang dimaksud. Saya sempat mengecek beberapa program televisi di hotel, ternyata memang ada TVRI Bengkulu. Saya berkunjung ke Bengkulu dalam rangka menulis buku di bidang pendidikan.

dokpri
dokpri
Yang jelas, asyik mendengarkan kisah Pak Andes. Dia bahkan mengisahkan perjalanan hidupnya yang kelam. Istrinya pergi meninggalkannya. Dia hidup sendiri bersama anak-anaknya. Akhirnya terkuak juga, nama Andes adalah singkatan dari "Antara Derita dan Sengsara". Wow saya kaget. Yang saya tahu Andes adalah nama gunung di Peru.

Dia sempat berlinang air mata sedikit di matanya. Tapi saya tersenyum mendengarnya karena dia menjelaskan dengan tegar. Ia pun tertawa ikut berbahagia. "Itu bagian dari hidup. Dijalani saja," kata saya menasehati.

Saya lalu bertanya, mengapa tidak ada guide yang muda? Pak Andes bercerita pernah melatih 4 guide. "Salah satunya menikah dengan orang Spanyol yang datang ke Benteng," kisahnya. Tapi saat celingukan di sekitar lokasi wisata, saya tak melihat guide lain.

Andes juga melempar kritik, karena pembangunan di sekitar benteng tidak satu irama dengan lingkungan. Dulu, orang bisa menyaksikan sunset dari atas genteng. "Tapi akibat banyaknya bangunan di sekitar benteng, sunset tak bisa dinikmati leluasa saat ini," katanya. Pemda seharusnya mengatur soal bangunan-bangunan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun