Iya, dengan permainan tradisional. Permainan apa saja yang membutuhkan gerak, di luar ruang dan bermain bersama-sama. Saya kebayang kalo para penduduk mengajak permainan asli daerah Lombok. Membaca buku "Permainan Rakyat Nusa Tenggara Barat" terbitan Depdikbud 1984, saya temui ternyata provinsi ini memiliki cukup banyak permainan tradisional. Sebut saja Belompongan, Panji atau permainan Bawi Ketik. Â Atau kalaupun permainan-permainan tradisional itu sudah sangat jarang dimainkan, ya munculkan saja permainan anak luar ruang yang lebih global seperti permainan dampu, egrang dan sejenisnya.
Dalam bayangan saya, wisata dengan permainan seperti ini -- yang bisa "menyibukkan" namun mengasyikan, akan memberi kesan mendalam kepada para pengunjung. Jika ini yang muncul, bisa saja tempat wisata itu menawarkan sesuatu yang sangat berbeda: Wisata Tanpa Gadget, Disconnect to Connect. Dan ketika pengunjung kemudian bahagia, tibalah saatnya berpose dengan kain khas Suku Sasak atau Dusun Sade di ujung bukit atau tebing dengan latar belakang biru-hijaunya laut di mana Puteri Mandalika dicari. Ide menggabungkan pengalaman berpose di Gunung RInjani dengan pakaian adat Betawi dan foto di Bukit Merese.
Wisata premium dengan target spesifik
Gimana, menarik kan? Kombinasi semua hal baik: culture, leisure, nature, experience, people involvement, environment dan sustainability.
"Hmm... Iya sih. Tapi tentunya biaya yang harus dikeluarkan untuk mewujudkan tempat wisata seperti itu mahal". Mungkin begitu jawabannya. Dan bisa jadi memang akan seperti itu. Sesuatu yang baik dan fenomenal serta menarik tentunya butuh modal besar. Tapi kan kita bisa menyiasatinya. Bukankah kita bisa persempit segmen pengunjungnya dengan menjadikannya sebagai wisata premium. Iya, dengan target wisatawan yang baru saja menikmati Superbike atau MotoGP dan wisata lainnya di DSP Mandalika dan butuh sesuatu yang baru. Mereka-mereka yang mengapresiasi sesuatu yang unique yang dikombinasikan dengan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan. Atau utamanya, wisatawan asing yang sedang menikmati Wonderful Indonesia dan ingin melihat destinasi kelas dunia yang eco-friendly dan sustainable tapi kental dengan nuansa alam  dan adat Mandalika dengan interaksi dan keterlibatan masyarakat setempat.
Ah, semoga saja khayalan liar yang berasal dari pengalaman wisata trekking menjejak Puncak Anjani Gunung RInjani dan wisata alam bersama keluarga ke Bukit Merese menjadi kenyataan.
Eco-sustainable Tourism? Di Indonesia aja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H