Tidak seperti buku self improvement lainnya, buku ini didominasi oleh dialog antara seorang filsuf dengan seorang pemuda yang tidak puas dengan hidupnya sehingga membuat banyak penyangkalan baik dari pemuda tersebut atau mungkin para pembaca. Bahkan di tokoh pemuda tersebut mempermasalahkan mengenai kebahagiaan yang dapat diraih dengan mudah. Menariknya, filsuf tersebut tetap menjawab dengan memberi pemahaman yang baik dan bijaksana. Selain itu, pembagian bab dalam buku ini menggunakan kata "malam". Hal ini dikarenakan tokoh pemuda tersebut selalu mengunjungi filsuf saat malam hari. Dialog malam antara pemuda dan filsuf ini berlangsung hingga malam ke-5.
Ada banyak konsep psikologi yang dapat diambil dari buku ini. Pertama, teori psikologi Adler tidak menganggap penting masa lalu atau secara istilah disebut teleologi. Artinya, teori Adler tidak mengakui adanya konsep selalu ada sebab sebelum akibat. Kedua, gaya hidup. Adler lebih memilih menggunakan istilah gaya hidup dibanding konsep kepribadian. Maksudnya, seseorang berpotensi memilih kepribadiannya sendiri. Ketiga, hubungan interpersonal. Bahagia atau tidaknya seseorang tergantung terhadap hubungan interpersonalnya. Contoh penggunaan kasus dalam buku ini juga sangat membantu dalam mendefinisikan konsep-konsep psikologi seperti teologi, aetiologi, dan lain-lain.
Bab yang paling berkesan menurut saya adalah bab yang berjudul "Jangan hidup demi memenuhi ekspestasi orang lain". Bab ini sangat berkesan karena sampai saat ini banyak orang termasuk saya masih bergantung terhadap ekspestasi orang lain. Buku ini menyadarkan bahwa tidak akan ada habisnya apabila kita harus memenuhi ekspestasi orang. Jika kita hidup hanya untuk pengakuan dari orang lain maka kitalah yang akan menderita. Contoh kasus seperti tentu banyak kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Secara tidak sadar, lama kelamaan kita membuang jati diri kita sendiri karena terlalu sibuk memuaskan ekspestasi mereka. Begitu pula dengan orang lain tidak hidup untuk memuaskan ekspestasimu.
Bab yang menarik selanjutnya adalah bab yang berjudul "Jangan menegur atau memuji". Sebelumnya saya sendiri tidak sadar atas dampak yang diberikan saat kita menegur atau memuji orang lain. Setelah membaca buku ini saya mengerti alasannya. Ketika kita memuji orang lain secara tidak sadar kita bertujuan memanipulasi orang yang memiliki kemampuan lebih rendah dari dirinya. Hal ini dilakukan bukan karena rasa terima kasih atau hormat. Begitupula dengan menegur orang lain. Perbedaan keduanya hanya terletak pada ganjaran atau hukuman. Berlandaskan teori psikologi Adler yang menolak hubungan vertikal dan mengusulkan hubungan horizontal, maksud hubungan horizontal disini adalah setara tapi tak sama. Yang membuat saya takjub adalah saya akhirnya sadar bahwa pujian malah membangun keyakinan bahwa prang yang dipuji tidak memiliki kemampuan karena hal tersebut sama saja dengan bergantung pada hubungan vertikal. Jika orang tersebut sedang membangun hubungan horizontal, maka akan ada kata-kata terima kasih, rasa hormat dan sukacita yang lebih terus terang.
Kelebihan buku ini adalah secara fisik buku ini memiliki desain yang tidak terlalu besar, simpel namun layaknya buku berkelas tidak menggunakan cover yang mencolok. Untuk bagian isi buku ini memiliki pembahasan yang menarik seputar psikologi yang mungkin belum banyak diketahui sebelumnya karena sulitnya memahami teori psikologi Adler. Sebagai buku bertemakan filsuf dan psikologi buku ini tidak membuat pembaca bosan karena cara penyampaiannya yang menyenangkan untuk dipahami sehingga membuat pembaca betah berlama-lama. membaca buku ini karena sering kali pembaca merubah sudut pandang untung melihat sesuatu dari sisi lainnya. Penulisan buku ini unik karena menggunakan dialog sebagai salah satu cara penyampainnya. Di dalam nya mengandung berbagai pendapat-pendapat filsuf-filsuf terkenal sehingga dapat menambah pengetahuan pembaca.
Kekurangan buku ini adalah di beberapa topik tidak dijelaskan secara mendalam dan terlalu cepat. Pada buku "berani tidak disukai" ini terdapat beberapa kata yang sulit dicerna sehingga dapat membuat pembaca kesulitan memahami isi bacaan tersebut. Banyaknya halaman pada buku ini dapat menyulitkan orang-orang yang produktif karena membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyelesaikan buku ini yang padahal buku ini sangat bermanfaat bagi orang-orang yang produktif. Buku ini tidak bisa dipahami sekali baca sehingga butuh pengulangan dalam memahami isi bacaannya dengan baik. Dalam pemberian contoh, seringkali tokoh filsuf menggunakan orang lain sebagai pengibaratan sehingga memunculkan kebingungan atau tanda tanya bagi pembaca.
Buku ini sangat direkomendasikan untuk pelajar kisaran 17 tahun keatas hingga orang dewasa bukan karena apa, tetapi penggunaan kata seorang filsuf yang akan sulit dicerna bagi anak-anak yang dibawah umur. Selain daripada itu, buku ini disarankan bagi orang-orang yang menyukai teori psikologi dan filsuf, orang-orang yang sedang mencari jati diri, dan orang-orang yang memiliki sifat sebagai people pleaser. Banyak ilmu yang dapat diserap dan diterapkan dalam kehidupan. Buku ini harus dibaca para remaja hingga dewasa setidaknya satu kali dalam hidup karena banyaknya ajaran yang dapat membuka jalan pikiran sehingga tidak terpaku pada hal yang tidak membangun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H