Mohon tunggu...
Rifqi Thoriq Ubaydillah
Rifqi Thoriq Ubaydillah Mohon Tunggu... Tutor - Mahasiswa - Aktivis

Motivasi : Setiap orang adalah guru, dan setiap tempat adalah ruang belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengetahuan dan Pemahaman Islam tentang Akulturasi Budaya

19 April 2023   06:34 Diperbarui: 19 April 2023   14:54 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik ini sudah seharusnya menjadi sikap tentang pemikiran kita terhadap islam dan budaya. karna memang di negara yang multikultural ini tidak sedikit yang mendikotomikan antara keduanya. entah karna ketimpangan informasi atau lainnya sehingga menimbulkan kegoncangan yang tak tertahankan akan orientasi antar keduanya. Oleh karna itu, sebagai masyarakat yang mampu memilah dan memilih informasi haruslah mengetahui bagaimana pengetahuan dan pemahaman islam tentang akulturasi budaya. 

A. Islam Nusantara Memandang  Tradisi

Terminologi keberagamaan perlu dibedakan dengan Terminologi agama atau   keagamaan.   Di satu sisi, keagamaan berasal dari akar kata  agama  yang  menunjuk  pada  seperangkat wahyu ketuhanan agar menjadi petunjuk kehidupan orang yang beriman untuk mewujudkan kebahagiaan   dunia   dan   akherat.   Di sisi lain, term   keberagamaan merupakan    kata    benda    dari    akar    kata    beragama. Kata  kerja beragama, menunjuk pada produk kegiatan berikut segala aktifitas melaksanakan substansi ajaran agama     oleh orang-orang yang beriman sesuai dengan materi ajaran tersebut . Dengan demikian, kandungan pengertian keberagamaan selalu berkaitan dengan kekhususan kelompok pemeluk agama, jika     dibandingkan  dengan himpunan manusia pada umumnya. Dalam posisi    ini, himpunan orang beragama atau para pemeluk agama tersebut merupakan unit sosial yang memiliki kesadaran diri bertumpu pada jati   dirinya   sendiri.   Maka,   pada   fenomena   ini   lahirlah   komunitas keberagamaan yang memiliki karakterisitik atau ciri tertentu.

Agama Islam yang bersumber dari al-Qur_an dan Sunnah dan diyakini sebagai kebenaran tunggal oleh pemeluknya. Akan tetapi, pada saat ajaran yang bersifat transenden ini mulai bersentuhan dengan kehidupan manusia, serta aspek sosio-kultural yang melingkupinya,maka terjadilah berbagai penafsiran yang cendrung berbeda dan berubah-ubah. Hal ini akibat perbedaan kehidupan sosial penganut yang juga terus berubah. Dari perbedaan penafsiran itu lahirlah kemudian pemikiran-pemikiran dalam bidang fiqh dan teologi yang berbeda. Selain itu, realitas ini pula yang pada akhirnya melahirkan tradisi keberagamaan kaum muslimin, yang masingmasing menampakkan cirri khas dari kehidupannya.

Hal tersebut di atas menandakan bahwa meskipun Islam itu satu dari sudut ajaran pokoknya, akan tetapi setelah "terlempar" dalam konteks sosiokultural-politik tertentu pada tingkat perkembangan sejarah tertentu pula agama bisa memperlihatkan struktur interen yang berbeda-beda. Maka, jika dilihat dari perbedaan persepsi keberagamaan yang biasanya terjadi di kalangan muslimin, maka sejatinya perbedaan itu bukan tentang pokokpokok ajaran Islam itu sendiri, akan tetapi bagaimana memanifestasikan ajaran Islam itu di dalam sistem kehidupan sosial, antara Islam sebagai model of reality dan Islam sebagai models for reality, sehingga menciptakan setidaknya dua bentuk komunitas beragama yaitu antara folk variant dan scholarly veriant, yang dalam konteks keindonesiaan terwujud dalam bentuk komunitas atau kelompok tradisionalis, dan kelompok modernis .

Kelompok tradisionalis sering dikategorikan sebagai kelompok Islam yang masih mempraktekkan beberapa praktek tahayyul, bid'ah, khurafat, dan beberapa budaya animisme, atau sering diidentikkan dengan ekspresi Islam lokal, sementara kelompok modernis adalah mereka yang sudah tidak lagi mempraktekkan beberapa hal di atas. Akan tetapi kategorisasi dan polarisasi ini menjadi kurang tepat ketika ditemukan adanya praktek budaya animisme yang dilakukan oleh kalangan muslim modernis. Selain itu, klaim Islam tradisional sebagai pelaku tahayul, bid`ah dan khurafat dewasa ini kurang menemukan pijakannya. Sebab kalangan muslim tradisional bukanlah pelaku perbuatan itu, karna memang dalam ajaran Islam perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada Tahayyul, bid`ah dan khurafat sangat dilarang. Melainkan Islam tradisionalis lebih menekankan kepada kesadaran untuk menghargai tradisi dan budaya yang sudah ada di tengah masyarakat. 

Tradisi keberagamaan yang berkembang di kalangan Islam tradisionalis tampak lebeih toleran terhadap nilai-nilai tradisi dan budaya lokal setempat. Kalangan ini meyakini, ajaran Islam datang dan tersebar ke penjuru dunia, bukan untuk mengganti budaya dan tradisi yang ada dengan tradisi dan budaya Arab sebagai tempat awal diutusnya nabi Muhammad saw sang pembawa risalah Islam. Ajaran Islam juga tidak mengharamkan orang-orang Islam untuk berbudaya dan beradat istiadat sesuai dengan kulturnya, karna budaya merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan, selama ia hidup di dunia ini. Selama tradisi dan budaya itu tidak bertentangan dengan syari`at Islam yang telah ditetapkan, maka menurutnya sah-sah saja untuk tetap dilaksanakan dan dilestarikan.

B. Islam dan Akulturasi Timbal Balik dengan Budaya Lokal

Kata akulturasi berasal dari bahasa Inggris yaitu, acculturate yang artinya: menyesuaikan diri (kepada adat kebudayaan baru atau kebiasaan asing). Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia "akulturasi" adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi atau proses masuknya pengaruh kebudayaan asing dalam suatu masyarakat, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu. Dari pengertian akulturasi ini, maka dalam konteks masuknya Islam ke Nusantara (Indonesia) dan dalam perkembangan selanjutnya telah terjadi interaksi budaya yang saling mempengaruhi. Namun dalam proses interaksi itu, pada dasar kebudayaan setempat yang tradisional masih tetap kuat, sehingga terdapat suatu bentuk perpaduan budaya asli (lokal) Indonesia dengan budaya Islam. Perpaduan inilah yang kemudian disebut akulturasi kebudayaan.Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur unsur dari suatu kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke  dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.

Latar belakang sejarah sebagai bukti adanya akulturasi Islam dan budaya lokal. Sebelum Islam datang ke Indonesia, di Nusantara (Indonesia) telah berdiri kerajaan-kerjaan yang bercorak Hinduisme dan Budhisme. Seperti kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Akan tetapi setelah proses islamisasi dimulai sejak abad ke XIII, unsur agama Islam sangat memegang peranan penting dalam membangun jaringan komunikasi antara kerajaan-kerajaan pesisir dengan kerajaan-kerajaan pedalaman yang masih bercorak HinduBudha. Oleh karena itu, dalam menyikapi akulturasi budaya analisis dari perspektif sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Karena dalam proses Islamisasi di Indonesia tidak berjalan satu arah, tetapi banyak arah atau melalui berbagai macam pintu. Pintu-pintu itu, misalnya melalui kesenian, pewayangan, perkawinan, pendidikan, perdagangan, aliran kebatinan, mistisisme dan tasawuf. Ini semua menyebabkan terjadinya kontak budaya, yang sulit dihindari unsur-unsur budaya lokal masuk dalam proses Islamisasi di Indonesia. kita sebagai muslim, harus punya sikap kritis dalam melihat konteks akulturasi Islam dan budaya lokal dalam menelaah sejarah Islam di Indonesia.Kita harus punya pandangan, bahwa Islam itu bukanlah suatu sistem yang hanya membicarakan ke Tuhanan saja, tetapi yang tak kalah pentingnya adalah mengandung ajaran peradaban (tamaddun) yang komplit atau lengkap.

C. Akulturasi Nilai Islam dengan Budaya Indonesia

Lokal Islam datang ke-Nusantara sebagai agama yang universal, sempurna,lentur, elastis dan selalu dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi memberikan dampak yang sangat signifikan bagi kehidupan masyarakat Indonesia, Islam terus merambat kesemua penjuru bumi nusantara mengakibatkan bumi nusantara dianggap sebagai suatu negeri yang sangat kayadengan budaya. Alasannya, secara ilmiah kehidupan agama dan budaya sedangmemberi suatu ekspose tentang seluk beluk yang mendasar. Islam dikenalsebagai salah satu agama yang akomodatif terhadap tradisi lokal danikhtilfulama dalam memahami ajaran agamanya. Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Kepada seluruh manusia dalam segala aspek kehidupan,termasuk dalam bidang sosial politik. Beliau membebaskan manusia dari kegelapan peradaban menuju cahaya keimanan. Islam merupakan konsep agama yang humanis, yaitu agama yangmementingkan manusia sebagai tujuan sentral dengan mendasarkan pada konsep"humanisme teosentris" yang poros Islam adalah tauhidullah yang diarahkanuntuk menciptakan kemaslahatan kehidupan dan peradaban umat manusia. Prinsip humanisme teosentris adalah yang akan ditransformasikan sebagai nilaiyang dihayati dan dilaksanakan dalam konteks masyarakat budaya. Dari sistemhumanisme teosentris inilah muncul simbol-simbol yang terbentuk karena prosesdialektika antara nilai agama dengan tata nilai budaya.

Konsep normatif agama mengenai budaya tidak hanya mencoba memahami,melukiskannya, dan mengakui keunikan-keunikannya tetapi agama mempunyaikonsep tentang amr (perintah), dengan tanggung jawab. Sementara ilmu menjadikan budaya sebagai sasaran pemahaman, agama memandang budayasebagai sasaran pembinaan. Masalah budaya bukanlah bagaimana kitamemahami, tatapi bagaimana kita mengubah.Keniscayaan diperoleh manakala ditinjau dari aspek yang melingkupinya,mulai dari etnis, bahasa, budaya hingga agama. Dalam setiap agama, kita akan menemukan bahwa sebuah perubahan dalam strata yang menentukan secarasosial biasanya menjadi sangat penting.

Dengan pengertian tersebut maka istilah kebudayaan lokal adalah lebih dekat dengan istilah kebudayaan suku. Hubungan antara Islam dengan sebagai "tradisi besar"dengan kebudayaansetempat sebagai "tradisi kecil" tidak lagi dilihat dalam krangka "penundukan". Akan tetapi justru dalam kerangka makin beragamnyaekspresi Islam setelah bertemu dengan unsur-unsur lokal, termasuk juga dalamkaitanyadengan pertemuan Islam dengan kebudayaan populer dewasa ini. Islam tidak saja dilihat sebagai unsur yang universal, tetapi juga akomodatif.Sementara kebudayaan lokal tidak dipandang sebagai unsur rendah yang harus mengalah kepada Islam. Sebab unsur setempat ini juga bisa menolak unsur yang baru. begitu juga dengan tradisi yang ada di masyarakat Islam Nusantara tidak mengganti tradisi itu secara langsung akan tetapi tradisi itu diadopsi dan disisipkan nilai-nilai ke-Islaman di dalamnya.

Islam dan budaya lokal dua hal yang hidup secara bersama tanpa ada pertentangan dan kebuayaan Islam adalah kebudayaan yang di dasari oleh ajaran Islam akan tetapi tidak melepaskan produk lokalnya. Di mana sifat ajaran agama Islam yang fleksibel yang selalau menyesuaikan diri dengan keadaan suatumasyarakat. Akan tetapi relasi Islam dengan kebudayaan tidak memilikirintangan jikalau tidak slektif, akan terjadi kehawatiran karena tercampurbaurnya kebudayaan dengan ajaran Islam sehingga ajaran Islam tidak lagi murni.Dikarenakan Islam didominasi dengan kebudayaan. Dampak dari hal yangdemikian orang akan menganggap agama hanya akan menjadi obat dikalakesusahan dan menjadikan agama tak bermakna dikala kesenangan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun