Mohon tunggu...
Rifqiyudin Anshari
Rifqiyudin Anshari Mohon Tunggu... Buruh - Independent, Bebas dan Merdeka

rifqiyudinanshari@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Islam Budaya dan Kebudayaan Islam

27 Agustus 2019   16:08 Diperbarui: 27 Agustus 2019   16:23 3328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
blogs.aljazeera.net

Bisa dicermati dalam literatur sejarah penyebaran Islam di Nusantara, bagaimana penduduk Nusantara secara suka rela memeluk Islam dan menerapkan Islam dalam proses kebudayaan mereka. Kemudian, Islam melebur dengan Budaya penduduk Nusantara, Hijab menjadi Kerudung, Mushalla menjadi Langgar, Zakat Fitrah dengan Kurma atau Ganum diganti menjadi Beras, dll. Hal tersebut sudah sesuai dengan aturan Syariat. Kurma, Gandum, Beras Langgar adalah hasil penafsiran akal pikiran manusia semantara Aturan hukumnya langsung dari Allah SWT.

Jika dikaitkan dengan penerapan hukum Fiqh menyoal hukum Halal, Haram, Mubah, Wajib atau Haram terhadap tindakan atau proses melakukan suatu pekerjaan atau tindakan, Hukum Haram bisa saja dibolehkan dan hukum Halal bisa saja dilarang. Misalnya jika seseorang dalam keadaan Darurat (Udzur), memakai Bangkai yang semula dilarang atau diharamkan bisa dibolehkan. Nilai atau hukum "Haram" pada konteks tersebut adalah aturan "Islam", sementara "Keadaan Udzur" tersebut adalah "Siatuasi dan Kondisi" (Zaman) yang terus berubah.

Dari contoh tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa "Islam selaras dengan Zaman" sebab "Islam" adalah Aturan Hukum dari Allah SWT, sementara "Zaman" Adalah budaya atau keadaan yang terus berkembang dan berubah berdasarkan situasi dan kondisi tertentu.

Hal tersebut yang menjadi acuan bahwa Islam tidak akan ketinggalan Zaman sebab kita memaknai Islam sebagai aturan dan batasan terhadap pola tingkah laku, bukan sebagai budaya yang terpaku pada satu Zaman, yakni zaman Rosulullah SAW. Namun, jika kita memaknai Islam sebagai "Budaya" yang terpaku pada satu Zaman atau Konservatif, maka kita cenderung melakukan terlalu banyak batasan-batasan bahkan membatasi produk dan pikiran umat, ini berarti melawan ketentuan Allah SWT sekaligus bentuk penolakan terhadap Firman Allah yang menyatakan bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kita sendiri yang merubahnya. Ayat itu paling tidak menjelaskan bahwa Zaman adalah Nasib, dan itu "Sunnatullah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun