Mohon tunggu...
Rifyal Fariz Afzan
Rifyal Fariz Afzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Olahraga, Politik, Budaya Populer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kental dengan Budaya dan Adat Istiadatnya, Masyarakat Kampung Adat Tidak Lupa Penggunaan Bahasa Indonesia

28 Juni 2022   11:01 Diperbarui: 28 Juni 2022   11:05 2032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampung Naga merupakan salah satu kampung tradisional yang berada di Jawa Barat dan lebih tepatnya kampung ini terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung Naga merupakan kampung adat tradisional karena di Kampung Naga sendiri masih memegang dengan teguh adat istiadat orang Sunda. 

Pada keseharian di Kampung Naga juga, masyarakat menggunakan Bahasa Sunda dalam berkomunikasi. Masyarakat Kampung Naga sangat bangga dengan Bahasa Sunda karena Bahasa Sunda merupakan Bahasa Indung (Ibu).

 Bahasa Indonesia juga digunakan tetapi bukan untuk komunikasi masyarakat setempat melainkan karena kebutuhan akan pendatang dari luar yang ingin melihat dan penasaran akan Kampung Naga ini, sehingga tidak semua masyarakat Kampung Naga faham dan fasih akan Bahasa Indonesia. 

Ada juga yang fasih berbahasa Inggris, Bahasa Inggris ini diajarkan dan dilatih oleh orang luar, dosen dan mahasiswa bahkan secara otodidak atau belajar sendiri namun tetap dengan konsultasi pada ketua organisasi setempat. 

Pemahaman dan kefasihan Bahasa Indonesia dan Inggris ini dimiliki masyarakat Kampung Naga yang berprofesi sebagai tour guide atau pemandu bagi wisatawan yang datang. Untuk Bahasa Sunda sendiri, dinilai dapat mempererat hubungan keluarga. Dan Bahasa Sunda juga mempunyai ruang tersendiri di hati masyarakat Kampung Naga.

Di Kampung Naga juga terdapat beberapa istilah atau kata yang mengandung nilai moral bagi masyarakat diantaranya seperti “Sauyunan” yang berartikan satu pendapat dan satu paham, “Sarendeuk” yang berartikan selalu bersama-sama dan tidak pernah saling bertengkar karena berbeda pendapat dan “Sapihanean” yang berartikan hidup rukun dan tidak saling beragumen atau berdebat. 

Ada juga istilah “Pareum Obor” yang dimana istilah tersebut digunakan masyarakat Kampung Naga untuk menyebut sejarah mengenai Kampung Naga. 

‘Pareum’ yang berartikan mati atau gelap dan ‘Obor’ yang artinya penerangan, cahaya atau lampu, pada istilah ini menggambarkan hilangnya penerangan karena pada masyarakat sendiri mereka tidak mengetahui asal-usul kampung. Karena masyarakat pernah kehilangan jejak yang disebabkan pada tahun 1980an Kampung Naga pernah di bumi hanguskan atau di bakar oleh pasukan DI/TII karena menolak untuk bergabung dan tak hanya menimbulkan kerusakan bangunan di kampung namun juga merenggut korban jiwa.

Terdapat juga kata “Pamali” yang dimana tidak dapat diganggu gugat, hal ini merupakan sebuah larangan yang dimana hal itu merupakan sesuatu yang tidak baik sehingga tidak boleh untuk dilakukan. Larangan tersebut sudah ada dan berasal dari leluhur, pemimpin dan juga nenek moyang masyarakat sebelumnya. 

Semua hal tersebut masih dipercaya dan juga dipatuhi oleh warga masyarakat secara turun-temurun hingga saat ini. Bagi para pelanggar, akan di kenakan hukuman atau sanksi yang dimana dilakukan secara hukum adat yang berlaku dan menurut seberapa berat pelanggaran yang dilakukan. Dari yang paling ringan berupa pengasingan hingga terberat adalah pengusiran dari Kampung Naga serta penggusuran bangunan tempat tinggal sang pelanggar.

Salah satu pamali yang ada di Kampung Naga adalah mengenai penamaan kepada orang, dimana kepada laki-laki yang tinggal di Kampung Naga tidak boleh menggunakan nama Ujang dan Jajang. Sedangkan pada perempuan tidak boleh menggunakan nama Nur dan Neneng. Anak kecil pun tidak boleh dipanggil dengan kata atau nama “Raja”. 

Hal-hal tersebut didasari oleh larangan dalam kata “Pamali” sehingga menjadi sebuah larangan yang harus dihindari oleh masyarakat Kampung Naga. 

Larangan lainnya seperti tidak boleh masuk ke dua hutan yaitu hutan larangan dan hutan lindung, hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam disana. Tidak boleh juga masuk ke bangunan khusus yang disebut dengan “Bumi Ageung” kecuali pada acara adat, dan untuk perempuan tidak boleh masuk ke “leuit” atau ruangan yang disebut goa.

Masyarakat Kampung Naga juga memegang falsafah “Saur Elingkeun Jaman Kawulaan” yang berarti menjaga apa yang dituakan oleh leluhur, tapi boleh mengikuti zaman. 

Hal ini lah yang melatarbelakangi juga mengapa adat istiadat masyarakat Kampung Naga masih terjaga meskipun masyarakat tidak terlalu menutup diri dari modernisasi dan juga teknologi, kata ‘Saur’ sendiri merupakan perkataan atau cerita dari orang tua terhadap anaknya yang harus ditaati. 

Dengan begitu, masyarakat secara otomatis mempunyai kesadaran dan juga rasa tanggung jawab untuk menjalankan amanah dan juga peninggalan dari para leluhur.

Di tengah masifnya mobilitas modernisasi di masyarakat kampung Naga tidak akan meninggalkan cara berkomunikasi yang sudah dilakukan secara turun-temurun. 

Masyarakat kampung Naga memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi baik ke orang tua, teman sebaya, maupun anak muda. Walaupun, masyarakat kampung Naga masih terbilang suku Sunda yang masih sangat kental dengan tata krama yang sudah dibangun puluhan tahun, masyarakat Kampung Naga tidak lupa dengan penggunaan bahasa Indonesia karena bahasa tersebut sangat dibutuhkan untuk para pengunjung yang datang ke wilayah kampung Naga untuk berkomunikasi. 

Hal tersebut menunjukkan masyarakat kampung Naga sangat patuh dengan budaya dan adat istiadat yang sudah terbentuk sejak lama dan masyarakat kampung Naga dapat tetap hidup rukun dengan adat istiadat yang sudah dijalankan turun temurun.

Penulis: Alny Tsabita, Annisa Apriliyanti, Annisa Nurfitriani, Aria Pradana, Eki Maulana, Jesy Martha, Maitria Prada Yusup, Nira Ayu Marttea, Rahma Fawwza Nabila, Rifyal Fariz Afzan, Sarah Rouhatun Nadya, Syifa Aulia, Windi Nurhalimah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun