Erat kaitannya dengan Padang Lamun, mamalia bernama Duyung tak bisa terlepas dari simbiosis mutualisme yang terjadi antara keduanya. Duyung merupakan salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia yang satu-satunya merupakan satwa ordo Sirenia. Duyung yang merupakan individu berumur panjang yang bisa hidup 70 tahun ini, berukuran besar dengan berat 450 kg dan panjang mencapai  3 meter.Â
Sementara itu, dalam Konvensi Perdagangan Internasional untuk Spesies Terancam (CITES), Duyung termasuk dalam daftar apendiks I yang berarti bahwa mamalia satu ini tidak dapat diperdagangkan dalam bentuk apapun. Duyung juga terdaftar di dalam Global Red List of IUCN sebagai Vulnerable to Extinction atau rentan terhadap kepunahan. Betapa protektif upaya dan dasar hukum yang ada dalam melindungi fauna yang satu ini. Tapi semuanya berbalik kepada kita untuk dapat berpartisipasi dalam menjaga, melestarikan, dan tidak menghancurkannya.
Padang Lamun dan Duyung tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi dalam hubungan timbal baliknya. Duyung dapat mencari makanan di Padang Lamun berupa rizoma lamun, lalu Duyung pun juga dapat menguntungkan Padang Lamun dengan cara menyuburkannya melalui perilaku makannya yang terlihat seperti mengacak-acak dasar lamun.
Dibalik itu semua, kedamaian dan ketenteraman kehidupan laut tersebut, tidak selamanya berjalan lancar dan menguntungkan. Sangat banyak hal-hal irasional yang terjadi dan dapat merugikan kelangsungan hidup Duyung dan Padang Lamun. Untuk Duyung sendiri, hal-hal yang merusak kondisi mereka seperti perburuan skala lokal dan pemanfaatan langsung bagian tubuh Duyung, terjaring di alat tangkap milik nelayan, dan tertabraknya Duyung oleh kapal wisata ataupun kapal nelayan.
Kemudian kondisi Lamun juga memburuk oleh beberapa hal seperti penurunan luas area Padang Lamun karena perubahan alih fungsi kawasan pesisir seperti reklamasi dan pembangunan pelabuhan, penurunan kualitas air laut oleh limbah, dan praktik penangkapan ikan melalui bom dan racun yang dapat merusak biota laut lainnya.
Sikap apatis sebaiknya kita buang jauh-jauh dalam permasalahan ini. Walaupun tak begitu menarik bagi beberapa orang, peran pemerintah tak cukup untuk mengatasi permasalahan ini dan dibutuhkan informasi dan penyebarannya dalam penanaman pemahaman akan terancam punahnya dan kerusakan ekologis yang terjadi. Cara-cara ataupun solusi dalam problematika ini dapat dirumuskan melalui upaya rehabilitasi Padang Lamun dengan dua pendekatan yaitu rehabilitasi lunak dan rehabilitasi keras.
Untuk rehabilitas lunak, kegiatan pengendalian ini merupakan salah satu perwujudan aksi saya dalam memengaruhi masyarakat dalam menjaga keseimbangan ekologis yang ada dengan  penyebaran informasi melalui media. Upaya partisipatif ini sifatnya sangat penting walaupun hanya sebatas narasi dan jendela pengetahuan bagi masyarakat, tetapi dengan adanya tulisan yang informatif, upaya konsolidasi kita dalam menjaga dan melestarikan flora dan fauna yang mulai punah semakin menjadi kuat.
Rehabilitasi lunak dapat dilakukan melalui kampanye penyadaran masyarakat (public awareness), pendidikan, pengembangan mata pencaharian alternatif, pengembangan daerah perlindungan Padang Lamun oleh instansi terkait, pengembangan peraturan perundang-undangan, dan penegakan hukum secara konsisten dan realistis.
Contoh nyata yang ada hingga saat ini yaitu aksi DSCP (Dugong and Seagrass Conservation Project). DSCP Indonesia diinisiasi untuk mengumpulkan data dan informasi tentang Duyung dan Lamun; mendorong pengelolaan masyarakat yang tentunya diberdayakan melalui skema insentif dan pengenalan praktik perikanan yang berkelanjutan. Langkah-langkah realisitis Dugong and Seagrass Conservation Project Indonesia atau lebih singkatnya disebut DSCP Indonesia, melakukan berbagai langkah advokasi dalam rangka melaksanakan upaya konservasi Duyung dan Lamun dalam kebijakan dan perencanaan nasional dan daerah serta pentingnya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait dengan Duyung dan Lamun.