pendidikan atau yang lebih dikenal dengan istilah beasiswa, memang ibarat berlian yang selalu dicari dan diperebutkan oleh banyak mahasiswa. Hal ini bisa dikatakan wajar, karena beasiswa merupakan salah satu kewajiban pemerintah atau perguruan tinggi untuk memenuhi hak mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik. Begitulah kutipan yang tertera di dalam  pasal 76 ayat (1) UU no. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Bantuan biayaDi sisi lain, situasi pasca pandemi covid-19 belum benar-benar usai. Meskipun saat ini pandemi tersbut sudah ditetapkan menjadi endemi, akan tetapi keadaan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia belum 100% pulih. Hal itu mempengaruhi pula terhadap kondisi kantong mahasiswa yang kebanyakan masih bergantung pada orangtuanya.
Melihat kondisi ini, beasiswa menjadi alternatif bagi mahasiswa agar dapat tetap memenuhi hajat hidupnya selama menempuh pendidikan di jenjang perguruan tinggi. Informasi tentang pembukaan beasiswa menjadi berita yang paling ditunggu dan diharapkan oleh mahasiswa. "Entah informasi beasiswa yang diberikan oleh pemerintah, perusahaan, maupun yayasan, dari manapun asalnya, jika itu adalah bantuan biaya pendidikan, akan kukejar", mungkin itulah yang ada dibenak setiap mahasiswa.
 Namun, beasiswa bukanlah barang murah yang bisa semudah itu didapatkan. Karena setiap beasiswa pasti memiliki persyaratan dan kriteria tertentu bagi siapapun yang ingin mendapatkannya. Maka dari itu, perlu adanya kesiapan, kerja keras, bahkan mungkin keberuntungan agar seseorang bisa mendapatkan beasiswa tersebut.
Kampus sebagai salah satu mediator dari beasiswa, menjadi jembatan anatara mahasiswa dengan pemeberi beasiswa. Kampus menyusun persyaratan dan kriteria untuk mahasiswa-mahasiswa yang ingin mendaftarkan dirinya sebagai calon penerima beasiswa. Hal ini dilakukan agar beasiswa tersebut bisa didapatkan oleh mahasiswa yang memang berhak dan pantas mendapatkannya. Dengan demikian, yang nantinya akan terpilih sebagai penerima beasiswa hanyalah ia yang memang secara de facto memang berhak atas beasiswa tersebut.
Tapi bagaimana apabila kampus yang seharusnya menyeleksi mahasiswa secara objektif, malah melakukan penyeleksiannya secara subjektif ? Yang mana dalam proses penyeleksian yang seharusnya menaati aturan yang telah dibuat, justru malah dilanggar sendiri. Entah karena adanya faktor kekeliruan, atau memang ada keistimewaan yang diberikan kampus, pada segelintir orang yang memiliki jalur 'pintu dapur' dalam mengikuti proses seleksinya.
Negara ini memang belum bisa lepas dari budaya nepotisme. Budaya yang sudah mendarah daging sejak negara ini baru lahir hingga sekarang, nepotisme selalu menjadi 'jalan pintas' bagi orang yang ingin mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Memanfaatkan kedekatan pribadi demi sesuatu yang ingin dicapainya. Ternyata memang bukan hanya di dunia politik saja nepotisme itu ada. Akan tetapi, dalam dunia pendidikan yang sekarang ini sudah diindustrialisasi, nepotisme ini hidup. Cukup sudah negeri ini hidup dalam ketidak adilan. Sampai kapan orang-orang lemah akan selalu ditindas oleh realita pahit dunia ini?
Semoga, kampus yang menjadi miniatur negara bisa menjadi pelopor dalam tegaknya keadilan bagi seluruh rakyatnya. Memberikan sesuatu pada yang hak. Dan melaksanakan seleksi sesuai dengan aturan yang sudah dibuat sebelumnya. Agar semua orang bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salam Mahasiswa!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H