Mohon tunggu...
Rifki Ferdiansyah
Rifki Ferdiansyah Mohon Tunggu... Guru - bukan umar bakri

Teaching, Cycling, Browsing

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mudik, Pulang Kampung, dan Stigma

26 April 2020   00:06 Diperbarui: 26 April 2020   00:42 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Meskipun semua argumen tersebut bertujuan untuk melakukan persuasi agar pembacanya bersepakat dengan pendapatnya, pada dasarnya sebuah kesepakatan tidak serta merta menjadi sebuah kebenaran.

Bila sekumpulan orang bersepakat untuk menjarah, maka penjarahan tersebut tidak bisa menjadi benar. Kesepakatan tersebut hanya akan menjadi pembenaran. Oleh karena itu, dibutuhkan acuan untuk menilai kesepakatan. Dan acuan standar kesepakatan bahasa, yaa salah satunya kamus. 

Dan acuan standar itu juga merupakan hasil dari kesepakan bersama pula...bingung kan.

Cuma jadi agak sensi juga ketika baca tulisan yang melakukan stigma pada orang yang tidak sepakat dengan sebuah pendapat.  Meluncurkan panggilan kurang cerdas atau bukan pribumi tulen. 

Lah, dari semenjak saya bisa ngingat, mudik tidak ada dalam ujaran di daerah saya. Yang ada hanya penggunaan frase "pulang kampuang" meskipun momen lebaran ataupun tidak. Ngeh dengan kosa kata mudik, ketika telah baca atau dengar berita. Jadi ketika saya menganggap mudik sama dengan pulang kampung; tiba-tiba saya harus bertanya pula, "apa saya masih pribumi tulen?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun