Mohon tunggu...
Rifqa Putri Nabila
Rifqa Putri Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Perpajakan, Universitas Brawijaya

Mahasiswa Perpajakan, Universitas Brawijaya Malang. Tertarik dengan isu isu seputar perpajakan dan mendalaminya.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Pemajakan Industri Golf Mau Dibawa ke Mana?

21 Desember 2023   08:44 Diperbarui: 21 Desember 2023   09:01 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perspektif Pajak Golf: Maju Kena Mundur Kena 

Bila kita membandingkan perlakuan pajak atas pendapatan golf di indonesia dengan negara-negara lain, baik di Eropa, Amerika Serikat, dan negara Asia lain (Singapura, dan Malaysia) yang mendefinisikan pendapatan golf sebagai objek pajak pertambahan nilai, maka perlakuan pajak atas pendapatan golf di Indonesia sangat unik karena tampil berbeda. Dipicu oleh otonomi daerah yang lebih mengedepankan pembagian jatah "kue" yang lebih besar untuk kepentingan daerah, para fungsionaris legislatif dan eksekutif tidak lagi berpikir kaidah normatif dari perlakuan pajak pendapatan atau melihat kajian historisnya. Bagi mereka selama masih ada titik persinggungan dengan kegiatan wisata atau hiburan, maka golf dikenakan pajak daerah/hiburan, tanpa memperduli pandangan orang atau negara lain.

Dari perspektif public finance, kebijakan memasukan pendapatan golf sebagai objek pajak daerah, sah-sah saja, namun dari perspektif kajian perpajakan terlihat adanya "suatu pemaksaan kekuasaan" untuk melegitimasi suatu pungutan meskipun landasan teorinya tidak mendukung. Pungutan PPN masukan dan Pajak Daerah bagi perusahaan golf tidak sama dengan pajak penjualan, semuanya diperlakukan sebagai "dibiayakan" dalam pembukuan perusahaan golf, ibarat maju kena mundur kena, di satu sisi pengenaan PPN -masukan dengan tarif 10% dari nilai pembelian barang dan jasa yang harus dibiayakan, di sisi lain atas pembayaran pajak daerah 10% dari pendapatan golf ke Kas Daerah juga harus dibiayakan. Padahal bila kita mau jujur sebenarnya pemberlakuan pendapatan golf sebagai objek pajak daerah adalah tindakan pembodohan masyarakat. 

Ketidakberhasilan pemda dalam mensukseskan pencapaian target penerimaan pajak tahun-tahun sebelumnya bukan dalih untuk mengenakan Pajak Daerah (menggantikan PPN) terhadap pendapatan golf, karena mengarah kepada "ketidakpastian hukum" dan "ketidakadilan pajak", di samping timbulnya pemajakan ganda atau cascading effect yang menyebabkan high cost economy. Untuk menghindari pemajakan ganda/cascading effect negara besar seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Inggris, serta sekitar 60 negara lain menganut sistem perpajakan berdasarkan PPN (VAT) sebagai teknik pemajakan atas penjualan, sesuai dengan sifat PPN yang pada dasarnya merupakan pajak atas konsumsi (consumption tax), termasuk terhadap golf.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun