Mohon tunggu...
Rifqi Abdurrahman
Rifqi Abdurrahman Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan UU Dwikewarganegaraan dan Respon Pemerintah terhadap Dwikewarganegaraan

3 Juli 2024   17:30 Diperbarui: 3 Juli 2024   17:52 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dwikewarganegaraan atau memiliki dua kewarganegaraan, adalah situasi di mana seseorang memiliki kewarganegaraan dua negara berbeda. Kasus dwikewarganegaraan dapat timbul dari berbagai alasan, seperti kelahiran di luar negeri, pernikahan dengan warga negara lain, atau proses naturalisasi. Namun, memiliki dua kewarganegaraan dapat menimbulkan konflik identitas dan hak-hak warga negara, serta mempengaruhi status hukum dan keamanan seseorang.

Menurut saya Dwikewarganegaraan dapat menimbulkan beberapa masalah, seperti:

1. Konflik Identitas: Dwikewarganegaraan dapat membuat seseorang memiliki identitas yang ambigu, sehingga sulit untuk menentukan status hukum dan keamanan. Hal ini dapat berdampak pada hak-hak warga negara, seperti hak untuk memiliki properti, berpartisipasi dalam pemerintahan, atau memperoleh perlindungan hukum.

2. Hak-Hak Warga Negara: Dwikewarganegaraan dapat mempengaruhi hak-hak warga negara, seperti hak untuk memiliki properti, berpartisipasi dalam pemerintahan, atau memperoleh perlindungan hukum. Negara yang memiliki kewarganegaraan seseorang dapat memiliki aturan yang berbeda-beda tentang hak-hak warga negara, sehingga dapat menimbulkan konflik.

3. Status Hukum: Dwikewarganegaraan dapat menimbulkan konflik status hukum, seperti apakah seseorang dianggap sebagai warga negara atau bukan. Hal ini dapat berdampak pada hak-hak warga negara dan keamanan seseorang.

4. Keamanan: Dwikewarganegaraan dapat menimbulkan masalah keamanan, seperti apakah seseorang dianggap sebagai warga negara atau bukan. Hal ini dapat berdampak pada hak-hak warga negara dan keamanan seseorang.

Dalam beberapa kasus, dwikewarganegaraan dapat menimbulkan konflik identitas dan hak-hak warga negara yang signifikan. Oleh karena itu, penting untuk memahami aturan dan regulasi yang berlaku di setiap negara terkait dengan kewarganegaraan dan hak-hak warga negara. Dengan demikian, seseorang dapat memahami status hukum dan keamanan yang diperoleh dari memiliki dua kewarganegaraan dan memastikan hak-hak warga negara yang diperoleh dari kewarganegaraan tersebut.

Dalam artikel ini, saya akan membahas lebih lanjut tentang kasus dwikewarganegaraan, termasuk perubahan UU terkait Dwikewarganegaraan dan respon pemerintah terhadap dwikewarganegaraan. Dengan demikian, kita dapat memahami lebih lanjut tentang perubahan UU terkait Dwikewarganegaraan yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan respon pemerintah terhadap kasus Dwikewarganegaraan.

• Argumen saya untuk dan melawan dwikewarganegaraan

=> Argumen untuk dwikewarganegaraan.

1. Kemerdekaan Pribadi: Dwikewarganegaraan memberikan individu lebih banyak pilihan dan kebebasan dalam memilih negara tempat tinggal dan berkontribusi. Mereka dapat memilih negara yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai mereka.

2. Keterbukaan Perekonomian: Dwikewarganegaraan memungkinkan individu untuk memiliki akses ke pasar dan sumber daya yang lebih luas, sehingga meningkatkan kemampuan mereka dalam berbisnis dan berinvestasi. Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

3. Keterbukaan Pendidikan: Dwikewarganegaraan memungkinkan individu untuk memiliki akses ke sistem pendidikan yang lebih luas dan beragam, sehingga meningkatkan kesempatan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup.

=> Argumen saya melawan dwikewarganegaraan.

1. Keterbatasan Kewarganegaraan: Dwikewarganegaraan dapat menimbulkan keterbatasan dalam kewarganegaraan, seperti keterbatasan dalam hak-hak politik dan sosial. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keterbatasan Perekonomian: Dwikewarganegaraan dapat menimbulkan keterbatasan dalam perekonomian, seperti keterbatasan dalam akses ke pasar dan sumber daya. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan dalam berbisnis dan berinvestasi.

3. Keterbatasan Pendidikan: Dwikewarganegaraan dapat menimbulkan keterbatasan dalam pendidikan, seperti keterbatasan dalam akses ke sistem pendidikan yang lebih baik. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan dalam meningkatkan kualitas hidup.

Data kasus dwi kewarganegaraan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 4,6 juta diaspora Indonesia masih mempertahankan status Warga Negara Indonesia (WNI) dan sisanya merupakan eks WNI beserta keturunannya. Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat hampir 4,000 orang Indonesia menjadi warga negara Singapura antara 2019 hingga 2022. Organisasi Indonesia Diaspora Network memperkirakan jumlah diaspora Indonesia yang tersebar di seluruh dunia berjumlah 8 juta orang, dengan potensi besar dalam membawa aset seperti skill, wealth, networks, dan human capital terhadap Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan Undang-Undang terkait kewarganegaraan, seperti UU No.62 Tahun 1958 hingga yang terbaru UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Namun, UU ini tidak mengakui adanya dwi kewarganegaraan, sehingga diaspora Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam status kewarganegaraan mereka. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Satya Arinanto, mendorong pemerintah dan DPR untuk menyetujui perubahan UU No.12 Tahun 2006 atau menyusun UU baru yang mengakui dwi kewarganegaraan.

Perubahan UU No.12 Tahun 2006 mempengaruhi kasus dwi kewarganegaraan di Indonesia dengan beberapa aspek:

1. Pengaturan Kewarganegaraan Ganda: UU No.12 Tahun 2006 memperbolehkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran. Anak-anak ini dapat memiliki kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan lainnya, tetapi harus memilih salah satu kewarganegaraan setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin.

2. Pengakuan Hak Asasi Manusia: Undang-Undang ini juga menganut asas perlindungan maksimum, asas non-diskriminasi, dan asas pengakuan dan penghormatan hak asasi manusia. Hal ini memberikan perlindungan lebih kepada WNI yang sedang bermigrasi ke negara lain.

3. Pengaturan Status Hukum Anak: UU No.12 Tahun 2006 memberikan kesempatan kepada ibu untuk memberikan status kewarganegaraan kepada anak, sekalipun suami atau ayah tidak memiliki kewarganegaraan Indonesia. Hal ini memberikan perubahan positif terutama dalam hubungan anak dengan ibunya.

4. Penggunaan Asas Kesatuan Hukum: Undang-Undang ini menganut asas kesatuan hukum, yang berarti paradigma suami-istri atau ikatan keluarga sebagai inti masyarakat yang mendambakan suasana sejahtera, sehat, dan bersatu. Hal ini memberikan kesempatan kepada perempuan untuk tetap mempertahankan kewarganegaraan asalnya.

5. Pengaturan Pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda: Pendaftaran anak berkewarganegaraan ganda harus dilakukan oleh orang tua atau wali dan dapat dilakukan dengan mengajukan kepada Kepala Kantor Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal anak dan membawa dokumen-dokumen yang diperlukan.

Terdapat juga pembatasan kewarganegaraan ganda yaitu, anak berkewarganegaraan ganda harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya setalah 18 tahun atau sudah kawin dan batas waktu anak untuk menyampaikan pernyataan adalah 3 tahun setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin.

Pemerintah Indonesia telah merespons kasus dwi kewarganegaraan dengan beberapa langkah.

Pertama, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Yasonna Laoly menjelaskan bahwa Indonesia tidak menganut prinsip kewarganegaraan ganda, tetapi dapat memberikan Overseas Citizenship of Indonesia (OCI) yang mirip dengan Overseas Citizenship of India (OCI) di India. OCI ini memungkinkan diaspora Indonesia untuk memiliki visa multiple entry dan dapat tinggal di Indonesia dengan beberapa syarat.

Kedua, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menawarkan pemberian kewarganegaraan ganda bagi diaspora Indonesia, tetapi usulan ini menuai berbagai reaksi dari dalam negeri.

Ketiga, Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menganut prinsip kewarganegaraan tunggal dan tidak menganut dwi kewarganegaraan. Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2022 yang memperbarui Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia. PP ini memungkinkan anak-anak hasil perkawinan campuran untuk menjadi WNI.

Dalam beberapa kasus, seperti Nazanin Zaghari-Ratcliffe, warga negara ganda Iran-Inggris yang ditahan di Iran, pemerintah Indonesia tidak dapat memberikan kewarganegaraan ganda karena Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menganut prinsip kewarganegaraan tunggal.

Kasus dwikewarganegaraan telah menjadi isu yang sangat sensitif dan kompleks dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan Undang-Undang (UU) dwikewarganegaraan yang dilakukan oleh pemerintah telah menimbulkan berbagai reaksi dan kontroversi. Berikut adalah kesimpulan pribadi saya terkait dengan kasus dwikewarganegaraan dan respon pemerintah:

1. Perubahan UU dwikewarganegaraan: Pemerintah telah mengubah UU dwikewarganegaraan untuk memperluas definisi "warga negara" dan memperketat syarat-syarat pengajuan status warga negara. Perubahan ini bertujuan untuk mengantisipasi kasus-kasus dwikewarganegaraan yang semakin kompleks dan untuk memastikan keamanan nasional.

2. Kritik terhadap perubahan UU: Beberapa pihak telah mengkritik perubahan UU dwikewarganegaraan karena dianggap sebagai upaya untuk menghambat hak-hak warga negara. Mereka berpendapat bahwa perubahan ini akan membatasi kesempatan bagi warga negara untuk memiliki status warga negara dan mengganggu stabilitas sosial.

3. Respon pemerintah: Pemerintah telah menjawab kritik dengan mengatakan bahwa perubahan UU dwikewarganegaraan bertujuan untuk memastikan keamanan nasional dan mengantisipasi ancaman terhadap negara. Mereka juga menegaskan bahwa perubahan ini tidak akan membatasi hak-hak warga negara, tetapi hanya akan memperketat syarat-syarat pengajuan status warga negara.

4. Dampak terhadap masyarakat: Perubahan UU dwikewarganegaraan dapat memiliki dampak signifikan terhadap masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki status warga negara. Mereka yang memiliki status warga negara harus memenuhi syarat-syarat yang lebih ketat untuk mempertahankan statusnya. Dampak lainnya adalah meningkatnya ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan masyarakat.

5. Solusi: Menurut saya untuk mengatasi kasus dwikewarganegaraan, pemerintah perlu mengimplementasikan beberapa solusi untuk Kasus Dwikewarganegaraan yang telah saya rangkum, berikut adalah beberapa solusi menurut analisis saya:

~ Koordinasi Hukum: Negara-negara harus mengkoordinasikan hukum mereka untuk memastikan bahwa individu yang memiliki dwikewarganegaraan tidak mengalami keterbatasan dalam kewarganegaraan, perekonomian, dan pendidikan.

~ Pembuatan Peraturan: Negara-negara harus membuat peraturan yang jelas dan transparan untuk mengatur dwikewarganegaraan, sehingga mengurangi ketidakpastian dan ketidakstabilan dalam kehidupan sehari-hari.

~ Pendidikan dan Keterbukaan: Negara-negara harus meningkatkan pendidikan dan keterbukaan tentang dwikewarganegaraan, sehingga mengurangi kesulitan dan ketidakpastian yang dihadapi oleh individu yang memiliki dwikewarganegaraan.

Dengan demikian, kasus dwikewarganegaraan dapat diatasi dengan mengkoordinasikan hukum, membuat peraturan yang jelas, dan meningkatkan pendidikan dan keterbukaan. Hal ini dapat membantu mengurangi keterbatasan dan ketidakpastian yang dihadapi oleh individu yang memiliki dwikewarganegaraan, sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesempatan mereka dalam berkontribusi pada masyarakat.

Kesimpulan yang saya ambil dari pembahasan di artikel terkait dwikewarganegaraan ini yakni, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah untuk mengakomodasi tuntutan diaspora Indonesia dengan memberikan OCI dan beberapa syarat, tetapi tidak menganut prinsip kewarganegaraan ganda secara mutlak.

Kemudian perubahan UU dwikewarganegaraan telah menimbulkan kontroversi dan reaksi yang berbeda-beda. Untuk mengatasi kasus dwikewarganegaraan, pemerintah perlu mempertahankan keamanan nasional sementara juga memastikan hak-hak warga negara. Pemerintah dapat melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan memastikan bahwa prosedur pengajuan status warga negara dilakukan secara transparan dan adil.

Penulis: RIFQI ABDURRAHMAN

NIM: 231091700271

Prodi: Sistem Informasi 02SISM003

Universitas Pamulang Serang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun