Mohon tunggu...
Rifky Bagas Nugrahanto
Rifky Bagas Nugrahanto Mohon Tunggu... Penulis - Pegawai Negeri Sipil

Mengawali penulisan artikel di situs pajak.go.id, serta merambah pada publikasi di media cetak. Beberapa artikel telah terbit di antaranya di Harian Ekonomi Neraca dan Investor Daily Indonesia. Perjalanan menulis ini pun mengantarkan saya dapat ikut tercatat dalam buku dokumentasi “Voyage Indonesia 2018 : Kala Dunia Memandang Indonesia” dalam momen Annual Meetings WBG-IMF tahun 2018, Bali. Menjadi salah satu dari 100 artikel opini dan feature yang menyuarakan tentang momen berharga itu dan manfaatnya untuk Indonesia. Beberapa dokumentasi tulisan saya dapat dilihat juga pada https://rifkyjournals.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Trauma dan Kepekaan Rasa adalah Sebuah Kekuatan

18 Juli 2020   19:47 Diperbarui: 19 Juli 2020   18:47 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah peristiwa itu memberikan sebuah pembelajaran? Pastinya ada satu hal yang penting dipercayai ialah kedua orang tua adalah sosok dimana akan mengangkatmu ketika kamu terjatuh di lembah terkotor sekalipun dan bersiap siaga menjadi penopang di saat diri ini untuk bangkit.

Saat berubah menjadi lebih baik, tidak serta merta yang lainnya hadir sebagai teman yang baik pula. Satu hal yang diingatnya ialah teman yang dia anggap teman dekat tidak memberikan informasi atas kesempatan apa yang akan diraihnya. 

Dia meyakini bahwa kenapa dirinya tidak diikutkan atau diberikan informasi karena pasti dianggap menjadi saingan. Padahal jika mengutamakan kompetensi dalam suatu segi keadilan, sangat sah-sah saja dan pastinya tidak akan menjadi sebuah kenangan buruk yang selalu diingat.

Fase ketiga memang menjadi fase dirinya bersinar namun juga menjadi tahapan bagi dirinya terjatuh, kehilangan mimpinya, kehilangan rencana apa yang akan dilakukan karena semuanya terlihat gelap. 

Namun ketika sebuah kesempatan kecil itu datang, dia coba meraihnya walaupun hal itu menjadi awal bagi dirinya untuk jauh dari keluarganya. Sudah dipastikan dia tidak akan lama untuk jauh dari kedua orang tuanya dan kembali dengan janji bahwa dia akan memulai mimpinya serta tekun meraihnya.

Kedua orang tuanya menjadi penyemangat, di saat lainnya meremehkannya. Doa orang tua memang menjadi jalan hidupnya walaupun harus setahap demi setahap impian pendidikannya dapat diraih.

Di saat dulu dia harus menunggu dan bersabar mendapatkan kesempatan untuk bekerja, pada tahap selanjutnya seakan semua pintu terbuka lebar dan tidak pernah sehari pun dirinya menganggur meski berpindah tempat kerja. Hingga sebuah kesempatan untuk mengembangkan dirinya berdatangan, memupuk dirinya agar memiliki ilmu yang berkualitas.

Namun terlewatnya waktu, pastinya menjadi trauma-trauma lain pun muncul, di saat dirimu mempercayai namun malah dibohongi. Bukan hanya masalah keuangan namun rasa kepercayaan itu menjadi sangat mahal dan tak akan diberikan mudah ke siapa-pun. Menjadi sosok yang ingin jauh dari masalah, terkadang keberadaan sosok orang lain masuk ke dalah hidupnya, sangat menganggu.

Bukan hanya saat dirinya dibohongi, namun saat keluarganya ditipu, hal itu juga menjadi trauma dalam hidupnya. Dia perlu menerapkan kehati-hatian dan prinsip menghitung kalkulasi atas segala hal-hal yang dia harus perbuat serta dampak yang akan dia hadapi nantinya. Semua harus menjadi terukur dan terencana.

Di luar semua itu, dia meyakini bahwa pendidikan merupakan gerbang pembuka jalan bersama dengan panjatan doa dari orang tua. Satu hal yang mungkin terlupa ialah dalam fase ini, dirinya menemukan arti sahabat yang sebenarnya. Hingga sebelas tahun bersahabat, membangun lingkaran pertemanan abadi, lika-liku fase di mana saling diadu domba, di jauhkan ternyata malah menjadi kekuatan. 

Sahabat yang benar-benar sahabat, di mana salah satunya berjanji dan memang tidak berubah untuk menjadi sosok yang lain. Menjadi apa adanya adalah sebuah kunci penting. Jika memang hati dan logika ini berkata "iya" maka katakanlah "iya", namun jika hati dan logika ini berkata "tidak" maka katakanlah "tidak".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun