Puncak Mahameru, 3.676 mdpl Pendakian kali ini adalah perjalanan untuk melanjutkan misi yang tertunda saat pendakian pertama lalu, yang mana kami hanya sampai di Ranu Kumbolo. Artikelnya dapat Anda baca di sini. Seusai pendakian yang pertama itu, saya dan teman-teman memutuskan untuk mendaki kembali pada bulan November, memupus rasa penasaran dengan tujuan utama merengkuh puncaknya. Dari lima anggota tim pada pendakian pertama, yang longgar waktunya hanya dua orang yang ikut serta dalam pendakian yang kedua kalinya ini, ditambah dua orang baru, adik tingkat kami di kampus. Berikut cerita perjalanan kami, mendaki Gunung Semeru, tanah dan puncak tertinggi di Pulau Jawa. Sekitar tiga minggu berselang setelah pendakian pertama tersebut, kami melakukan banyak persiapan yang lebih matang. Mulai latihan fisik sampai merancang rencana perjalanan meliputi tanggal berangkat dan pulang, perlengkapan, dan logistik. Setelah didiskusikan dengan teman-teman GAMANANTA, akhirnya disepakati berangkat tanggal 8 November 2012, dan turun 11 November 2012. Tujuan sebenarnya kami adalah memperingati Hari Pahlawan 10 November, namun ada beberapa alasan niat tersebut urung terlaksana. Ikuti saja terus guliran kata demi kata dalam catatan ini
Setelah tas carrier masing-masing siap, kami sepakat berkumpul jam 07.00 di Samanta Krida, gedung tempat diselenggarakannya even "2nd International Scholarship Seminar (ISS)" yang diadakan oleh IAAS LC Universitas Brawijaya (tempat kami berorganisasi). Mas Kurniawan, Abud, dan Furqon menghadiri acara tersebut, sedangkan saya terlambat hadir dan saya masih harus belanja tambahan logistik di warung terdekat dengan kampus, antara lain belanja gula, kentang, bawang putih dan bawang merah, minyak goreng, dan roti tawar. Ketika acara seminar memasuki jeda coffe break, maka kami pun bersiap untuk berangkat menuju Ranu Pani. Arloji menunjukkan angka 12.30, sudah sangat siang bagi kami. Singkat cerita kami sudah berjalan di atas sepeda motor kami yang terlihat "gemuk" karena berjubelnya tas carrier kami berempat. Hampir 45 menit berjalan semenjak mengisi bensin dan angin ban, kami sampai di kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (SPTNBTS) II Tumpang. Kami berniat mengurus perizinan di sini, namun urung karena di jendela kantornya terdapat tulisan yang memberitahukan bahwa pendakian ditutup sampai tanggal 8 November 2012 karena alasan evaluasi SAR. Kami cukup terkejut dengan berita itu, padahal setahu kami dari berita di internet, pendakian dibuka lagi tanggal 7 November 2012. Tidak ingin membuang waktu, sesuai arahan petugas di sana, kami langsung saja menuju Ranu Pani untuk mengurus perizinan langsung di sana, dengan harapan kami bisa tiba sebelum jam 16.00 sore dan melanjutkan pendakian langsung menuju Ranu Kumbolo. Namun apa daya, keterbatasan tenaga sepeda motor kami yang terengah-engah menapaki jalan rusak, menanjak dan menikung menuju Ranu Pani, membuat kami baru sampai di Ranu Pani sekitar pukul 16.10 WIB. Artinya, kami terlambat 10 menit dari batas pendakian maksimal yang diizinkan. Kami berusaha melobi petugas, namun kami tetap dinyatakan terlambat dan diminta menginap semalam di Ranu Pani terlebih dahulu. Kami tidak boleh bingung, keputusan harus dibuat, dengan mengorbankan kenyataan bahwa kami tidak bisa mencapai puncak pada tanggal 10 November 2012, tepat pada Hari Pahlawan. Akhirnya disepakati bahwa kami mulai mendaki pagi hari paling lambat jam 8 pagi esoknya, dan turun pada hari Minggu malam sudah sampai di Ranu Pani kembali.
Bukit Teletubbies menuju Gunung Bromo, dipotret di pertigaan Desa Ngadas,
antara menuju Ranu Pani (ke kanan sejauh 6 km) dan Gunung Bromo (ke kiri sejauh 10 km)
Ranu Pani yang sejuk dan hening
(Malamnya, kami menginap di Pondok Pendaki, yang dijaga oleh Pak Hambali, asli Surabaya dan sudah sejak lama bekerja merawat pondok pendaki di Ranu Pani. Kami mengisi malam dengan memasak menu nasi sop kentang dengan lauk nugget dan minuman teh hangat, berbagi makanan ringan di antara kami berlima, ditemani cahaya temaram dari senter dan headlamp yang ada. Suasana begitu hangat dan gayeng, serta kekaguman kami berempat akan pengalaman Pak Hambali yang sudah kenyang pengalaman berkeliling Indonesia. Dari beliaulah kami mendapat informasi berharga mengenai jalur pendakian Gunung Semeru, utamanya jalur menuju puncak Mahameru, sepanjang jalur Arcapadha sampai ke puncaknya. Beliau menasihati kami mengenai apa yang harus dilakukan, apa yang pantang dilakukan, karena kami berempat belum mengetahui jalur menuju puncak Mahameru, dari Arcapadha. Namun kami berharap yakin pada saat summit attack nanti akan ada kawan-kawan pendaki lain yang memiliki niat serupa. Tak terasa, waktu semakin larut dan kami semua pun berlalu dalam lelap. Semoga energi esok pagi kembali dan membangkitkan tenaga kami). Jum'at, 9 November 2012 Masih lima menit lagi menuju pukul 04.00 WIB, mengharuskan kami segera memasak sarapan bubur oatmeal ditambah bumbu penyedap rasa soto untuk menghangatkan pagi itu di Ranu Pani yang begitu dingin menusuk kulit. Kami bergantian menunaikan sholat subuh, begitu juga dengan packing ulang. Saya adalah orang terakhir yang melakukan packing, setelah menyeruput sisa teh hangat dalam cangkir. Pukul 07.00 WIB, sebelum kami berpamitan dengan Pak Hambali, kami menyempatkan diri berfoto bersama di depan pondok. Kami pun pamit mohon doa dan restu kepada beliau. Kami sementara "berpisah" dengan dasar kepercayaan. Kami mempercayakan untuk menitipkan sepeda motor kami kepada beliau, dan beliau percaya bahwa kami bisa menggapai Puncak Mahameru.
Kami berfoto bersama Pak Hambali (kaos biru) di depan pondokan sebelum memulai pendakian "Jangan sombong, tetap konsentrasi, banyak ingat-ingat kepada Yang Di Atas, selamat, selamat, semoga berhasil," ujar beliau menyemangati kami. Kami segera turun menuju pos lapor untuk memperoleh perizinan pendakian. Mas Kurniawan bertindak sebagai kepala rombongan kami, mengurus dan menyerahkan segala persyaratan yang dibutuhkan. Adapun persyaratan khusus untuk mendaki Gunung Semeru adalah sebagai berikut:
- Fotokopi KTP/KTM/SIM atau identitas diri lainnya (diutamakan KTP) sebanyak 2 lembar.
- Fotokopi Surat Keterangan Sehat (dibawa juga yang asli) sebanyak 2 lembar.
- Membayar biaya administrasi pendakian, meliputi karcis masuk taman nasional, asuransi, materai 6.000 (bawa sendiri dari rumah), surat izin dengan tarif bervariasi, tergantung dari golongan umum, pelajar, maupun mancanegara. Anda bisa lihat secara lengkap di sini.
- Jika membawa sepeda motor maupun mobil, juga dikenakan tarif parkir per hari. Tarifnya juga bervariasi. Saran saya, kalau bawa sepeda motor sendiri, dititipkan saja ke pondok pendaki yang dijaga Pak Hambali, lebih aman dan hanya dengan membayar biaya sukarela alias seikhlasnya.
- Tata tertib dan peraturan pendakian juga bisa dilihat di sini.
Adalah Pak Ningot Sinambela yang saat itu melayani kami dalam mengurus perizinan. Beliau ini sudah lama kondang ketika ikut menemani tim Ekspedisi Cincin Api dari Kompas dalam rangka mencari arca kembar (Arcapadha) yang misterius itu. Gayanya yang kocak namun terkadang juga serius, membuat kami dibuat terpingkal-pingkal dibuatnya. Beliau juga termasuk yang kami segani karena sering memberi nasihat-nasihat kepada kami, utamanya saat sebelum kami berangkat berjalan.asing-masing. Berangkat bareng, pulang bareng, hilang juga harus bareng. Jangan tinggalkan teman di belakang," ujar beliau kepada kami. "Jangan sombong, buang ego masing-masing. Berangkat bareng, pulang bareng, hilang juga harus bareng. Jangan tinggalkan teman di belakang," ujar beliau kepada kami.
Mejeng dulu sebelum berangkat
Ikutan mejeng, hehehe
Tepat pukul 08.15 WIB seusai doa bersama, kami mulai berjalan, mulai menorehkan tinta sejarah pendakian bagi kami di pagi hari itu, dengan diiringi udara yang masih segar, semoga kami sampai di Ranu Kumbolo sesuai target, 4-5 jam perjalanan. Ranu Pani - Watu Rejeng - Ranu Kumbolo Ranu Pani - Watu Rejeng - Ranu Kumbolo Trek awal adalah beraspal, dan mulai berganti dengan jalur tanah, bercampur pasir dan debu saat berbelok kanan melewati gerbang pendakian. Ikuti saja jalur yang ditetapkan, ketika menemui percabangan antara jalur yang menanjak dengan jalur yang menurun, pilih yang menanjak (ke arah kiri melipir bukit), karena bila ke kanan akan menuju lahan pertanian warga. Ketika jalur sudah berubah menjadi jalan setapak, formasi tim pun ditetapkan, Abud berada di depan sebagai leader karena dia agak gemuk dan lebih lambat jalannya, Furqon dan saya (Rifqy) berurutan berada di tengah sebagai middle, dan Mas Kurniawan berada di belakang sebagai sweeper. Abud dan Furqon bergantian membawa jeriken kosong yang memang ditaruh di luar, saya membawa tambahan daypack di depan badan, dan Mas Kurniawan kebagian tugas membawa tenda dome kapasitas 4 orang. Kami berjalan dengan santai dan irama tetap, mengikuti langkah sang leader, yang ternyata cukup ampuh menghemat energi dengan istirahat singkat, daripada berjalan cepat, tapi lebih cepat lelah pula, karena terlalu banyak istirahat. Dari dimulainya jalur setapak, relatif menanjak landai, cukup menguji mental dan menguras tenaga, namun syukurlah kami masih sanggup berjalan tanpa henti dan sampai di Pos I sekitar pukul 09.15 WIB, setelah melewati kawasan Landengan Dowo. Di pos I kami bertemu dengan tiga orang yang sepertinya sekelompok fotografer karena peralatan fotografi mereka begitu lengkap. Ketika ditanya, mereka hanya mendaki sampai Ranu Kumbolo saja lalu pulang kembali hari itu juga.Cukup beristirahat 5 menit, kami melanjutkan perjalanan lagi menuju Watu Rejeng, yang kami tempuh selama hampir 1 jam perjalanan.
Istirahat di Pos I
Furqon berpose di papan penanda pos Watu Rejeng, diambil saat kami sedang beristirahat di sini
Kami kembali beristirahat selama hampir 10 menit di sini, lalu melanjutkan kembali perjalanan menuju Pos III, yang sebelumnya melewati jembatan kayu dan trek yang cukup menanjak selepas jembatan tersebut. Jangka waktu istirahat yang serupa kami lakukan sesampainya di Pos III yang telah ambruk atapnya, karena setelahnya akan dijumpai jalur trek yang curam dan lumayan menyiksa. Kami membutuhkan waktu 15 menit untuk melewatinya. Selanjutnya jalur relatif landai naik turun, khas Gunung Semeru. Sekitar pukul 12.15 WIB kami sampai di Pos IV, yang mana kami sudah bisa melihat dengan jelas Ranu Kumbolo dari sini. Begitu indah dan jernih, kawasan camp terlihat sepi. Kemungkinan kami adalah pendaki pertama yang mendirikan tenda pada siang hari ini. Akhirnya, 30 menit kemudian kami sampai di Ranu Kumbolo. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.45 WIB, artinya sudah 4,5 jam kami berjalan dan kami bersyukur karena sesuai target yang direncanakan. Tampak di ujung selatan danau, ketiga orang kelompok fotografer yang tadi berpapasan kami di Pos I. Segera kami membuka tenda, dan memilih mendirikannya di teras pondok pendaki, karena tidak adanya cover flysheet di tenda kami. Kami khawatir tenda kami akan ngguling (roboh) ketika dihempas angin di malam hari. Selain itu juga, toh saat itu masih sepi sekali, sehingga kami leluasa mendirikan tenda. Menu makan siang itu adalah nasi mie goreng, sangat cukup mengisi perut kami berempat yang sudah keroncongan meminta makan. Tak lama setelah kami membuka kompor, beberapa pendaki nampak mulai berdatangan di Ranu Kumbolo, seperti biasa, salam hangat dan salam sapa mengiringi kami semua. Begitu hangat meskipun sebelumnya tidak pernah bertemu. Inilah yang khas dalam pendakian gunung, begitu berartinya persahabatan, dan saling menghargai perbedaan.
Ranu Kumbolo dilihat dari Pos IV
Manusia-manusia teler di Pos IV
Ranu Kumbolo, 2.400 mdpl Tak lupa kami segera menunaikan sholat Duhur dan Ashar (dijama' qashar), dan berusaha beraklimatisasi (menyesuaikan diri dengan cuaca sekitar). Kami memilih menunggu waktu masuk magrib sekalian sholat, sehingga bisa beristirahat setelahnya. Karena perut masih kenyang dengan asupan nasi mie goreng siang tadi, kami memilih tidur terlebih dahulu dan mungkin bangun di tengah malam untuk masak makan malam. Benar juga, cuaca yang dingin membuat perut terasa cepat lapar dan kami pun terbangun pukul 23.30 malam, dan Mas Kurniawan sudah bangun duluan, sedang memasak nasi plus menghabiskan nugget sisa kemarin. Tak ketinggalan pula menu sarden yang akan kami masak juga di malam yang cerah dan penuh bintang di Ranu Kumbolo, begitu indah dan memang lukisan Allah SWT selalu indah tak terkecuali. Porsi nasi yang kami masak lebih banyak dari kemarin, sehingga kami makan begitu lahapnya sampai nyaris tak tersisa. Kopi hangat menjadi penutup hidangan kami malam ini, sebelum kemudian lanjut tidur kembali di dalam tenda berselimutkan hangatnya sleeping bag. Tak sabar rasanya menunggu pagi esok, karena kami akan melanjutkan perjalanan menuju Kalimati, bagian krusial dari perjalanan kami kali ini. Sabtu, 10 November 2012 Pukul 06.05 WIB, itulah angka yang tertera di arloji saya. Kami (kecuali Mas Kurniawan) bangun kesiangan karena begitu lelapnya tidur semalam. Kami melewatkan momen sunrise Ranu Kumbolo. Saya pun mengejek Abud dan Furqon, karena ini adalah pendakian pertama mereka di Gunung Semeru, malah melewatkan momen sunrise Ranu Kumbolo gara-gara ketiduran.