Pertempuran diantara kedua belah pihak pun meletus. Batara Narada dan Dewa Penyarikan langsung menyerbu kedua empu dengan balatentara dari Kahyangan. Meski dikeroyok habis-habisan, ternyata kedua empu mampu mengimbangi kekuatan balatentara dewa dengan kesaktiannya.
Pertarungan pun akhirnya dimenangi oleh kedua empu. Merasa gagal, Batara Narada dan Dewa Penyarikan langsung kembali ke Kahyangan untuk melapor kepada Batara Guru.
Mendapat laporan kegagalan dari utusannya, Batara Guru murka. Ia tidak habis pikir dengan tindakan dari Empu Rama dan Empu Pamadi. Tanpa pikir panjang, akhirnya Batara Guru memerintahkan Dewa Bayu untuk segera memindahkan Gunung Jamurdipa ke lokasi kedua empu tadi.
Dewa Bayu pun menuruti perintah Batara Guru dan langsung meniup Gunung Jamurdipa dengan kesaktiannya. Gunung besar itu tertiup dengan kencang di angkasa hingga sampai tepat diatas tempat perapian Empu Rama dan Empu Pamadi. Jatuhlah gunung tersebut yang akhirnya membuat kedua empu itu mati terkubur.
Perapian untuk pembuatan keris sakti kedua empu itu berubah menjad kawah. Hal itulah yang membuat nama Gunung Jamurdipa berubah menjadi Gunung Merapi. Konon roh Empu Rama dan Empu Pamadi menjadi roh penunggu di Gunung Merapi. Masyarakat lokal biasa menyebutnya Eyang Merapi.
Masyarakat meyakini bahwa ada keraton makhluk halus di Gunung Merapi yang dipimpin oleh Eyang Merapi sebagai rajanya. Mitos mengenai hal tersebut berkembang dari waktu ke waktu dengan variasinya di masing-masing sudut lereng Gunung Merapi.
Nilai Kearifan Lokal Asal Usul Gunung Merapi
Cerita mengenai asal usul Gunung Merapi yang berakhir dengan tewasnya Empu Rama dan Empu Pamadi telah membentuk suatu kepercayaan tersendiri di masyarakat lokal lereng Merapi. Kedua empu tersebut dipercaya menjadi roh penunggu merapi dengan sebutan Eyang Merapi oleh penduduk lokal. Kepercayaan akan adanya makhluk-makhluk halus yang hidup berdampingan bersama masyarakat pun muncul seiring berjalannya waktu.
Masyarakat lokal lereng Gunung Merapi meyakini bahwa dunia alam semesta tidak hanya dihuni oleh manusia, tetapi juga ada makhluk lain yang mereka sebut sebagai bangsa halus atau makhluk halus. Makhluk halus tersebut mereka proyeksikan sebagai roh-roh penjaga desa dengan istilah sebutannya yakni danyang pepundhen (Casuarina, 2003).
Danyang pepundhen diyakini menjaga desa-desa lokal di lereng Gunung Merapi dan memberikan keamanan dari gangguan makhluk halus jahat. Meski begitu, hanya orang-orang tertentu yang memiliki kekuatan batin yang dapat melihat roh-roh tersebut seperti “orang pintar” dan dukun.
Namun dalam beberapa kejadian, orang tanpa kekuatan batin pun dapat melihat wujud roh atau makhluk halus tersebut yang memang berniat untuk bersahabat atau mencelakai orang yang melihatnya.
Demi membina hubungan yang baik dengan danyang pepundhen, masyarakat lokal pun diharuskan melestarikan tradisi warisan nenek moyang mereka. Walaupun mayoritas warga menganut agama Islam, kepercayaan terhadap roh halus masih tetap ada karena adanya jaminan keselamatan yang akan didapatkan.