"Mungkin terlihat arogan, tapi saya tidak terlalu peduli yang orang lain pikirkan'.
Deraan kesulitan kemiskinan di awal perjalanan hidupnya, usaha keras dan halal untuk menjadi yang terbaik demi menggapai mimpinya, membuat orang berpikiran jika Kang Ju memiliki karakter sulit: perfeksionis. Ketika hal itu ditanyakan oleh audiens, Kang Ju tidak menampiknya.
"Saya memang super perfeksionis malah. The second is not the option. I HAVE TO BE the best", begitu jawabnya. Dia lalu bercerita bahwa kadang hal itu membawa dia menjadi seorang yang obsesif dalam kesempurnaan. Kenyataan yang sebenarnya mengganggu. "Capek, jadinya".
"Tapi biarkan keperfeksionisan itu ada di dalam diri saja", begitu jawaban Kang Ju terhadap pertanyaan bagaimana sifat perfeksionis dihadapkan dengan kenyataan beliau memiliki anak buah. "Ke luar, kita pakai hati. Jika anak buah kita terlihat memang seperti kita, ya kita lakukan yang sama. Jika anak buah kita tidak seperfeksionis kita, ya kita ubah pendekatan. Itulah pentingnya engaged dengan bawahan".
Launching memoir Statistics of Dream berjalan sangat cair. Mbak Nathalie Indry dari pihak Gramedia membawakan acara sangat bagus, termasuk dengan membuat suasana virtual meeting ini seperti sebuah dialog langsung, dengan membuka pertanyaan langsung peserta atau membacakan pertanyaan peserta yang ditulis.
Ada seorang penanya mengemukakan pertanyaan menggelitik.
"Kalau kita lelah dalam mengejar mimpi itu karena tekanan dari luar, bagaimana caranya melawan semua itu?". Â
Jawaban Kang Juhaeri cukup out of the box, agak lain dari yang lain, dan sedikit menampar.
"....set the time untuk refleksi. Cobalah menikmari kelelahan dan keputusasaan itu. Enjoy it. IT IS LIFE. LIFE IS CRUEL. Meski kita hidup di dunia ini ada bantuan orang lain, sejatinya kita itu sendiri. You are alone. Jadi nikmati saja. Acceptance. Think positive". Termasuk menarik memahami jawaban beliau bahwa tidak apa-apa gagal karena orang lain lebih baik, tetapi janganlah gagal karena kita tidak melakukan yang terbaik.