Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Backpakeran: Kesederhanaan untuk Zero Emisi

23 Oktober 2021   17:56 Diperbarui: 23 Oktober 2021   17:59 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yap. Backpackeran di Pulau Samosir selama dua hari itu kalau ditelusuri ternyata sudah mendukung aksi ke arah zero emission juga ya. Yuk kita data jejak karbonnya. 

Backpackeran ke Samosir menggunakan kendaraan umum KBT dari Balige ke Parapat. Mengurangi emisi, menambah emosi.  Adrenaline rush. | Foto: dokpri
Backpackeran ke Samosir menggunakan kendaraan umum KBT dari Balige ke Parapat. Mengurangi emisi, menambah emosi.  Adrenaline rush. | Foto: dokpri

Saya mulai dari liburan ke Samosir itu dengan extend atau memperpanjang dua hari dari acara Konferensi Heritage Toba. Ngirit. Aji mumpung. Jadi, tidak bolak-balik menggunakan pesawat di hari yang berbeda. Itu kan sudah melaksanakan langkah mengurangi emisi karbon berupa “avoid” atau mencegah atau mengurangi perjalanan, utamanya lewat penerbangan. Pesawat udara itu ternyata menghasilkan dua persen emisi karbon per tahun globally.

Bukan backpackeran jika masih menggunakan mobil sewaan. Dari Balige ke tempat penyeberangan di Parapat, kita menggunakan KBT dong: angkot isi penuh – dua di depan, tiga-tiga di tiga baris belakang. 

Itu berarti kita sudah melaksanakan langkah mengurangi emisi karbon berupa “shift” atau beralih dari mobil sewaan selama acara konferensi menjadi angkutan umum masal selama backpackeran. Apalagi mobil angkotnya ber-AC alami. Ramah lingkungan, kan. 

Ya meski ada efeknya: ramah emisi, tidak ramah emosi: deg-degan, man. Ngeri jalannya ngebut, euy. Menurut sebuah referensi, emisi menggunakan kendaraan umum adalah 0.08 kg CO2/km, jauh lebih kecil dari emisi kendaran pribadi 0.27 kg CO2/km.

Di atas kapal penyebrangan orang ke Tomok Samosir dari pelabuhan Ajibata. Cukup Rp. 12 ribu | Foto: dokpri
Di atas kapal penyebrangan orang ke Tomok Samosir dari pelabuhan Ajibata. Cukup Rp. 12 ribu | Foto: dokpri

Langkah “shift” yang sama juga dilakukan pada saat menyebrang ke Pulau Samosir. Saya memilih menggunakan penyeberangan dari Pelabuhan Ajibata ke Tomok menggunakan kapal penyeberangan orang, bukan kapal fery yang bisa menampung mobil. Kapasitasnya kan beda, jadi diperkirakan emisinya pun jauh berbeda. 

Demikian pula selama di Samosir, saya lebih memilih wisata lebih seru, backpackeran rasa adventure dengan menyewa motor untuk dipakai dua orang. Bukankah emisi dari motor (disebut kereta di sana) adalah 0.15 kg CO2/km sekitar separoh dari emisi mobil pribadi (disebut motor di sana).

Kereta sewaan dari Tomok, Samosir. Sesuai dengan aplikasi ya wkwkwkwk | Foto: dokpri
Kereta sewaan dari Tomok, Samosir. Sesuai dengan aplikasi ya wkwkwkwk | Foto: dokpri

Mengenai penginapan, tentulah kita memilih homestay yang ramah di budget. Bukannya terlalu ngirit, tapi kita realistis dan logis lah. Seharian mau keliling Pulau Samosir, kenapa harus menginap di hotel yang berbintang dengan kolam renang yang tidak akan dipakai. Kita kan pastinya sampai ke hotel di malam hari. Dan buat tidur doang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun