Mohon tunggu...
Rihaadatul Aisyi
Rihaadatul Aisyi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Pekalongan

Mahasiswa IAIN Pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Membangun Critical Thinking di Era Industri 4.0

15 Juli 2021   13:38 Diperbarui: 11 November 2022   01:53 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Critical Thinking. (sumber: SHUTTERSTOCK)

Perubahan dunia sekarang ini telah memasuki era industri 4.0. Pada era ini teknologi informasi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. 

Revolusi industri 4.0 merupakan fase revolusi teknologi mengubah cara beraktivitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup sebelumnya.

Untuk menghadapi revolusi industri 4.0 tentunya bukan hal yang mudah. Kita dituntut untuk memiliki kompetensi atau keterampilan, salah satunya dengan kompetensi 4C (critical thinking skills (keterampilan berpikir kritis), creativity thinking skills (keterampilan berpikir kreatif), collaboration skills (keterampilan berkolaborasi), dan communication skills (keterampilan berkomunikasi)). 

Kompetensi 4C
Kompetensi 4C

Pada artikel kali ini, penulis akan membahas tentang strategi membangun critical thinking di era industri 4.0.

Sebelum membahas lebih jauh tentang strategi membangun critical thinking di era industri 4.0. Sebenarnya, apasih critical thinking itu? 

Critical Thinking atau berpikir kritis adalah sebuah keterampilan kognitif yang memungkinkan seseorang untuk menginvestigasi sebuah situasi, masalah, pertanyaan, atau fenomena untuk bisa membuat sebuah penilaian atau kepuasan. 

Manusia sebagai makhluk yang dianugerahi akal oleh Tuhan dan menjadi makhluk berpikir, tentunya penting bagi kita menyadari bahwa keberadaan kita di dunia ini tidak terlepas dari aktifitas berpikir. 

Karena berpikir kritis merupakan sebuah hasil dari salah satu bagian otak manusia yang sangat berkembang, yaitu the cerebral cortex, bagian luar dari bagian otak manusia yang terluas, the cerebrum (otak depan).

Berpikir kritis mengombinasikan dan mengoordirnasikan semua aspek kognitif yang dihasilkan super-komputer biologis yang ada di dalam kepala kita yang meliputi persepsi, emosi, intuisi, mode berpikir linear ataupun non-linear dan juga penalaran induktif maupun deduktif. Oleh karena itu, berpikir kritis harus dikembangkan sebagai salah satu kecakapan hidup (life skill).

Selanjutnya, untuk apa dan mengapa kita harus berpikir kritis?. Alasan kita harus mempunyai kompetensi berpikir kritis sekarang ini terletak pada manfaat-manfaat yang akan kita dapatkan dari berpikir kritis. 

Banyak sekali manfaat yang akan kita dapatkan jika memiliki keterampilan berpikir kritis, salah satunya adalah kita dapat mencermati dan mencari solusi atas segala permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan.

Berikutnya, bagaimana cara kita agar terbiasa berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari?. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membiasakan diri berpikir kritis, diantaranya adalah:

Yang pertama, melakukan tindakan untuk mengumpulkan bukti-bukti. Bukti maksudnya adalah suatu hal yang bisa bersifat empiris (bisa kita lihat, sentuh, dengar, kecap, cium) ataupun berbagai bentuk fakta yang dapat kita peroleh dari sebuah otoritas, kertas riset, statistik, testimoni, dan informasi lainnya. 

Tetapi, yang paling penting adalah mendapatkan bukti secara langsung (empiris) karena bukti dari pihak kedua kadang patut dicurigai. Bukti yang kita temukan langsung dari indra kita tidak dapat dibantah.

Yang kedua, menggunakan otak bukan perasaan (berpikir logis). Membiasakan berpikir logis merupakan jalan untuk menemukan pikiran kritis. 

Kebanyakan manusia belum mampu berpikir rasional, apalagi di tengah serangan irasionalitas media seperti zaman sekarang. 

Karenanya, harus dibiasakan. Logika bukanlah sebuah kemampuan yang dapat berkembang sendiri, melainkan merupakan sebuah skill atau disiplin yang harus dipelajari dan dilatih, baik dalam pendidikan formal maupun dalam hari-hari kita.

Yang ketiga, skeptis. Skeptis merupakan rasa ragu karena adanya kebutuhan atas bukti. Maksudnya, tidak percaya begitu saja sebelum menemukan bukti yang kuat. Ini adalah elemen yang penting bagi pemikiran kritis.

Sebenarnya ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk mengembalikan hakikat kita sebagai manusia normal (tidak seperti binatang dan benda), yaitu berpikir kritis dan bertindak produktif dalam kehidupan. 

Berpikir benar dan bertindak benar, strategis-taktis, tidaklah mudah. Kita harus mengasah pikiran kita. Latihan berpikir kritis dapat dilakukan, selain dengan membaca dan menulis, dengan menjalankan investigasi dan observasi langsung pada persoalan yang dihadapi baik oleh diri sendiri maupun orang lain, atau masalah bersama (masyarakat). 

Mempertanyakan, berpikir, dan berusaha mencari jawaban adalah kunci untuk memasuki dunia analisis kritis. Jadi, menganalisis merupakan kegiatan manusiawi dan sekaligus menjelaskan eksistensi manusia berbeda dengan binatang atau benda mati.

Selanjutnya, apasih peran filsafat dalam membentuk critical thinking di era industri 4.0?. Filsafat pada hakikatnya bukan hanya mengajarkan manusia berpikir kritis tetapi juga berpikir mendalam (radikal). 

Rasionalisme dan empirisme sebagai contoh dua aliran yang mengajarkan berpikir kritis. Kedua aliran ini menjadi sebuah contoh dimana berpikir kritis dan mendalam mambung membangun eksistensi dirinya di percaturan ilmu pengetahuan melalui ide-ide besarnya. 

Serta aliran ini merekomendasikan manusia untuk membangun pemikiran kritis untuk menuangkan de-ide besar yang melahirkan kebudayaan dan peradaban tinggi serta merubah dunia menjadi lebih baik dan maju.

Secara umum, filsafat memang dianggap mampu mengambil peranan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, dan oleh karena itu, filsafat sangat berguna juga untuk dunia pendidikan. 

Tetapi, pada kenyataannya tidak selalu demikian. Maksudnya banyak aliran filsafat, tetapi tidak semua aliran filsafat itu benar-benar berfaedah. Mengapa demikian? 

Karena sebagian corak filsafat yang berkembang dewasa ini sudah keluar dari khittahnya (pencarian makna pada kebijaksanaan), yakni sebagai sarana bagi pencari kebijaksanaan dan pecinta kebenaran. Aliran-aliran filsafat yang mengajarkan berpikir kritis telah disebutkan di atas.

Salah satu metode yang diajarkan oleh Rene Descartes (tokoh aliran rasionalisme) yang perlu kita diterapkan, yaitu Cogito. Kiranya kita perlu menjadikan cogito sebagai rujukan dalam membangun pemikiran kritis. 

Cogito (ragu) bermula dari keraguan menuju kepastian. Berpikir kritis perlu dilatih dan dibangun sedini mungkin sesuai usia perkembangan, hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya kreatifitas dan daya nalar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun