Penulis: Rifqi Nuryadin, Taufik Rohman Assyam, Abil Izz Azzuhri, Lehon Hutabarat, Ester Mimin Josepin
Permasalahan yang banyak terjadi pada masa saat ini yaitu kecanduan pornografi pada remaja. Remaja merupakan peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Perubahan kognitif, fisik, dan emosional terjadi pada fase ini (Hurlock, 1999). Seksualitas menjadi bagian penting dari proses tersebut. Remaja mengembangkan kemampuan untuk mengekspresikan perasaan seksual mereka dan menjadi lebih sadar akan seksualitas mereka sendiri. Didorong rasa ingin tahu yang besar dan minat yang meningkat terhadap seksualitas, mereka mulai mencari informasi tentang seksualitas, terutama di internet.
Namun sayangnya, aksesbilitas informasi terkait seksualitas secara online, menjadi salah sasaran. Mereka rentan terpapar konten pornografi, berupa foto, video, atau film dewasa. Tercatat, Indonesia menempati urutan ketiga pengakses pornografi terbesar di dunia (Maisya & Masitoh, 2020). Iklan yang mengandung pornografi sering muncul di layar meskipun kita tidak sedang mengakses situs porno (Fevriasanty, 2020).
Umumnya, remaja terpapar pornografi kali pertama pada rentang usiai 12 -- 15 tahun (Yunengsih & Setiawan, 2021). Remaja sangat rentan terhadap dampak pornografi karena otak dan tubuh mereka yang masih berkembang. Bentuk kecanduan pornografi pada remaja, diantaranya sexting(Fs et al., 2021), sex chat (Aprisye et al., 2019), cybersex (Anggreiny & Sarry, 2018), mengakses situs porno, maupun menonton video porno (Hasyim et al., 2018). Fenomena sexting ini meningkat seiring dengan perkembangan telepon pintar, misalnya dengan mengirim gambar, video, maupun teks yang mengandung unsur seksual secara eksplisit (Strasburger et al., 2019).
Ditinjau dari segi gender, ditemukan bahwa laki-laki cenderung lebih banyak mengakses dan melakukan imitasi perilaku seksual dibandingkan dengan perempuan Jurnal Flourishing, 2(8), 2022, 553--558 555 (Hasyim et al., 2018; Pradita, 2019). Diduga, faktor budaya ikut berperan dimana laki-laki cenderung lebih bebas dalam mengakses situs maupun materi pornografi.
Berdasarkan survey yang dilaksanakan Kemenkes tahun 2017 sebanyak 94% siswa pernah mengakses konten porno yang diakses melalui komik sebanyak 43%, internet sebanyak 57%, game sebanyak 4%, film/TV sebanyak 17%, Media sosial sebanyak 34%, Majalah sebanyak 19%, Buku sebanyak 26%, dan lain-lain 4%.
Pornografi sendiri merupakan sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitas seksual yang melanggar norma kesusilaan (UU No. 44 Th 2008 tentang pornografi). Sudah menjadi rahasia umum bila pornografi dapat menimbulkan kecanduan, candu pornografi menjadi salah satu isu serius di seluruh dunia, termasuk indonesia.
Dari hasil survey di atas bahwa terdapat beberapa ciri-ciri anak atau remaja yang kecanduan pornografi perlu diketahui oleh orang tua adalah :
- Sering tampak gugup apabila ada yang mengajaknya komunikasi, menghindari kontak mata.
- Tidak punya gairah aktivitas, prestasi menurun
- Malas, enggan belajar dan enggan bergaul, sulit konsentrasi
- Enggan lepas dari gawainya (gadget), bila ditegur dan dibatasi penggunaannya akan marah
- Senang menyendiri, terutama dikamarnya, menutup diri
- Melupakan kebiasaan baiknya.
Menurut Hald dan Malamuth (2008), perilaku penggunaan pornografi mempunyai dampak positif dan negatif terhadap masyarakat. Di satu sisi, pornografi dapat berfungsi sebagai sarana informasi pendidikan dan seksual yang tidak tersedia di tempat lain, demi kepentingan sebagian orang. Namun, terlepas dari manfaat seks yang sehat, penggunaan pornografi dapat menimbulkan dampak negatif dalam arti dapat memutarbalikkan gagasan tentang seksualitas, menumbuhkan ketidakpuasan dalam hubungan, dan mengganggu kemampuan untuk membentuk interaksi sosial yang sehat. Selain itu, seperti yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian, konsumsi pornografi juga dapat mendorong terbentuknya kebencian terhadap perempuan dan mengurangi empati terhadap pasangan seksual.
Dampak dari Pornografi