Mohon tunggu...
Rifqi Fadhlurrachman
Rifqi Fadhlurrachman Mohon Tunggu... -

International Relations UNPAS '12 / Editor @CSSJournal\r\nrifqifrakhman.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kemandulan Negara Anggota Gerakan Non-Blok dalam Orbit Rejim Ekonomi-Politik Global

28 Mei 2013   19:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:53 2092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan Non-Blok telah berusia 53 tahun sejak di dirikan tahun 1961, GNB lahir dari konstelasi politik internasional pada saat itu yang sangat kental dengan nuansa pertentangan antara blok timur dan barat. Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito adalah tokoh-tokoh yang memegang peran kunci sejak awal dan dikenal sebagai para pendiri GNB, lima pemimpin itu berkumpul dan sepakat untuk mendirikan sebuah gerakan politik yang tidak memihak pada blok manapun atau sebuah kendaraan bagi negara-negara berkembang untuk menegaskan kemerdekaan mereka dari klaim yang bersaing dari dua negara adidaya. Sehingga gerakan ini disebut Gerakan Non Blok (GNB) yang diawali dengan pertemuan Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun tahun 1955 yang diakui sebagai cikal bakal Gerakan Non Blok.

GNB bukan merupakan organisasi formal yang bersifat mengikat diantara negara anggotanya, GNB adalah sebuah forum yang ditujukan untuk menggalang solidaritas, menumbuhkan rasa percaya diri serta untuk menyatukan visi juga bentuk emansipasi politik negara-negara dunia ketiga untuk menciptakan dunia yang aman, bebas dari perang, kemiskinan, keterbelakangan, dan lepas dari belenggu penjajahan. Walaupun bukanlah organisasi formal namun anggota-anggota GNB yang merupakan dua-pertiga dari keseluruhan anggota PBB sangat mempunyai kekuatan untuk memperkuat peran negara-negara berkembang dalam proses pengambilan keputusan dan penguatan peran di PBB.

Transformasi Visi Pasca Perang Dingin

Berakhirnya perang dingin sejak runtuhnya tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun 1989, bubarnya Uni Soviet tahun 1991 menimbulkan pertanyaan masih relevan kah Gerakan Non-Blok di dunia sekarang ini?. Apa saja yang di bahas para pemimpin negara anggota GNB dalam setiap KTT yang dilaksanakan setiap 3 tahun sekali untuk mewujudkan tujuan awal dibentuknya GNB dengan peta kekuatan dunia yang telah mengalami perubahan yang sangat dramatis sejak berakhirnya perang dingin.

Untuk menghadapai tantangan global, seperti krisis energi, keuangan, atau food security , GNB harus terus mengembangankan kapasitas dan arah kebijakan agar mampu menjadikan keberadaannya tetap relevan maka diperlukan partisipasi aktif dalam mencari solusi global. [1] Isyu selama perang dingin dan awal pembentukan GNB mulai teralihkan kepada keamanan yang tidak mencakup isu militer, misalnya, lingkungan hidup dan perubahan iklim, ketersediaan sumber daya alam, migrasi illegal, perdagangan manusia dan obat terlarang, kesehatan manusia dan bahkan kesenjangan ekonomi antara negara berkembang dengan negara maju.

Langkah untuk mengembangkan kapasitas dan arah kebijakan GNB agar tetap relevan sudah dilakukan sejak KTT GNB ke V, tahun 1976 di Colombo, Sri Lanka yang di pimpin oleh PM Ny. Sirimavo Bandaranaike. KTT ini mempertegas kepentingan negara-negara Non Blok yang dirugikan oleh tata ekonomi dunia yang tidak adil, yang dapat mengancam perdamaian dunia. Hasil dari KTT ini adalah “Deklarasi dan Program Aksi Colombo” yang intinya: melanjutkan dan meningkatkan program Gerakan Non Blok ke arah tata ekonomi dunia baru. Pada pelaksanaan KTT yang dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya pun pengembangan isu yang menjadi perhatian terus dikembangkangkan seperti pada KTT XIV GNB di Havana tahun 2006 yang merumuskan “Declaration on The Purposes and Principles and The Role of The Non-Aligned Movement in The Present International Juncture”, khususnya dalam Dokumen I bagian 8q yang berbunyi :

“To respond to the challenges and to take advantage of the opportunities arising from globalization and interdependence with creativity and a sense of identity in order to ensure its benefits to all countries, particularly those most affected by underdevelopment and poverty, with a view to gradually reducing the abysmal gap between the developed and developing countries”. [2]

Neo-Kolonialisme; Eksploitasi Rejim Ekonomi-Politik Global

Usaha-usaha untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan GNB ini bukan tidak mendapat hambatan, bahkan tantangan yang begitu berat sangat terlihat jelas terutama mengenai masalah ekonomi, sebab, masalah-masalah kemanusiaan akan dapat diatasi jika kesejahteraan masyarakat tercapai sementara di negara-negara berkembang masih banyak rakyatnya yang hidup dibawah garis kemiskinan. Sebagai contoh, pada 1960, rasio kesenjangan antara negara kaya dan Negara miskin adalah 30:1, namun 30 tahun kemudian rasionya meningkat tajam menjadi 61:1.

Kolonialisme model baru yang bisa kita lihat dan rasakan di berbagai belahan dunia dimana ketidakadilan  sosial, ekonomi dan politik global terus berlanjut mengajak kita untuk mempertanyakan peran para negara anggota untuk membuktikan eksistensi GNB. Sebagaimana kolonialisme telah digantikan oleh fenomena neo-kolonialisme dalam bentuk eksploitasi ekonomi oleh MNC karena proses LPG (liberalisasi, privatisasi, dan globalisasi) atau yang lebih dikenal dengan ide neo-liberalisme.

Ide neoliberal banyak diterapkan negara-negara maju dan berkembang pasca perang dingin yang percaya pada deregulasi pasar, institusi-institusi internasional seperti IMF dan World Bank dengan program structural adjustment-nya, WTO dengan kebijakan perdagangan bebas , serta non-state actor seperti perusahaan multi nasional atau lembaga-lembaga nonpemerintah.

GNB harus memainkan peran positif dalam membuat globalisasi inklusif dan harus berusaha untuk mencapai tatanan ekonomi internasional yang adil dan relevansi GNB saat ini untuk semua negara anggotanya, sebagai peran aktif negara dalam politik internasional, yang harus selalu dimasukan dalam visi baru yang mengarah kepada kerjasama ekonomi internasional dan peningkatan potensi ekonomi negara anggota. Masalah terberat yang dihadapi negara-negara non-blok untuk ikut berperan dalam perkembangan sesama negara anggota adalah melemahnya peran negara akibat rejim ekonomi liberal yang mendominasi.

Francis Fukuyama mengatakan bahwa sejarah telah berakhir, namun berbeda dengan Kenichi Ohmae yang memberikan pernyataan tentang hal ekonomi dan melemahnya peran negara. Ia mengatakanyang sesungguhnya berakhir adalah sejarah negara-bangsa. Kenichi Ohmae menulis:

“Sejarah belum berakhir, justru kini makin banyak orang-orang yang ingin ikut ambil bagian dalam sejarah. Namun, ketika mereka mencari perlindungan dan sumber-sumber ekonomi, ternyata negara sudah tidak berperan. Ternyata penentu dalam perekonomian pasca-sosialisme ini adalah kelompok-kelompok ekonomi lintas negara seperti OPEC, G7, ASEAN, APEC, NAFTA, EU. “

Munculnya organisasi-organisasi bertaraf dunia yang mengatur aspek-aspek penting memandulkan peran negara sekaligus menjadi penentu utama perkara ekonomi. Yang paling kentara terlihat adalah peran WTO (World Trade Organization), yang menjadi regulator atas perekonomian dunia lintas negara dengan beranggotakan paling kurang 150 negara. Melemahnya peran negara dan digantikan dengan organisasi-organisasi bertaraf internasional dan juga korporasi-korporasi bertaraf internasional menunjukkan bagaimana globalisasi adalah juga sebuah sistem perekonomian yang terintegrasi dengan penentu dan penguasa utamanya hanyalah segelintir kalangan saja. [3]

Peran paling penting bagi GNB saat ini terletak pada membingkai agenda ekonomi konkret untuk sebuah tatanan ekonomi internasional yang adil. Globalisasi dan liberalisasi di seluruh dunia telah menimbulkan persoalan ekonomi yang kompleks, Kesenjangan semakin melebar. WTO dinilai telah gagal untuk memberikan keuntungan ekonomi yang memadai bagi dunia ketiga juga gagal mencapai konsensus dalam banyak hal.

Peran negara-negara besar anggota GNB dalam negosiasi untuk memajukan dan melindungi hak-hak perdagangan dan peluang negara-negara berkembang sangat ditunggu sebagai bukti kontribusi bagi relevansi visi GNB.

Relevansi GNB Untuk Semua Negara Anggota

Ketika Indonesia terpilih menjadi anggota Dewan Keamanan PBB, Suara yang didapat Indonesia antara lain dari Negara anggota GNB. Ada political investment baik di GNB atau secara personal. [4]Kedekatan Indonesia dengan negara-negara berkembang yang tergabung dalam GNB dan cukup dekatnya Indonesia dengan maju merupakan suatu keuntungan.

Dalam hal ini kita harus menelaah secara kritis sejauh mana peran negara-negara anggota GNB dalam proses penataan dunia yang adil dan damai, perbaikan mekanisme dalam menyelesaikan konflik internal antar anggota, dan melindungi negara anggota dari tekanan eksternal, serta menciptakan strategi jangka panjang, pendek, dan menengah sehingga peran GNB pada tingkat global akan terus relevan. [5]

Indonesia dan beberapa anggota penting lainnya dapat memimpin transformasi visi GNB agar tetap relevan, lebih aktif dan berani memperlihatkan eksistensi GNB sebagai sebuah gerakan yang terlahir dari semangat Dasa Sila Bandung serta menghilangkan stigma bahwa GNB hanyalah sekumpulan negara dunia ketiga yang merasa terpinggirkan yang objek pembangunan negara-negara dunia pertama.

[1] Dikutip dari situs http://www.antaranews.com Juli 2011.

[2] Dikutip dari situs http://www.cubanoal.cu/ingles/docadoptados/principios.htm 22 Desember2010

[3] Dikutip dari artikel “Penjajahan Melalui Monopoli Teknologi” yang ditulis Berto Tukan. http://www.indoprogress.com/penjajahan-melalui-monopoli-teknologi 21 Maret 201

[4] Dikutip dari Pernyataan Pers Duta Besar Perwakilan Tetap RI untuk PBB, Hassan Kleib. http://news.detik.com/read/2011/05/24/150930/1645943/10/tidak-ada-yang-pernah-tanya-relevansi-gnb-di-pbb Mei 2011.

[5] Dikutip dari Pernyataan Pers Menteri Luar Negeri RI Refleksi Tahun 2002 dan Proyeksi Tahun 2003 di Jakarta, Januari 2003.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun