Saat ini, iuran kelas I, kelas II, dan kelas III BPJS Kesehatan yang masing-masing bernilai Rp 80.000, Rp 51.000, dan Rp 25.500. "Nah itu kelas tiga dihitung tahun 2015 itu harusnya Rp 33.000, tapi diputuskan Rp 25.500 artinya ada gap Rp 7.500 di angka ideal. Kelas dua juga itu di Rp 63.000, diputuskan Rp 51.000, jadi ada gap Rp 12.000. Hanya kelas 1 di tahun 2015 itu yang sesuai Rp 80.000 per orang per bulan," kata Fachmi kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (28/9/2018). Sementara untuk iuran BPJS PBI (Peserta Bantuan Iuran) serta penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah saat ini sebesar Rp 23.000. Padahal, dalam hitungan DJSN 2015 seharusnya nilai ideal Rp 36.000.
Dari proses penetapan iuran saja BPJS memang didesain untuk merugi sehingga ketika hulunya terjadi masalah hilir nyapun akan terjadi masalah pula dan ini menjadi bola salju.Â
Disisi lain anggaran yang tidak mencukupi itu terdapat masalah pula dalam pencairan dana PBI dari pemerintah daerah kepada BPJS. Masalah lain juga terjadi dari dana iuran yang tertunggak parahnya lagi yang menunggak salah satunya pemerintah daerah atau kota.Â
Pemerintah Kota Tarakan salah satu daerah yang menunggak pembayaran iuran PBI. Total premi yang tertunggak mencapai Rp 1,2 miliar, dengan jumlah peserta PBI yang ditanggung Pemkot Tarakan sebanyak 16.335 orang. Mereka menjadi peserta kelas III dengan biaya premi Rp 25.500 per orang.Â
Data tunggakan peserta Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sampai September tahun ini yang diperoleh Bulungan Post, secara keseluruhan mencapai Rp 17.131.089.203. Tunggakan tersebut terdiri dari tunggakan peserta kelas III sebesar Rp 7.581.254.573, kelas II sebesar Rp 4.814.875.949 dan kelas I sebesar Rp 4.734.958.681.
Masalah lain dengan sistem BPJS yaitu BPJS membuat skema pembayaran dengan sistem Kapitasi untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Indonesian Case Base Groups (INA-CBG's) untuk Faskes Rujukan. BPJS sekarang masuk dalam ranah puskesmas, seharusnya BPJS fokus pada masalah kuratif bukan promotif dan preventif namun saat ini BPJS juga ikut partisipasi pada ranah puskesmas yang notabenenya puskesmas fokusnya pada promotif dan preventif.Â
Saat ini banyak puskesmas yang sulit beroperasi karena banyak dana kapitasi tidak cair karena aspek tata laksana dan sumber daya. Sejumlah persoalan terjadi, antara lain lemahnya pemahaman dan kompetensi petugas kesehatan di puskesmas dalam menjalankan regulasi.
Pada sistem INA-CBG's, sudah 3 tahun tarif tidak dikaji ulang padahal seiring tingkat ekonomi yang sangat dinamis seperti UMR yang naik, tingkat inflasi, kurs yang terus meningkat, perkembangan teknologi yang semakin maju seharusnya INA-CBG's mengikuti perkembangan itu. INA-CBS's pada dasar nya juga memberikan tarif di bawah tarif pasar, ditambah tidak ada peningkatan tarif semakin menjeritlah Pelayanan Kesehatan.
Peningkatan angka kesakitan terutama yang membutuhkan perawatan di Faskes lanjutan juga menjadi masalah tersendiri. Banyak puskesmas yang seharusnya menjadi penyokong utama promotif dan preventif malah membuka fasilitas rawat inap meskipun saat ini sudah banyak yang di atur ulang namun hal itu menunjukan betapa kacaunya sistem yang terjadi. Ketika masalah pembiayaan kesehatan ini hanya difokuskan pada sektor kuratif uang berapa pun total nya akan habis karena yang penting itu mencegah bukan mengobati.Â
System rujukan yang belum maksimal juga menjadi masalah yang krusial sehingga terjadi penumpukan pasien di rumah sakit. Padahal sebagian besar kasus seharusnya bias di selesaikan di Puskesmas, hal ini terjadi pula karena di SDM di Puskesmas belum memadai. ketika pasien sudah dirujuk ke Faskes lanjutan dan kondisinya sudah membaik seharusnya dirujuk kembali ke Faskes awal sehingga sistem tsb akan meningkatkan efisiensi biaya dan monitoring masyarakat.
Akhir kata, Universal Health Coverage haruslah tetap di perjuangkan karena ini adalah amanat UUD 45 dan Pancasila. JKN haruslah terus diperjuangkan. Indonesia memang masih awal dan belum memiliki pengalam dalam pengembangan UHC jadi bias dikatakan wajar bila masih banyak masalah. Namun masalah ini perlu perhatian khusus sehingga masalah yang sama tidak terjadi ditahun-tahun berikutnya.