Memahami prinsip utama dari pendidikan adalah untuk merangsang kreativitas dari seseorang, pendidikan sering disalahartikan yang berangkat dari salah kaprah terhadap pendidikan, oleh karena itu pendidikan sering menjadi modal untuk dijadikan sebuah kekerasan simbolik. Pendidikan sewajarnya dikhususkan, untuk mendidik murid menjadi lebih pandai dalam taraf pengetahuan tertentu.Â
Sayangnya, hal ini menjadi faktor dari modal kekerasan itu sendiri menilik dari kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, khususnya di sekolah sering terjadi tindak perilaku bullying yang digencarkan oleh perilaku murid itu sendiri, kemudian pandangan ini dirumuskan berdasarkan pandangan pemikiran atau teori Pierre Bourdieu (1987) kekerasan simbolik adalah suatu unsur elemen dalam mempertahankan legitimasi dalam usaha untuk menegakkan legitimasi tentu saja usaha yang dilakukan melalui jalur kekerasan atau penetration violence, kemudian kekerasan ini dimaksudkan sebagai kelas dominan dari kelompok yang dianggap lemah.Â
Perilaku yang tidak baik ini dikhususkan untuk mendapatkan atensi dari khalayak umum. Untuk di sekolah usaha yang dilakukan untuk perundungan ini dimaksudkan untuk dianggap "keren" oleh teman sebayanya.Â
Berdasarkan relasi kekuasaan ini disebutkan bahwa individu yang melakukan tindak kekerasan ini sewajarnya hanya ingin "diakui" yang sebenarnya untuk mendapatkan pengakuan dari khalayak umum dapat melalui cara-cara lain dengan kegiatan yang dapat dilakukan secara positif. Mengutip berdasarkan paper yang dibuat oleh M. Chairul Basrun Umanailo, kekerasan  simbolik  adalah  salah satu  konsep  penting dalam  ide teoritis Bourdieu.Â
Makna konsep ini terletak pada upaya aktor-aktor sosial dominan menerapkan suatu makna sosial dan representasi realitas yang diinternalisasikan kepada aktor lain sebagai sesuatu yang alami dan absah, bahkan makna sosial tersebut kemudian dianggap benar oleh aktor lain tersebut.Â
Penelitian ini dibuat untuk menyadarkan masyarakat khususnya siswa dan mahasiswa akan pentingnya pencegahan dari tindakan bullying ini. Sebagai saran penulis seharusnya guru Budi Pekerti mengarahkan siswa untuk mencegah dari tindakan bullying, sebagai saran dari penulis seharusnya guru melakukan pencegahan dimulai berdasarkan cara-cara pendekatan kepada kelompok pembully dan kelompok yang dibully untuk mendapatkan solusi mengakhiri konflik tersebut.Â
Perilaku bullying ini semata-mata akan cerminan pada saat dewasa dikarenakan berdasarkan penelitian secara tekstual ditemukan bahwa bullying cenderung banyak dilakukan oleh orang dewasa, khususnya oleh guru dan orang tua sendiri. Mengapa demikian konteks ini dapat meruntuhkan sebuah konsep kemasyarakatan yang ada.Â
Guru yang seharusnya menjadi orang yang dihormati dan disegani terkadang melakukan tindak perundungan alasan yang dilakukan sangat banyak, tetapi saya membaginya menjadi tiga alasan konkret, pertama dikarenakan murid itu tidak mengerti akan konteks yang sedang dibicarakan dan menganggap murid tersebut tidak pandai dalam pelajaran yang diselenggarakan oleh guru.Â
Akhirnya murid tersebut terkena tekanan mental yang diakibatkan oleh guru seperti mendapatkan ancaman, kekerasan fisik, dan perundungan oleh guru tersebut, alasan kedua, adalah guru sering membandingkan murid dengan murid lain pada salah satu sesi kelas, terkadang memang dibicarakan secara terang-terangan tentu hal ini berdampak buruk kepada murid yang menjadi objek perbandingan tersebut.Â
Alasan terakhir adalah guru tidak menghargai pekerjaan muridnya dan malah merundung murid tersebut dikarenakan hasil yang telah dikerjakan tidak memuaskan.Â
Sebagai intermezzo kita harus mengetahui beberapa tindak bullying seperti : Cyber Bullying, Bullying Verbal, Bullying Fisik, Bullying Terselubung, dan Bullying Material atau Posisi. Bullying verbal dan bullying fisik sering terjadi dilakukan oleh murid dan guru di sekolah. Bullying material atau posisi dilakukan oleh orang yang memiliki supremasi atau jabatan tinggi untuk mengintimidasi orang dengan kelas sosial di bawahnya biasanya, bullying ini dilakukan melalui tindakan hukum.Â