Bullying terselubung dapat dilakukan oleh kelompok sosial in group yang mengidentifikasi dirinya sebagai membership group berdasarkan tindak psikologis pandangan bullying ini dapat menimbulkan mental disorder kecenderungan ini berbahaya jika perundungan ini dialami oleh seorang individu sejak kecil hingga dewasa. Individu akan mendapatkan tekanan yang tidak hanya berdasarkan mentalitas, tetapi berdasarkan kecenderungan emosional dan sangat terganggu dalam pergaulan di masyarakat.Â
Bullying membuat seorang individu menjadi terdemotivasi dikarenakan tindakan yang dilakukan oleh si perundung tersebut melakukan ancaman kepada objek perundungan tersebut, tentu usaha untuk menjatuhkan relatif tinggi.Â
Penulis menyadari bahwa tindakan perundungan ini sudah melekat oleh masyarakat dunia, tindakan ini telah menjadi suatu kebudayaan pasti kita alokasikan sebagai tindakan negatif kecenderungan ini tidak dapat dihilangkan bahkan tindakan bullying ini tidak dapat dihapus secara merata, tetapi akan hilang jika suatu masyarakat sadar akan kesehatan mental. Selain itu kelemahan dari sekolah itu sendiri selain dari efek bullying, yang dapat kita cerna dan pelajari ditimbulkan dari beberapa aspek yang kita bisa tinjau sebagai berikut :Â
Esensi seragam sekolah di Indonesia, ya secara positif seragam itu menunjukkan bahwa semua murid diperlakukan sama di sekolah (atau bahasa awam nya di setarakan perlakuan terhadap mereka), nah ada implikasi-nya, karena di anggap sama itu, akhirnya timbul-lah fenomena membanding-bandingkan itu, murid 1 dibandingkan dengan murid lain, karena di anggap sama. kenapa ini bisa terjadi? karena sistem pendidikan Indonesia (sebagai agen super-ego), mengharuskan siswa memakai seragam (Felly Gibran, 2022).Â
Sistem kurikulum, ini juga produk dari super ego, dimana kalau di sekolah, kualitas seorang siswa itu dinilai dari segi intelektual (IQ), akhirnya terjadi kesenjangan kelas antara murid-murid yang IQ nya rendah vs IQ tinggi, padahal IQ hanyalah satu dari sekian banyak parameter yang dapat merepresentasikan kualitas dari seorang siswa, misal faktor lain seperti : EQ, akhlak (budi-pekerti), faktanya, mata pelajaran seperti budi pekerti di pendidikan dasar cuma jadi mata pelajaran formalitas, dianggap tidak terlalu penting (yang dimaksud adalah tidak penting mata pelajaran yang menitikberatkan pada IQ), sangat di sayangkan (Felly Gibran, 2022).Â
Kesimpulan :
Dalam penerapannya sebagai fakta bahwa pendidikan dimaksudkan untuk menstimulasikan kreativitas siswa, namun cukup disayangkan agen sosialisasi dari para pendidik ini mematikan inovasi dan terlebih pendidikan sering menjadi modal untuk dijadikan sebuah kekerasan simbolik.Â
Pendidikan sewajarnya dikhususkan, untuk mendidik murid menjadi lebih pandai dalam taraf pengetahuan tertentu. Sayangnya, hal ini menjadi faktor dari modal kekerasan itu sendiri menilik dari kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, khususnya di sekolah sering terjadi tindak perilaku bullying yang digencarkan oleh perilaku murid itu sendiri.Â
Esensi dari bullying, sistem kurikulum, dan seragam sekolah, hingga ke peraturan yang tidak masuk akal seperti mencukur rambut dan etika berseragam yang baik dan benar itu yang seharusnya menjadi modal kritik dari sekolah sebagai tempat instrumen pendidikan yang baik dan tidak memiliki standar yang berlebihan. Â Â
Daftar Pustaka :
Soekanto, Soerjono. (2017). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajagrafindo Persada.Â