Mohon tunggu...
Rifqi Salsa Fauzi
Rifqi Salsa Fauzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Sejarah Universitas Siliwangi

Historia Magistra Vitae

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak Versus Kurikulum

27 September 2024   19:11 Diperbarui: 27 September 2024   19:18 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan adalah kunci bagi perkembangan dan kesuksesan anak-anak kita di masa depan. Namun, seringkali kita melihat adanya ketegangan antara kebutuhan dan minat anak dengan tuntutan kurikulum yang ada. Artikel ini akan mengeksplorasi fenomena "Anak Versus Kurikulum", mengapa konflik ini muncul, dan bagaimana kita dapat mengatasi tantangan ini untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan berdaya guna.

"Pendidikan adalah kebebasan dalam perjalanan, tidak sekadar sampai di tujuan. Ada kegembiraan dalam gerakan itu sendiri." - Carl Rogers. Berdasarkan Kutipan tersebut, dalam proses pendidikan harus terdapat kegembiraan yang dirasakan oleh objek pendidikan yaitu anak, dalam konteks ini ketika melihat situasi sekarang dalam ranah Pendidikan khususnya SMP-SMA yang saya amati banyak anak yang tidak merasakan kegembiraan belajar di lembaga pendidikan, entah kurikulumnya yang tidak cocok atau memang minat anak dalam belajar yang rendah. Bahkan dalam rentan masa sekolah, masih banyak anak yang belum memiliki tujuan atau cita-cita dalam hidupnya, itu semua besar kemungkinan disebabkan oleh sistem pengajaran di sekolah atau yang sering kita kenal dengan istilah "Kurikulum".

Faktor mendasar dalam proses pendidikan adalah kondisi mengada yang kuncup; faktor lain adalah sasaran sosial tertentu, makna-makna, nilai-nilai, yang mengejawantah dalam pengalaman orang dewasa. Proses pendidikan adalah interaksi antara kekuatan-kekuatan tadi. Konsep tentang keterkaitan satu faktor dengan faktor lainnya yang memungkinkan terjadinya interaksi terlengkap dan paling bebas adalah intisari teori pendidikan.

Kurikulum berkata pada guru: "Beginilah kemampuan, pemenuhan, kebenaran dan keindahan dan perilaku yang terbuka bagi anak anak. Sekarang awasilah mereka agar hari demi hari kondisi yang ada sedemikian rupa sehingga kegiatan anak-anak sendiri lebih mengarah ke sini, menuju puncak dalam diri mereka sendiri. Biarkan sifat alamiah anak memenuhi takdirnya sendiri, yang terungkap bagimu di dunia dalam bentuk ilmu atau seni atau kesibukan apapun yang sekarang menjadi milik umat manusia."

Pertentangan fundamental antara anak melawan kurikulum didalangi oleh dua kata kunci yang saling berhadapan. 'Disiplin' adalah orang orang yang mementingkan mata pelajaran; 'Minat' adalah panji-panji mereka yang mengangkat 'Sang Anak' sebagai pusat pendidikan. Kaki yang pertama terpancang di wilayah logika; yang kedua mencengkram psikologi. Yang pertama menekankan pentingnya pelatihan dan keterpelajaran yang memadai bagi sang guru; yang kedua menekankan simpati guru pada si anak, agar guru memahami betul naluri alamiah anak itu. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang mesti dilakukan untuk sedikit meredam pertentang antara Anak Versus Kurikulum diantara;

Pertama, Ketegangan Antara Kebutuhan Anak dan Tuntutan Kurikulum. Ketegangan antara kebutuhan anak dan tuntutan kurikulum terkadang muncul karena kurikulum cenderung bersifat umum dan standar, sementara setiap anak memiliki minat, bakat, dan kebutuhan yang berbeda. Misalnya, anak-anak mungkin memiliki minat yang kuat dalam seni atau olahraga, tetapi kurikulum yang terfokus pada tes standar dan mata pelajaran inti sering kali tidak memberikan cukup ruang untuk mengeksplorasi minat mereka secara mendalam.

Kedua, Pentingnya Memahami Kecenderungan dan Potensi Anak. Untuk mengatasi ketegangan antara anak dan kurikulum, penting bagi pendidik dan orang tua untuk memahami kecenderungan dan potensi anak dengan lebih baik. Ini melibatkan mengamati dan mendengarkan anak-anak, mengetahui minat dan bakat mereka, serta memberikan dukungan dan kesempatan bagi mereka untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi mereka secara penuh.

Ketiga, Fleksibilitas dalam Pendekatan Pembelajaran. Salah satu cara untuk menyeimbangkan kebutuhan anak dengan tuntutan kurikulum adalah dengan memperkenalkan lebih banyak fleksibilitas dalam pendekatan pembelajaran. Ini bisa berarti memperluas kurikulum untuk mencakup lebih banyak mata pelajaran atau kegiatan yang sesuai dengan minat anak, atau memberikan lebih banyak pilihan dan kontrol kepada siswa dalam proses pembelajaran.

Keempat, Integrasi Mata Pelajaran dan Pembelajaran Berbasis Proyek. Pendekatan pembelajaran yang menekankan integrasi mata pelajaran dan pembelajaran berbasis proyek dapat menjadi solusi untuk mengatasi konflik antara anak dan kurikulum. Dengan memadukan berbagai mata pelajaran dalam konteks proyek-proyek yang relevan dan menarik bagi siswa, kita dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan mendalam.

Kelima, Pendekatan Pendidikan Berbasis Kecerdasan Majemuk. Teori kecerdasan majemuk oleh Howard Gardner menekankan pentingnya mengakui dan menghargai keberagaman bakat dan minat siswa. Dengan memahami bahwa setiap anak memiliki kecerdasan yang unik, pendidik dapat merancang kurikulum dan strategi pembelajaran yang lebih beragam dan inklusif, sehingga dapat menjangkau semua jenis kecerdasan dan memfasilitasi pertumbuhan yang holistik.

Keenam, Peran Orang Tua dalam Mendukung Anak dalam Pendidikan. Orang tua juga memainkan peran penting dalam membantu anak mengatasi tantangan yang muncul antara kebutuhan mereka dan tuntutan kurikulum. Dengan mendukung minat dan bakat anak, berkolaborasi dengan pendidik untuk merancang pengalaman pembelajaran yang sesuai, dan memberikan dukungan emosional dan motivasi, orang tua dapat membantu anak menavigasi perjalanan pendidikan mereka dengan lebih sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun