Mohon tunggu...
rigel oktavian
rigel oktavian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa suka nulis

Jika ada kritik dan saran silahkan hubungi gmail saya oktavianrigel@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pendidikan Berdasarkan Pandangan Pierre Bourdieu dan Pemikiran Saya

7 Mei 2022   16:38 Diperbarui: 12 Mei 2022   11:46 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memahami prinsip utama dari pendidikan adalah untuk merangsang kreativitas dari seseorang, pendidikan sering disalahartikan yang berangkat dari salah kaprah terhadap pendidikan, oleh karena itu pendidikan sering menjadi modal untuk dijadikan sebuah kekerasan simbolik. Pendidikan sewajarnya dikhususkan, untuk mendidik murid menjadi lebih pandai dalam taraf pengetahuan tertentu. 

Sayangnya, hal ini menjadi faktor dari modal kekerasan itu sendiri menilik dari kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, khususnya di sekolah sering terjadi tindak perilaku bullying yang digencarkan oleh perilaku murid itu sendiri, kemudian pandangan ini dirumuskan berdasarkan pandangan pemikiran atau teori Pierre Bourdieu (1987) kekerasan simbolik adalah suatu unsur elemen dalam mempertahankan legitimasi dalam usaha untuk menegakkan legitimasi tentu saja usaha yang dilakukan melalui jalur kekerasan atau penetration violence, kemudian kekerasan ini dimaksudkan sebagai kelas dominan dari kelompok yang dianggap lemah. 

Perilaku yang tidak baik ini dikhususkan untuk mendapatkan atensi dari khalayak umum. Untuk di sekolah usaha yang dilakukan untuk perundungan ini dimaksudkan untuk dianggap "keren" oleh teman sebayanya. 

Berdasarkan relasi kekuasaan ini disebutkan bahwa individu yang melakukan tindak kekerasan ini sewajarnya hanya ingin "diakui" yang sebenarnya untuk mendapatkan pengakuan dari khalayak umum dapat melalui cara-cara lain dengan kegiatan yang dapat dilakukan secara positif. Mengutip berdasarkan paper yang dibuat oleh M. Chairul Basrun Umanailo, kekerasan  simbolik  adalah  salah satu  konsep  penting dalam  ide teoritis Bourdieu. 

Makna konsep ini terletak pada upaya aktor-aktor sosial dominan menerapkan suatu makna sosial dan representasi realitas yang diinternalisasikan kepada aktor lain sebagai sesuatu yang alami dan absah, bahkan makna sosial tersebut kemudian dianggap benar oleh aktor lain tersebut. 

Penelitian ini dibuat untuk menyadarkan masyarakat khususnya siswa dan mahasiswa akan pentingnya pencegahan dari tindakan bullying ini. Sebagai saran penulis seharusnya guru Budi Pekerti mengarahkan siswa untuk mencegah dari tindakan bullying, sebagai saran dari penulis seharusnya guru melakukan pencegahan dimulai berdasarkan cara-cara pendekatan kepada kelompok pembully dan kelompok yang dibully untuk mendapatkan solusi mengakhiri konflik tersebut. 

Perilaku bullying ini semata-mata akan cerminan pada saat dewasa dikarenakan berdasarkan penelitian secara tekstual ditemukan bahwa bullying cenderung banyak dilakukan oleh orang dewasa, khususnya oleh guru dan orang tua sendiri. Mengapa demikian konteks ini dapat meruntuhkan sebuah konsep kemasyarakatan yang ada. 

Guru yang seharusnya menjadi orang yang dihormati dan disegani terkadang melakukan tindak perundungan alasan yang dilakukan sangat banyak, tetapi saya membaginya menjadi tiga alasan konkret, pertama dikarenakan murid itu tidak mengerti akan konteks yang sedang dibicarakan dan menganggap murid tersebut tidak pandai dalam pelajaran yang diselenggarakan oleh guru. 

Akhirnya murid tersebut terkena tekanan mental yang diakibatkan oleh guru seperti mendapatkan ancaman, kekerasan fisik, dan perundungan oleh guru tersebut, alasan kedua, adalah guru sering membandingkan murid dengan murid lain pada salah satu sesi kelas, terkadang memang dibicarakan secara terang-terangan tentu hal ini berdampak buruk kepada murid yang menjadi objek perbandingan tersebut. 

Alasan terakhir adalah guru tidak menghargai pekerjaan muridnya dan malah merundung murid tersebut dikarenakan hasil yang telah dikerjakan tidak memuaskan. 

Sebagai intermezzo kita harus mengetahui beberapa tindak bullying seperti : Cyber Bullying, Bullying Verbal, Bullying Fisik, Bullying Terselubung, dan Bullying Material atau Posisi. Bullying verbal dan bullying fisik sering terjadi dilakukan oleh murid dan guru di sekolah. Bullying material atau posisi dilakukan oleh orang yang memiliki supremasi atau jabatan tinggi untuk mengintimidasi orang dengan kelas sosial di bawahnya biasanya, bullying ini dilakukan melalui tindakan hukum. 

Bullying terselubung dapat dilakukan oleh kelompok sosial in group yang mengidentifikasi dirinya sebagai membership group berdasarkan tindak psikologis pandangan bullying ini dapat menimbulkan mental disorder kecenderungan ini berbahaya jika perundungan ini dialami oleh seorang individu sejak kecil hingga dewasa. Individu akan mendapatkan tekanan yang tidak hanya berdasarkan mentalitas, tetapi berdasarkan kecenderungan emosional dan sangat terganggu dalam pergaulan di masyarakat. 

Bullying membuat seorang individu menjadi terdemotivasi dikarenakan tindakan yang dilakukan oleh si perundung tersebut melakukan ancaman kepada objek perundungan tersebut, tentu usaha untuk menjatuhkan relatif tinggi. 

Penulis menyadari bahwa tindakan perundungan ini sudah melekat oleh masyarakat dunia, tindakan ini telah menjadi suatu kebudayaan pasti kita alokasikan sebagai tindakan negatif kecenderungan ini tidak dapat dihilangkan bahkan tindakan bullying ini tidak dapat dihapus secara merata, tetapi akan hilang jika suatu masyarakat sadar akan kesehatan mental. Selain itu kelemahan dari sekolah itu sendiri selain dari efek bullying, yang dapat kita cerna dan pelajari ditimbulkan dari beberapa aspek yang kita bisa tinjau sebagai berikut : 

  1. Esensi seragam sekolah di Indonesia, ya secara positif seragam itu menunjukkan bahwa semua murid diperlakukan sama di sekolah (atau bahasa awam nya di setarakan perlakuan terhadap mereka), nah ada implikasi-nya, karena di anggap sama itu, akhirnya timbul-lah fenomena membanding-bandingkan itu, murid 1 dibandingkan dengan murid lain, karena di anggap sama. kenapa ini bisa terjadi? karena sistem pendidikan Indonesia (sebagai agen super-ego), mengharuskan siswa memakai seragam (Felly Gibran, 2022). 

  1. Sistem kurikulum, ini juga produk dari super ego, dimana kalau di sekolah, kualitas seorang siswa itu dinilai dari segi intelektual (IQ), akhirnya terjadi kesenjangan kelas antara murid-murid yang IQ nya rendah vs IQ tinggi, padahal IQ hanyalah satu dari sekian banyak parameter yang dapat merepresentasikan kualitas dari seorang siswa, misal faktor lain seperti : EQ, akhlak (budi-pekerti), faktanya, mata pelajaran seperti budi pekerti di pendidikan dasar cuma jadi mata pelajaran formalitas, dianggap tidak terlalu penting (yang dimaksud adalah tidak penting mata pelajaran yang menitikberatkan pada IQ), sangat di sayangkan (Felly Gibran, 2022). 

Kesimpulan :

Dalam penerapannya sebagai fakta bahwa pendidikan dimaksudkan untuk menstimulasikan kreativitas siswa, namun cukup disayangkan agen sosialisasi dari para pendidik ini mematikan inovasi dan terlebih pendidikan sering menjadi modal untuk dijadikan sebuah kekerasan simbolik. 

Pendidikan sewajarnya dikhususkan, untuk mendidik murid menjadi lebih pandai dalam taraf pengetahuan tertentu. Sayangnya, hal ini menjadi faktor dari modal kekerasan itu sendiri menilik dari kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, khususnya di sekolah sering terjadi tindak perilaku bullying yang digencarkan oleh perilaku murid itu sendiri. 

Esensi dari bullying, sistem kurikulum, dan seragam sekolah, hingga ke peraturan yang tidak masuk akal seperti mencukur rambut dan etika berseragam yang baik dan benar itu yang seharusnya menjadi modal kritik dari sekolah sebagai tempat instrumen pendidikan yang baik dan tidak memiliki standar yang berlebihan.   

Daftar Pustaka :

Soekanto, Soerjono. (2017). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajagrafindo Persada. 

Bourdieu, Pierre. (2020). Pertanyaan-Pertanyaan Sosiologi : Pengantar Menjelajahi Persoalan-Persoalan Penting Ilmu Sosial. Penerjemah : Stephanus Aswar Heru  Winarko. Yogyakarta : Ircisod.  

Martono, Nanang. (2012). Kekerasan Simbolik di Sekolah; Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Umanailo, Chairul Basrul. (2017). MENGURAI KEKERASAN SIMBOLIK DI SEKOLAH: SEBUAH PEMIKIRAN PIERRE BOURDIEU TENTANG HABITUS DALAM PENDIDIKAN. Open  Science Framework. doi:10.17605/OSF.IO/VP2AD. Diakses, 9 April 2022. 

Rossa, Vania. (2021). Psikolog Ungkap Alasan Orang Dewasa Melakukan Bullying. https://www.suara.com/lifestyle/2021/11/16/114820/psikolog-ungkap-alasan-orang-dewasa-melakukan-bullying. Suara.Com. Diakses, 9 April 2022. 

Indarini, Nurvita. (2016). Ketika Orang Dewasa Jadi Korban Bullying, Apa Dampaknya.  https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3283746/ketika-orang-dewasa-jadi-korban---bullying-apa-dampaknya. Detik Health. Diakses, 9 April 2022. 

Desideria, Benedikta. (2017). Mengenal 5 Jenis Perundungan pada Orang Dewasa. https://www.liputan6.com/health/read/3045428/mengenal-5-jenis-perundungan-pada orang-dewasa. Liputan 6. Diakses, 9 April 2022. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun