Mohon tunggu...
RIFKY FAUZAN
RIFKY FAUZAN Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

hobi olahraga (Gym, sepak bola)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Discovery Adat Istiadat Suku Osing yang Belum Banyak Diketahui oleh Mahasiswa UM

19 Oktober 2024   15:28 Diperbarui: 19 Oktober 2024   15:34 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 14 Oktober 2024, para mahasiswa KKL BABALI 2024 mengunjungi Desa Adat Osing di Banyuwangi. Kunjungan ini memberikan mereka wawasan mendalam mengenai budaya dan tradisi masyarakat setempat yang kaya akan nilai-nilai leluhur. Salah satu warisan budaya yang masih terjaga dengan baik adalah Tari Gandrung, yang memiliki sejarah panjang di desa ini. Awalnya, tarian ini dilakukan oleh laki-laki untuk menghormati Dewi Sri sebagai dewi pertanian dan kesuburan. Namun, sekitar tahun 1030 Masehi, peran penari mulai beralih kepada perempuan. 

Saat ini, fungsi Tari Gandrung telah meluas, tidak hanya untuk penghormatan kepada Dewi Sri, tetapi juga menjadi hiburan utama dalam berbagai acara besar di Desa Kemiren, terutama dalam upacara hajat. Tari Gandrung sendiri dibagi ke dalam beberapa babak, yang berlangsung semalam suntuk. Babak pertama adalah Topengan, yang menjadi pembuka dari rangkaian tarian. Setelah itu, dilanjutkan dengan Jejer Gandrung, babak utama yang bisa berlangsung selama kurang lebih satu jam. 

Pada babak ketiga, Repenan, penari menerima permintaan lagu dari para tamu, sebelum ditutup dengan Sebelah Subuh, tarian penutup yang berlangsung selama sekitar dua jam dan berfungsi sebagai permohonan maaf dari penari kepada para penonton. Meski dalam perkembangan waktu, kini tari ini dipentaskan oleh perempuan, namun dalam beberapa kesempatan masih ada pertunjukan yang menggantikan pemain perempuan dengan laki-laki.


Masyarakat Osing juga sangat menjunjung tinggi adat istiadat lokal, salah satunya adalah aturan Weluri yang wajib dipatuhi oleh setiap warga. Weluri menjadi bentuk penghormatan terhadap adat, dan pelanggarannya dapat berakibat pada sanksi bagi pelakunya. Desa Kemiren memiliki tingkat kejahatan yang sangat rendah, hampir 0%, yang menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya dan agama telah berhasil menjaga keharmonisan sosial. 

Sebagian besar masyarakat Kemiren, sekitar 90%, beragama Islam, meski beberapa pendatang menganut agama lain. Namun, masyarakat setempat memadukan kepercayaan lama dengan ajaran agama yang dianut, sehingga ada sinkretisme antara budaya lokal dan kepercayaan religius. Tradisi keagamaan ini kerap disertai dengan doa-doa dan persembahan yang melambangkan harapan mereka kepada Tuhan. 

Selain itu, dalam hal kuliner, Pecel Pitik dianggap sebagai makanan sakral di kalangan masyarakat Osing. Makanan ini terdiri dari ayam bakar yang disajikan dengan parutan kelapa yang telah dilumuri bumbu pecel berbahan dasar kemiri. Pecel Pitik kerap disajikan dalam acara adat Tumpeng Sewu, di mana ayam dianggap sebagai media perantara antara manusia dengan Tuhan. Tumpeng Sewu sendiri adalah perayaan besar di desa ini, di mana masyarakat berdoa dan menyampaikan harapan mereka kepada Tuhan melalui sajian tersebut.


Tidak hanya itu, ada juga tradisi membuat Sego Golong, yang merupakan sajian khas sebagai simbol harapan. Sego Golong biasanya disajikan ketika seseorang ingin masuk ke perguruan atau memulai sesuatu yang baru. Sajian ini mengandung makna harapan akan kebaikan dan kesuksesan dalam kehidupan. Dalam aspek arsitektur, rumah adat masyarakat Kemiren juga memiliki keunikan tersendiri. Rumah-rumah ini terbagi menjadi beberapa tipe berdasarkan bentuk atapnya, yaitu Tikel Balung dengan empat sisi atap, Basesan dengan tiga sisi, dan Crocogan yang memiliki dua sisi. Rumah adat juga memiliki empat bagian utama, yakni teras, belik (ruang tamu), jrumah (kamar tidur), dan pawon (dapur). 

Ketika ada tamu yang datang berkunjung, masyarakat setempat menjalankan tradisi Cupuh -- Lungguh -- Suguh, yaitu proses menjamu tamu dengan memberikan tempat duduk, suguhan makanan, dan minuman dengan penuh penghormatan. Keunikan lainnya dari masyarakat Kemiren adalah bagaimana mereka menanggapi mimpi. Mimpi dianggap memiliki makna penting dan sering kali diiringi dengan perayaan atau slam...

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun