Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tantangan Serius di Balik Impor Cangkul

7 November 2019   12:12 Diperbarui: 7 November 2019   19:21 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi intinya adalah nilai tambah yang tinggi menjadi andalan pengekspor utama dunia. Mereka bukan pengekspor hasil pertanian atau tambang belaka. 

Saya rasa roadmap produk unggulan mestinya sudah dibuat oleh pemerintah Indonesia. Saat ini Indonesia masih mengandalkan 10 jenis ekspor yakni tekstil dan produk tekstil, elektronika, karet dan produk karet, kelapa sawit, produk hasil hutan, alas kaki, otomotif, udang, kakao, dan kopi. 

Ekspor kita masih mengandalkan kekayaan alam, sementara peran teknologi tidak dominan. Produk tekstil mengandalkan tenaga yang relatif murah meski mulai dikalahkan Vietnam dan Kamboja. 

Elektronik mengandalkan perakitan. Dalam industri elektronik, perakitan adalah proses yang memiliki nilai tambah relatif terendah. Demikian juga dengan otomotif yang merupakan industri perakitan. Selebihnya kita mengandalkan kekayaan alam. 

Struktur ekspor seperti ini harus diperbaiki terus menerus. Utamanya adalah dengan meningkatkan nilai tambah khususnya di bidang komoditas pertanian dan perkebunan agar tidak diekspor dalam bentuk produk mentah. 

Demikian pula dengan industri tekstil yang bukan saja sebagai penjahit tapi meningkat menjadi industri kreatif dengan desain dan brand ternama agar bergema di tingkat dunia.

Jadi kembali ke masalah cangkul, menurut saya sudah saatnya Indonesia masuk kepada industri peralatan pertanian berskala ekspor. Cangkul sudah terlalu kuno, semantara pada ahli kita di Departemen Pertanian sudah bisa membuat traktor dengan remote.

Ada pula drone untuk menyemprot pestisida. Belum lagi dengan teknologi rekayasa genetika yang mestinya bisa menjadi andalan Indonesia untuk ekspor bibit pertanian berkualitas tinggi dan sebagainya. 

Jadi fokusnya bukan ke cangkul, tapi bagaimana menciptakan produk berteknologi tinggi yang berkualitas ekspor. Itulah yang lebih penting daripada sekadar membicarakan apakah cangkul akan diimpor atau dibuat di Indonesia. 

Sekian dulu dari saya Rihad Wiranto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun