Mohon tunggu...
Rifky Bakti S
Rifky Bakti S Mohon Tunggu... Konsultan - Wiraswasta

Hobi membaca dan menulis terkait hukum bisnis dan peristiwa menarik lainnya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sri Mulyani Permalukan Mahfud MD

12 April 2023   08:16 Diperbarui: 12 April 2023   08:24 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2022, PPATK menyampaikan 7.381 LHA dan 235 LHP kepada APH dan kementerian atau lembaga lain dengan dugaan TPPU yang berasal dari tindak pidana asal. Namun persentase (tindak lanjut laporan) masih di bawah 30 persen. Pertanyaannya, apakah kualitas umpan PPATK yang kurang matang atau APH sebagai striker yang jelek sehingga tidak bisa mencetak gol dari umpan matang  PPATK?

Penjelasan dari APH dan PPATK patut dinantikan untuk membuat terang-benderang permasalahan di atas. Namun dalam pembahasan kali ini, penulis akan mengambil contoh di Kemenkeu. PPATK telah mengirim 200 surat ke Kemenkeu dalam kurun waktu 15 tahun (2009-2023) atau jika dirata-rata 13 surat per tahun dengan total nilai transaksi Rp275,6 triliun. Dari 200 surat tersebut, 186 telah selesai ditindaklanjuti dan mengakibatkan hukum disiplin 193 pegawai dan 9 surat ditindaklanjuti ke APH. Tidak ada penjelasan berapa besar uang negara yang bisa diselamatkan (asset recovery-nya tidak jelas). Yunus Husein dalam ILC beberapa waktu yang lalu menyatakan bahwa Indonesia sedang dikritik FATF karena asset recovery-nya rendah sekali. Kalau angka yang dikirimke Kemenkeu sebesarRp275,6 triliun, seharusnya asset recovery-nya besar sekali. Namun ternyata tindak-lanjut dari Kemenkeu hanya bersifat administratif (hukuman disiplin bagi 193 pegawai). Umpan PPATK yang kurang matang atau Kemenkeu yang tidak bisa mencetak gol dari umpan matang PPATK tersebut?

Fakta yang diuraikan Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi III pada tanggal 11 April 2023, bahwa 200 surat PPATK ke Menkeu berisi:

  • 135 surat terkait korporasi dan Pegawai senilai Rp22 triliun terdiri dari:
  • Korporasi senilai Rp18,7 triliun merupakan permintaan Itjen Kemenkeu dan insiatif PPATK yang berisi transaksi debit kredit operasional korporasi dan orang pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pegawai kemenkeu;
  • Pegawai senilai Rp3,3 triliun merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual-beli harta untuk kurun waktu 15 tahun (2009-2023) yang telah ditindaklanjuti. Dalam jumlah tersebut, terdapat surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi (fit & proper test).
  • 65 surat terkait Perusahaan/Korporasi senilai Rp253 triliun. Hasil pengembangan Itjen (Audit Investigasi) dengan data-data lainnya (diluar informasi PPATK) ditemukan pelanggaran disiplin 24 pegawai. Dari 65 surat, terdapat 1 surat berisi transaksi debit kredit perusahaan/ korporasi dengan transaksi sebesar Rp189 triliun terkait dengan tugas fungsi DJP dan DJBC. Kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap dengan putusan pelaku perseorangan lepas dari segala tuntutan hukum di tingkat PK dan pelaku korporasi dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana denda sebesar Rp500 juta (kasasi). Setelah proses peradilan ini, Kemenkeu (Dirjen BC) bersama PPATK melakukan case building.

Berdasar informasi di atas, penulis menyimpulkan bahwa umpan yang diberikan PPATK tidak terlalu matang sehingga sulit ditindaklanjuti oleh striker (Penyisik Dirjen Pajak/BC atau Itjen Kemenkeu). Berkaca dari Kemenkeu, kemungkinan APH seperti Polisi, Jaksa,atau KPK juga kesulitan menindaklanjuti "umpan" PPATK. Kualitas LHA dan LHP yang disampaikan PPATK sering kurang matang sehingga APH masih perlu bekerja keras untuk melakukan pulbaket, penyelidikan, penyidikan. Contoh, PPATK menginformasikan adanya penerimaan uang mencurigakan kepada pejabat pemerintah yang sekaligus merupakan politisi. Informasi seperti ini tentu saja menyulitkan APH untuk mencari hubungan kausalitas antara penerimaan uang yang mencruigakan tersebut dengan peristiwa pidananya (underlying transaction). Tidak mudah APH untuk melakukan case building (pulbaket, penyelidikan, penyidikan) atas informasi PPATK seperti contoh di atas.    

Mengapa umpan dari PPATK kurang matang? Yang dapat menjawab adalah PPATK sendiri. Namun penulis menyoroti keterbatasan kewenangan PPATK, belum sempurnanya peraturan perundang-undangan yang mendukung kinerja PPATK, keterbatasan sumberdaya, dan lain-lain. Pembahasan mengenai hal ini cukup menarik untuk dibahas dalam tulisan tersendiri. (RBS).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun