Meskipun semua argumen tersebut bertujuan untuk melakukan persuasi agar pembacanya bersepakat dengan pendapatnya, pada dasarnya sebuah kesepakatan tidak serta merta menjadi sebuah kebenaran.
Bila sekumpulan orang bersepakat untuk menjarah, maka penjarahan tersebut tidak bisa menjadi benar. Kesepakatan tersebut hanya akan menjadi pembenaran. Oleh karena itu, dibutuhkan acuan untuk menilai kesepakatan. Dan acuan standar kesepakatan bahasa, yaa salah satunya kamus.Â
Dan acuan standar itu juga merupakan hasil dari kesepakan bersama pula...bingung kan.
Cuma jadi agak sensi juga ketika baca tulisan yang melakukan stigma pada orang yang tidak sepakat dengan sebuah pendapat. Â Meluncurkan panggilan kurang cerdas atau bukan pribumi tulen.Â
Lah, dari semenjak saya bisa ngingat, mudik tidak ada dalam ujaran di daerah saya. Yang ada hanya penggunaan frase "pulang kampuang" meskipun momen lebaran ataupun tidak. Ngeh dengan kosa kata mudik, ketika telah baca atau dengar berita. Jadi ketika saya menganggap mudik sama dengan pulang kampung; tiba-tiba saya harus bertanya pula, "apa saya masih pribumi tulen?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI