Abstrak
Masyarakat di Indonesia seringkali memberikan stigma negatif terhadap kelompok Bonek, terutama terkait kekerasan yang dilakukan oleh suporter sepak bola. Pandangan negatif yang diberikan masyarakat kepada Bonek tidak hanya terkait dengan kekerasan yang terjadi di dalam negeri tetapi juga kekerasan yang terjadi dalam kekerasan sepak bola di luar negeri.Â
Dalam perkembangannya, kata Bonek menjadi kata yang dipilih untuk mengartikulasikan suporter sepak bola yang melakukan kekerasan dan anarki. Meski begitu, kejadian ini tak membuat redup grup Bonek.Â
Stigma negatif yang mereka berikan justru membuat Bonek semakin besar, bahkan kini Bonek menjadi salah satu kelompok yang menjadi contoh positif dalam dunia suporter sepakbola. Fokus penelitian ini adalah bagaimana upaya kelompok Green Nord 27 yang masih merupakan kelompok Bonek mengubah citra dan stigma negatif yang melekat pada masyarakat Indonesia.Â
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Bourdieu yaitu teori praktek. Teori ini digunakan untuk menganalisis bagaimana kelompok Green Nord 27 melawan stigma negatif terhadap Bonek.Â
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara yang didukung dengan dokumentasi sebagai bukti. Hasil penelitian ini adalah 1) terbentuknya BDRT 27 (Tim Tanggap Bencana Bonek) 2) Melakukan bakti sosial bagi korban bencana yang terjadi di Cianjur, meletusnya Gunung Semeru dan bencana alam di Lombok 3) Munculnya Gerakan Peduli Bonek 4) Selain menggelar konser musik yang dilakukan oleh Green Nord 27 hal ini dilakukan sebagai upaya Bonek melalui Green Nord 27 untuk merubah pandangan buruk yang diberikan oleh masyarakat.
Kata kunci: Bonek, Stigma, Sosial, Suporter.
Awalan
Penggemar sepak bola kini banyak tersebar di berbagai kota di Indonesia, seiring dengan semakin mudahnya mendapatkan informasi dari berbagai media massa, budaya penggemar sepak bola dari luar negeri banyak diadopsi oleh para penggemar sepak bola di Indonesia. Lirik lagu, gaya suporter, penamaan dan perilaku budaya suporter bola asing sering digunakan oleh suporter dalam negeri.
Fenomena mengadopsi budaya suporter ultras (sebutan suporter sepak bola dari Italia) bisa menjadi contoh. Beberapa suporter sepak bola di Indonesia menyebut dirinya dengan nama yang berasal dari kata Italia, seperti BCS (Brigata Curva Sud) yang merupakan suporter asal Sleman.Â
Perilaku suporter luar negeri juga diikuti oleh suporter dalam negeri seperti menyalakan suar, menggunakan Balaclava (topeng yang menutupi wajah) untuk membuat coreografi, menyanyikan yel-yel ala Ultras Italia dan sebagainya. Ada juga para suporter sepak bola yang memakai gaya pakaian suporter Italia, seperti pada saat bertanding mereka menggunakan gaya pakaian casual, sehingga beberapa brand pakaian ditiru.