Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Dia! Proses Kreatif Sebuah Memoar Cetak Ulang

5 Mei 2021   14:20 Diperbarui: 5 Mei 2021   14:50 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Andi, Mbak Nathaly Indri dan Prof Juhaeri | Foto: Nelly Oswini Subekti FB

Mas Andi, Mbak Nathaly Indri dan Prof Juhaeri | Foto: Nelly Oswini Subekti FB
Mas Andi, Mbak Nathaly Indri dan Prof Juhaeri | Foto: Nelly Oswini Subekti FB

Lalu mulailah proses persiapan penerbitan memoar itu. Pihak penerbit memberi masukan-masukan terutama terkait bagian-bagian mana yang dirasakan tidak perlu terlalu detail. 

Dan sebaliknya, saran juga diberikan untuk bagian-bagian yang justru perlu lebih didetailkan. Tentunya juga dibahas masalah kronologi. "Kronologi itu penting ya. Penting, karena ini kan memoar. Jadi jangan sampai lompat". Begitu penjelasan Pak Andi Tarigan. "Termasuk juga feel-nya. Feel kehidupan desa ya harus desa. Feel IPB ya harus IPB".

Dengan diskusi intensif antara Prof Juhaeri sebagai penulis dan tim penerbit, termasuk hampir tiap minggu melakukan meeting daring, akhirnya memoar pun siap cetak. Enam bulan sejak diterima pihak penerbit. Praktis tidak ada revisian yang berarti. "Hanya memperkuat narasi. Bukan menghapus kesinambungan". Dan dua tahun dari sejak memoar itu pertama kali ditulis, penghujung bulan Januari 2021, Statistics of Dreams pun diluncurkan.

Tips-tips dalam menulis

in Action | Foto: Juhaeri FB
in Action | Foto: Juhaeri FB

Dalam sesi tanya jawab, makin terkuat beberapa kiat Prof Juhaeri dalam menulis. Seperti dalam menghadapi tantangan berupa writer block, Prof Juhaeri memberikan sedikit kiat yang agak lain. 

"Sebelum writer's block itu muncul, cegahlah. Menulislah lepas. Pakailah 99% feeling dan 1% thinking". Writer's block bukanlah sebuah tantangan tersulit buat dia. Yang menjadi tantangan tersulit bagi Prof Juhaeri adalah ketika menulis melibatkan emosi. "Perasaan sedih, merasa sendirian, sepi apalagi ketika kita harus menuturkan kembali kesulitan-kesulitan di masa kecil. Dan juga  penyesalan. Pada saat menulis tuh, sedihnya gak ketulungan".

Menjawab pertanyaan bagaimana mengatasi kegagalan dalam menulis, Prof Juhaeri memberikan tiga kunci: Knowledge, Attitude, Behaviour. Dari sisi knowledge, penulis harus siap menerima apapun yang terjadi. Mengakui. Menerima. Meski itu nantinya adalah sebuah kegagalan. Sementara dari sisi attitude, penulis dihadapkan kepada dua sikap: menyerah atau fight. Apapun yang dipilih, itu akan tercermin dalam behaviour.

"Semua orang itu pinter loh. Cuman, siapa dari mereka yang mau melakukan sesuatu dengan ekstra mile". Namun demikian, beliau juga mengingatkan penulis untuk tidak terlalu memasang ekspektasi terlalu tinggi. Yang penting tuliskan dulu. Dan kemudian terbukalah terhadap komentar, reviw, saran dari orang lain. "Harus besar hati", begitu katanya.

Sedikit terkait menghadapi masa depan setelah pandemi, Prof Juhaeri menekankan kepada dua sikap: resilience - tahan banting dan adaptif terhadap apapun yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun