Apakah peristiwa itu memberikan sebuah pembelajaran? Pastinya ada satu hal yang penting dipercayai ialah kedua orang tua adalah sosok dimana akan mengangkatmu ketika kamu terjatuh di lembah terkotor sekalipun dan bersiap siaga menjadi penopang di saat diri ini untuk bangkit.
Saat berubah menjadi lebih baik, tidak serta merta yang lainnya hadir sebagai teman yang baik pula. Satu hal yang diingatnya ialah teman yang dia anggap teman dekat tidak memberikan informasi atas kesempatan apa yang akan diraihnya.
Dia meyakini bahwa kenapa dirinya tidak diikutkan atau diberikan informasi karena pasti dianggap menjadi saingan. Padahal jika mengutamakan kompetensi dalam suatu segi keadilan, sangat sah-sah saja dan pastinya tidak akan menjadi sebuah kenangan buruk yang selalu diingat.
Fase ketiga memang menjadi fase dirinya bersinar namun juga menjadi tahapan bagi dirinya terjatuh, kehilangan mimpinya, kehilangan rencana apa yang akan dilakukan karena semuanya terlihat gelap.
Namun ketika sebuah kesempatan kecil itu datang, dia coba meraihnya walaupun hal itu menjadi awal bagi dirinya untuk jauh dari keluarganya. Sudah dipastikan dia tidak akan lama untuk jauh dari kedua orang tuanya dan kembali dengan janji bahwa dia akan memulai mimpinya serta tekun meraihnya.
Kedua orang tuanya menjadi penyemangat, di saat lainnya meremehkannya. Doa orang tua memang menjadi jalan hidupnya walaupun harus setahap demi setahap impian pendidikannya dapat diraih.
Di saat dulu dia harus menunggu dan bersabar mendapatkan kesempatan untuk bekerja, pada tahap selanjutnya seakan semua pintu terbuka lebar dan tidak pernah sehari pun dirinya menganggur meski berpindah tempat kerja. Hingga sebuah kesempatan untuk mengembangkan dirinya berdatangan, memupuk dirinya agar memiliki ilmu yang berkualitas.
Namun terlewatnya waktu, pastinya menjadi trauma-trauma lain pun muncul, di saat dirimu mempercayai namun malah dibohongi. Bukan hanya masalah keuangan namun rasa kepercayaan itu menjadi sangat mahal dan tak akan diberikan mudah ke siapa-pun. Menjadi sosok yang ingin jauh dari masalah, terkadang keberadaan sosok orang lain masuk ke dalah hidupnya, sangat menganggu.
Bukan hanya saat dirinya dibohongi, namun saat keluarganya ditipu, hal itu juga menjadi trauma dalam hidupnya. Dia perlu menerapkan kehati-hatian dan prinsip menghitung kalkulasi atas segala hal-hal yang dia harus perbuat serta dampak yang akan dia hadapi nantinya. Semua harus menjadi terukur dan terencana.
Di luar semua itu, dia meyakini bahwa pendidikan merupakan gerbang pembuka jalan bersama dengan panjatan doa dari orang tua. Satu hal yang mungkin terlupa ialah dalam fase ini, dirinya menemukan arti sahabat yang sebenarnya. Hingga sebelas tahun bersahabat, membangun lingkaran pertemanan abadi, lika-liku fase di mana saling diadu domba, di jauhkan ternyata malah menjadi kekuatan.
Sahabat yang benar-benar sahabat, di mana salah satunya berjanji dan memang tidak berubah untuk menjadi sosok yang lain. Menjadi apa adanya adalah sebuah kunci penting. Jika memang hati dan logika ini berkata "iya" maka katakanlah "iya", namun jika hati dan logika ini berkata "tidak" maka katakanlah "tidak".