Mohon tunggu...
Rifqi Fadhillah
Rifqi Fadhillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

MAHASISWA MUHAMMADIYAH MALANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum dan Peraturan Media di Indonesia

21 Juni 2021   10:16 Diperbarui: 21 Juni 2021   10:44 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum, sektor media di Indonesia yang terdiri dari media cetak, media elektronik, dan media internet diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), UU ITE, dan UU Penyiaran yang secara khusus mengatur tentang penyiaran media elektronik. Menurut UU Pers, pers adalah lembaga sosial dan forum komunikasi massa untuk kegiatan jurnalistik. ]

Kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, gambar dan suara, sebagai data atau grafik, atau dalam bentuk lain melalui media cetak, media elektronik, dan saluran lain yang tersedia. Mengingat pentingnya peran pers nasional sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, maka penyampaian informasi kepada masyarakat melalui media penyiaran diatur.

Pemberlakuan UU Penyiaran tidak merusak regulasi pers di bawah UU Pers. Media penyiaran, dan pers, merupakan bentuk komunikasi massa yang saling berbeda. Oleh karena itu, media penyiaran dan pers diatur secara terpisah. Berdasarkan UU Penyiaran, kegiatan penyiaran dilakukan oleh lembaga penyiaran, lembaga swasta atau publik, lembaga penyiaran komunitas atau lembaga penyiaran khusus. Dalam UU Penyiaran, lembaga-lembaga tersebut tunduk pada peraturan yang berlaku dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Penyelenggaraan kegiatan penyiaran berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Menkominfo, khususnya di bawah Direktorat Penyiaran.

Selain itu, penyelenggaraan kegiatan penyiaran juga diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Penyiaran. KPI berada di pusat atau daerah Indonesia sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam bidang penyiaran. Menkominfo dan KPI telah mengeluarkan Peraturan Menkominfo No. 32 Tahun 2013, yang kemudian diubah dengan Peraturan Menkominfo No. 26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital dan Penyiaran Multiplexing Melalui Sistem Terestrial (Peraturan Penyiaran TV Digital) tanggal 27 Desember 2013, untuk meningkatkan kualitas penerimaan program siaran televisi melalui penyelenggaraan televisi terestrial digital. Atas adanya kebijakan melalui UU tersebut membuat penulis akan membahas lebih lanjut terkait hukum media dan regulasi yang berlaku di Indonesia.

Secara umum, sektor media di Indonesia yang terdiri dari media cetak, media elektronik, dan media internet diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), UU ITE, dan UU Penyiaran yang secara khusus mengatur tentang penyiaran. media elektronik. Menurut UU Pers, pers adalah lembaga sosial dan forum komunikasi massa untuk kegiatan jurnalistik. 

Kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, gambar dan suara, sebagai data atau grafik, atau dalam bentuk lain melalui media cetak, media elektronik, dan saluran lain yang tersedia. Mengingat pentingnya peran pers nasional sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, maka penyampaian informasi kepada masyarakat melalui media penyiaran diatur.

Pemberlakuan UU Penyiaran tidak merusak regulasi pers di bawah UU Pers. Media penyiaran, dan pers, merupakan bentuk komunikasi massa yang saling berbeda. Oleh karena itu, media penyiaran dan pers diatur secara terpisah. Berdasarkan UU Penyiaran, kegiatan penyiaran dilakukan oleh lembaga penyiaran, lembaga swasta atau publik, lembaga penyiaran komunitas atau lembaga penyiaran khusus. Dalam UU Penyiaran, lembaga-lembaga tersebut tunduk pada peraturan yang berlaku dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. 

Penyelenggaraan kegiatan penyiaran berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Menkominfo, khususnya di bawah Direktorat Penyiaran. Selain itu, penyelenggaraan kegiatan penyiaran juga diatur oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Penyiaran. KPI berada di pusat atau daerah Indonesia sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam bidang penyiaran.

Menkominfo dan KPI telah mengeluarkan beberapa peraturan pelaksana sebagai pedoman bagi lembaga penyiaran untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan peraturan penyiaran Indonesia. Menkominfo telah menerbitkan Peraturan Menkominfo No. 32 Tahun 2013, yang kemudian diubah dengan Peraturan Menkominfo No. 26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital dan Penyiaran Multiplexing Melalui Sistem Terestrial (Peraturan Penyiaran TV Digital) tanggal 27 Desember 2013, untuk meningkatkan kualitas penerimaan program siaran televisi melalui penyelenggaraan televisi terestrial digital.

Secara umum, berbagai aspek periklanan melalui media penyiaran diatur dalam UU Penyiaran, UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi) dan KUHP. Lebih khusus lagi, iklan media penyiaran juga tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Etik Periklanan Indonesia yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia, persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI, dan peraturan terkait lainnya. Isi iklan media penyiaran menjadi tanggung jawab lembaga penyiaran.

Berdasarkan UU Penyiaran, durasi iklan komersial untuk lembaga penyiaran swasta dibatasi maksimal 20 persen dari total durasi siaran harian. Setidaknya 10 persen dari durasi iklan komersial harus dialokasikan untuk iklan layanan masyarakat sosial. UU Penyiaran lebih lanjut melarang :

  • Promosi ajaran agama, ideologi, orang atau kelompok, yang menyinggung perasaan atau merendahkan agama, ideologi, orang atau kelompok lain;
  • Promosi minuman keras atau sejenisnya dan zat atau bahan adiktif apa pun;
  • Promosi rokok yang memperlihatkan bentuk fisik rokok;
  • Hal lain yang bertentangan dengan kepatutan, moralitas atau nilai-nilai agama; dan
  • Eksploitasi anak di bawah 18 tahun.
  • Iklan online tidak diatur dalam UU Penyiaran. Secara khusus diatur dalam Peraturan Etik Periklanan Indonesia dan tunduk pada UU ITE, UU Pornografi dan KUHP Indonesia.

Konten media baru, dan penyampaiannya, diatur secara berbeda dari media penyiaran tradisional sejauh media baru berbentuk informasi elektronik. Media baru dalam bentuk elektronik tunduk pada UU ITE dan peraturan pelaksanaannya, bukan UU Penyiaran.Belum ada regulasi yang secara khusus menyebut istilah 'media baru'. 

Namun demikian, istilah 'media baru' didefinisikan oleh Peraturan Etika Periklanan Indonesia sebagai saluran komunikasi non-konvensional yang secara elektronik menyampaikan pesan iklan dalam bentuk teks, tanda, gambar atau pedomannya, baik online maupun offline, dengan atau tanpa premi. biaya harga. Ini melibatkan penyedia layanan akses internet, host konten internet, pengembang konten, agregator ASP, penyedia tautan, dan perusahaan telekomunikasi.

Berdasarkan semua yang telah penulis uraikan diatas, penulis menyimpulkan bahwa undang-undang media mensyaratkan bahwa isi siaran mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat bagi pembentukan intelektual, moral karakter, dan kemajuan. Siaran juga harus memajukan kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta menerapkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Peraturan KPI No. 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (Pedoman Penyiaran) mengarahkan lembaga penyiaran antara lain untuk menghormati dan menjunjung tinggi norma, nilai agama, dan multikulturalisme Indonesia.

Pedoman Penyiaran dan Standar Penyiaran selanjutnya mewajibkan lembaga dan program penyiaran untuk menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan. Ini termasuk keragaman budaya, usia, jenis kelamin dan kehidupan ekonomi atau sosial. Peraturan tersebut juga melarang lembaga penyiaran menayangkan program yang merendahkan, mempermalukan, atau menimbulkan konflik antar suku, agama, ras, atau antar suku. Ini termasuk kelompok berdasarkan keragaman budaya, usia, jenis kelamin atau kehidupan sosial ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun