Mohon tunggu...
rifqi bayuapriyo
rifqi bayuapriyo Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengkritisi Keynesianisme: Evaluasi Kritis Terhadap Pendekatan Keynesian Dalam Kebijakan Ekonomi Modern

16 Desember 2024   00:06 Diperbarui: 16 Desember 2024   21:42 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu mazhab ekonomi yang paling berpengaruh dalam ilmu ekonomi modern adalah mazhab Keynesian. Gagasan ini didasarkan pada ide-ide John Maynard Keynes, seorang ekonom Inggris. Mazhab ini muncul selama depresi hebat di tahun 1930-an, yang terjadi saat gejolak menyeluruh dalam sistem ekonomi global. Pada saat itu, ekonomi klasik, yang percaya pada mekanisme pasar bebas, tidak dapat mengatasi krisis ekonomi. Keynes melawan ekonomi klasik melalui bukunya The General Theory of Employment, Interest, and Money 1936, di mana dia berbicara tentang penanganan pemerintah yang penting dalam proses stabilisasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter. Pemikirannya menjadi dasar bagi banyak kebijakan ekonomi modern, terutama dalam perjuangan melawan resesi dan pengelolaan siklus bisnis. Dalam bukunya yang berjudul Teori Umum Tentang Pekerjaan, Bunga, dan Uang (1936), Keynes adalah yang pertama mengklaim bahwa tingkat pengeluaran agregat - konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah - adalah penentu utama pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. Mahzab ini menekankan perlunya tindakan pemerintah menggunakan kebijakan fiskal dan moneter untuk memperlancar siklus bisnis.

Mahzab ini tidak bebas dari kritik, baik yang ditujukan pada aspek teoritis, seperti asumsi yang mendasari dan konsekuensi logisnya, maupun yang berfokus pada implementasi kebijakan, terutama dalam situasi dunia nyata dan efek jangka panjang pada ekonomi global. Kritik-kritik ini mencerminkan permasalahan yang dihadapi mahzab Keynesian dalam mencoba menjelaskan dinamika ekonomi modern dan mengatasi perubahan global. Dari segi teori dan praktik, pendekatan Keynesian sering kali menjadi bahan perdebatan, terutama dalam hal menjelaskan dinamika pasar dan implikasi jangka panjang dari perubahan kebijakan. Kritik semacam itu, misalnya, berasal dari ekonom Neo-Klasik, Monetaris, dan Sisi-Pasokan. Diskusi ini bertujuan untuk memberikan analisis komprehensif dengan beragam kritik terhadap mahzab Keynesian, baik normatif maupun positif, dan implikasinya untuk perumusan kebijakan ekonomi modern.

Mazhab Keynesian berangkat dari gagasan dasar bahwa pasar tidak selalu mampu mengatur dirinya sendiri secara efisien, terutama selama masa resesi. Dalam situasi ini, Keynes mengusulkan bahwa pemerintah harus mengambil peran aktif melalui belanja publik untuk mendorong permintaan agregat. Akan tetapi, kritik terhadap pendekatan ini mencakup beberapa aspek fundamental yang memengaruhi relevansi dan efektivitas teori ini, baik dari sisi asumsi, implikasi praktis, maupun dampak jangka panjangnya.

Salah satu kritik utama terhadap Keynesianisme adalah asumsi bahwa permintaan agregat adalah satu-satunya penentu utama dari tingkat output dan pengangguran. Mazhab ekonomi Neoklasik dan Monetaris berpendapat bahwa pasar memiliki mekanisme koreksi otomatis yang dapat mengembalikan ekonomi ke tingkat keseimbangan tanpa intervensi besar dari pemerintah. Kritik ini terutama didasarkan pada teori "hukum Say" (Say's Law), yang menyatakan bahwa penawaran menciptakan permintaannya sendiri. Dalam konteks ini, intervensi pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan permintaan agregat sering kali dianggap mengganggu mekanisme pasar.

Kritik terhadap pemikiran keynesian tentang pengangguran juga cukup signifikan. Keynes membedakan antara pengangguran sukarela dan tidak sukarela, dengan menyatakan bahwa pengangguran tidak sukarela bisa diatasi melalui peningkatan pengeluaran pemerintah. Pendekatan ini ditantang oleh teori harapan rasional yang diusulkan oleh Robert Lucas. Lucas berpendapat bahwa individu dan perusahaan akan mengubah perilaku mereka berdasarkan ekspetasi terhadap kebijakan pemerintah sehingga mengurangi efektivitas intervensi tersebut. Jika masyarakat memperkirakan bahwa pemerintah akan meningkatkan belanja publik, mereka mungkin akan lebih cenderung menabung untuk mengantisipasi kenaikan pajak di masa depan, yang pada gilirannya mengurangi dampak positf dari kebijakan fiskal tersebut.

Teori Keynesian sering dianggap mengabaikan pentingnya kebijakan sisi penawaran yang juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Mazhab sisi penawaran berpendapat bahwa kebijakan yang memberi insentif untuk produksi, seperti pemotongan pajak dan deregulasi, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dibandingkan pendekatan yang hanya berfokus pada peningkatan permintaan agregat.

Kritik terhadap kebijakan fiskal Keynesian tidak hanya muncul di negara maju tetapi juga sangat relevan di negara berkembang yang menghadapi tantangan khusus. Di negara ini efktivitas stimulus fiskal sering kali terbatas karena beberapa faktor, seperti kapasitas administrasi yang rendah, ketergantungan pada sektor informal dan struktur ekonomi yang lebih rentan terhadap guncangan eksternal.

Contoh yang jelas terlihat selama krisis ekonomi global 2008, ketika negara berkembang seperti India dan Brasil menerapkan kebijakan fiskal ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Di Brasil pemerintah meluncurkan stimulus besar-besaran melalui belanja infrastruktur dan program sosial akan tetapi hasilnya tidak sesuai harapan. Banyak proyek infrastruktur yang tidak selesai tepat waktudan efisien, ditambah dengan ketergantungan pada sektor komoditas yang terkena dampak penurunan harga global yang dapat mengurangi manfaat dari stimulus tersebut.

Di india meskipun pemerintah meningkatkan pengeluaran untuk infrastruktur dan mengurangi pajak, pertumbuhan ekonomi yang diperoleh juga terbatas. Disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengatasi masalah struktural seperti ketidaksetaraan tinggi, kemiskinan, dan hambatan dalam proses distribusi. Meskipun ada pertumbuhan jangka pendek kebijakan ini tidak berhasil meciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan yang sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada bantuan eksternal dan stimulus pemerintah.

Di banyak negara berkembang, masalah pembiayaan juga menjadi tantangan besar dalam penerapan kebijakan fiskal ekspansif, Negara ini sering bergantung pada pinjaman luar negeri atau meningkatkan utang domestik untuk membiayai belanja fiskal. Peningkatan utang ini bisa menurunkan kepercayaan pasar terhadap kemampuan negara untuk membayar utang, yang dapat menyebabkan lonjakan suku bunga dan mengurangi ruang fiskal untuk mengahadapi guncangan ekonomi di masa yang akan datang. Banyak negara di Afrika sana yang mengandalkan pinjaman luar negeri kini malah menghadapi beban utang yang semakin berat yang nantinya akan membatasi kapasitas fiskal mereka untuk menghadapi krisis di masa depan.

Tantangan lain yang dihadapi negara berkembang dalam menerapkan kebijakan fiskal Keynesiam adalah dampak inflasi yang bisa muncul akibat peningkatan pengeluaran pemerintah yang tidak bisa dikendallikan. Inflasi yang tinggi juga dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menyebarkan ketidakstabilan ekonomi, terutamanya di negara dengan basis produksi yang terbatas dan ketergantungan pada impor

Meskipun kebijakan fiskal ekspanfis yang diusulkan oleh Keynesianisme dapat memberikan dorongan sementara bagi perekonomian, baik di negara maju maupun negara berkembang, ada berbagai tantangan yang dapat mengurangi efektivitasnya. Peningkatan utang publik   dalam jangka panjang, masalah struktural dalam ekonomi, serta juga resiko inflasi dan efek crowding out menunjukan keterbatasan pendekatan Keynesian dalam menangani krisis ekonomi secara berkelanjutan.

Kritik terhadap kebijakan moneter keynesian juga muncul terutama terkait kebijakan moneter ekspansif yang bertujuan merangsang permintaan agregat dengan menurunkan suku bungan untuk mendorong investasi dan konsumsi. Akan tetapu seperti yang terlihat setelah krisis keuangan global terjadi di tahun 2008 dan selama pandemi COVID-19, efektivitas kebijakan ini terbatas saat suku bunga mendekati nol atau tidak bisa diturunkan lebih lanjut. Banyak negara maju beralih ke kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) untuk memperluas basis moneter dan meningkatkan likuiditas di perekonomian.

Setelah terjadinya krisis finansial di tahun 2008, kebijakan QE menjadi andalan di berbagai negara seperti Amerika serikat dan negara yang ada di eropa. Di AS juga untuk Federal Reserve melakukan beberapa putaran QE dengan membeli obligasi pemerintah dan aset keuangan lainnya untuk menurunkan suku bunga jangka panjang dan merangsang investasi. Meskipun ini berhasil menjaga likuiditas, pertumbuhan ekonomi tetap terhambat dan pengangguran tinggi bertahan selama bertahun-tahun lamanya setelah krisis, dengan tingkat pengangguran sekitar 9% pada tahun2011. Menunjukan bahwa kebijakan moneter saja tidak cukup untuk mengatasi ketidakstabilan ekonomi yang lebih dalam dan memerlukan kebijakan yang lebih menyeluruh.

Krisis utang di zona euro pasca 2008 juga menyoroti batasan kebijakan moneter keynesian. Negara seperti Yunani, Spanyol, dan Portugal yang terjerat dalam krisis utang tidak bisa sepenuhnya memanfaatkan kebijakan pelonggaran kuantitatif dikarenakan terikat oleh batasan kebijakan moneter di zona euro. Meskipun ECB ( European Central Bank ) menerapkan kebijakan QE, masalah ketidakstabilan fiskal dan utang tinggi tetap saja mengahmbat negara tersebut. Ekonomi di banyak negara tetap lesu meskipun ada suntikan likuiditas yang besar dan berarti menunjukan bahwa kebijakan moneter itu sendiri dalam sistem mata uang bersama itu tidak selalu efektif tanpan keseimbangan fiskal

Tetapi ada juga contoh dimana kebijakan moneter keynesian berhasil merangsang perekonomian dalam jangka pendek. Seperti depresi besar di AS, Federal Reserve di bawah Ben Bernanke yang membantu memulihkan perekonomian setelah krisis. Meskipun pemulihan ini berlangsung sangat lama tetapi ekonomi di AS mulai tumbuh secara berkelanjutan berkat stimulus agresif tersebut.

Kebijakan moneter ekspansif juga bisa menyebabkan inflasi yang tidak terkendali yang daoat menjadi masalah serius saat perekonomian mulai pulih. Misalnya selama pandemi COVID-19 ada banyak negara termasuk Amerika Serikat yang menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang sangat ekspansif untuk mendukung ekonomi mereka. Suku bunga yang rendah, bantuan langsung kepada rumah tangga, dan pembelian sekuritas besar-besaran oleh bank sentral mendorong kenaikan harga barang dan jasa. Antara tahun 2021 dan 2022, Amerika serikat mengalami inflasi lebih dari 8% angka tertinggi dalam beberapa dekadi terakhir. Kenaikan ini mengurangi daya beli masyarakat terutama bagi mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah dan menunjukan bagaimana kebijakan moneter yang terlalu longgar dapat memiliki dampak yang negatif jangka panjang

Meskipun kebijakan moneter Keynesian dapat memberikan dorongan ekonomi jangka pendek yang signifikan terutama dalam situasi krisis atau resesi, kebijakan ini juga memiliki batasan yang signifikan dalam menghadapi siklus ekonomi yang lebih kompleks dan berjangka panjang. Batasan ini juga menjadi semakin jelas saat suku bunga mendekati nol dan tantangan tambahan muncul ketika inflasi menjadi masalah. Sebab itu kebijakan moneter perlu dipadukan dengan kebijakan fiskal yang hati-hati dan pendekatan struktural yang lebih luas untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Salah satu kritik mendasar terhadap pendekatan keynesian adalah ketergantungannya pada intervensi pemerintah yang berlebihan. Meskipun intervensi ini efektif dalam jangka pendek sering kali menyebabkan distorsi pasar dalam jangka panjang. Di beberapa negara berkembang intervensi besar-besaran dalam bentuk subsidi energi dan harga pangan sering kali menyebabkan ketidakseimbangan fiskal. Penelitian oleh IMF tahun 2013 menunjukan bahwa subsidi ini sering kali tidak efektif dalam mencapai tujuan sosial dan lebih menguntungkan masyarakat kaya daripada masyarakat miskin

Pendekatan Keynesian juga sering dikritik karena mengabaikan pentingnya aspek sisi penawaran dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fokus yang terlalu besar pada permintaan agregat dapat mengalihkan perhatian dari reformasi struktural serta investasi di bidang pendidikan dan teknologi, berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan tanpa terlalu bergantung pada stimulus fiskal Keyenesian. Selain itu juga pendekatan Keynesian sering kali gagal memberikan solusi untuk tantangan ekonomi struktural. Ketergantungan pada stimulus fiskal dapat menciptakan ilusi pertumbuhan ekonomi tanpa mengatasi masalah mendasar seperti kesenjangan, efesiensi pasar tenaga kerja, dan daya saing global yang meningkat.

Meskipun aliran Keynesian telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami pentingnya kebijakan pemerintah untuk mengendalikan fluktuasi ekonomi, pendekatan ini juga menghadapi kritik yang valid terkait asumsi teoritis, efektivitas langkah-langkah praktis, dan dampak jangka panjangnya. Secara teori, pendekatan ini sering dianggap mengabaikan peran sisi penawaran dan cenderung terlalu optimis tentang dampak intervensi pemerintah. Secara empiris, efektivitas kebijakan fiskal dan moneter Keynesian sering kali terganggu oleh masalah seperti crowding out, meningkatkan utang publik dan inflasi.

Kritik-kritik ini menkankan pentingnya mengintegrasikan berbagai pandangan ekonomi untuk mengembangkan kebijakan yang lebih komperhensif dan efektif. Di tengah kompleksitas dunia saat ini, kita harus terus mengevaluasi dan menyesuaikan pendekatan Keynesian untuk menghadapi tantangan perekonomian yang dinamis. Maka, kombinasi langkah-langkah reformasi fiskal, moneter, dan struktural mungkin merupakan cara terbaik untuk mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun