Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengenal Camp 7 Gunung Raung yang Terbakar Itu

5 Oktober 2019   06:17 Diperbarui: 5 Oktober 2019   06:32 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis di senja hari | Foto: RIfki Feriandi

Kaget sekali mendengar dan membaca kabar jika Camp 7 Gunung Raung terbakar kemaran. Asap mengepul dari kira-kira sepertiga atas gunung. Sementara malamnya, konaran api terlihat dari sekitar sepertiga sampai dua pertiga tinggi. Wah, berarti kebakarannya cukup parah.

Sedih dan bersyukur.

Sedih, ya karena terbakarnya pohon-pohon itu berarti punahnya berbagai makhluk hidup. Bisa jadi juga rusaknya habitat mereka.

Bersyukur, karena saya sendiri baru selesai memulihkan badan setelah pulang dari sana, Gunung Raung. Saya Bersama empat orang teman menanjak hari Sabtu, turun hari Minggu. Berarti lima hari lalu. Bersyukur kejadian tidak terjadi saat saya di sana. Dan berdo'a semoga para pendaki yang terjebak diberi kekuatan, ketenangan dan keselamatan.

Mengenal Camp 7

Penulis di senja hari | Foto: RIfki Feriandi
Penulis di senja hari | Foto: RIfki Feriandi

Camp 7 adalah salah satu camp dari Sembilan camp yang berada di Gunung Raung. Istilah Camp dipakai di sini, dibandingkan istilah "Pos" atau "Shelter". Camp 7 adalah camp utama tempat para pendaki mendirikan tenda untuk bermalam. 

Di camp ini biasanya dimulainya summit attack, atau perjalanan menaklukkan puncak gunung. Ya, seperti Kalimati di Semeru, Plawangan Sembalun di RInjani atau Shelter Tiga di Kerinci.

Utama, karena camp ini termasuk memiliki tanah datar paling luas dari camp-camp lainnya sehingga daya tampungnya lebih banyak. Berbeda sih dengan di gunung lain di mana pos awal summit attack nya luas, luasnya Camp 7 hanya muat untuk mendirikan 26 tenda.

Saat tiba, kita disambut dua tonggak kayu. Menarik sih. Pas buat berforo. Sudah ada beberapa tenda di sana milik pendaki yang melakukan perjalanan pendakian sejak hari Jumat, 3 hari 2 malam. Kami sendiri mengambil 2 hari 1 malam saja.  Agak ke tengah terdapat saung mirip pos ronda. 

Pondok Rasta, begitu nama di papannya. Lengkap dengan warna senada rasta: hijau, putih, merah. Turun di sebelah kanan, ada lahan sedikit sempit tetapi bias untuk mendirikan dua tiga tenda. 

Berlanjut lurus dari arah masuk agak ke atas, juga ada lahan untuk mendirian beberapa tenda lagi. Tapi, area paling luas memang area tempat kita masuk.

Tonggak kayu dan keramaian | Foto: Rifki Feriand
Tonggak kayu dan keramaian | Foto: Rifki Feriand

Yang menyenangkan di sini adalah kita tidak perlu bertingkah seperti kucing. Iya, kita tidak perlu menggali tanah jika ingin membuang air besar. Tersedia "toilet kering" di sini. Terdapat dua buah toilet kering. Jangan dipikir toilet itu dilengkapi dengan kloset. Hanya sebuah lubang kecil khusus pup yang cukup dalam dan dinding seng sebagai penghalang sudah menjadi kemewahan buat pendaki mah.  

Tidak terlalu permanen seperti di Kalimati, di sini sederhana saja. Bahkan dengan toilet kering sederhana begini saja masih banyak ceceran sampah tissue dan lain-lain di sekelilingnya.

View yang emejing

Negeri di atas awan...beneran ini mah | Foto: Rifki Feriandi
Negeri di atas awan...beneran ini mah | Foto: Rifki Feriandi

Sesuatu yang diharapkan saat ngecamp di pos summit attack adalah pemandangannya. Ya, di Camp 7 ini pun kita disuguhi pemandangan yang keren sangat. Awan-awan menggumpal di bawah sana, putih mengkilat. Keren sekali. 

Tidak perlu ke Citorek yang macet stuck untuk merasakan negeri di atas awan. Eh . Karena ini mah beneran negeri di atas awan sesungguhnya. Dengan catatan standar: jika cuacanya bagus.

Saat kita memandang ke arah Barat, di sebelah kiri udara cerah. Namun di sebelah kanan kabut mulai menguasai. Alamat gak dapat sunset nih. Lalu beneran, kabut turun. Pekat. Sekonyong-konyong. Menggelap. Tapi tak lama, kabut menyisip. Pemandangan tersingkap lagi. Beberapa kali kejadian seperti ini berulang. Dan mendekati magrib, Alhamdulillah warna sepuh emas muncul. Nuansa biru muncul lalu tenggelam. 

Sorot mentari terkadang redum berganti pemandangan bulat sempurna, lalu setelah awan tipis sirna, sorot emasnya berkilau kembali. Lembut. Dan beruntung pula, kami melihat sebuah segitiga pyramid di kejauhan. Sebuah gunung. Semeru, katanya.

Siluet saat terbenamnya mentari | Foto: Rifki Feriandi
Siluet saat terbenamnya mentari | Foto: Rifki Feriandi

Demikian pula malamnya saat kita mempersiapkan summit attack. Kami ditemani oleh berkilau-kilaunya bintang sepenuh langit. Alhamdulillah, langit cerah.

Raung, gunung tanpa mata air

Ini yang penting dicatat. Ketika umumnya camp Utama sebelum summit attack itu memiliki sumber mata air, tidak demikian di Gunung Raung. Tidak ada mata air di sini. Pendaki harus mempersiapkan persediaan air minumnya sejak dari basecamp, awal pendakian. Repot. Tapi, bagaimana lagi. 

Itulah kenapa, para pendaki disarankan menyewa porter ya untuk membantu membawa logistic. Dalam dua hari semalam pendakian kami, paling tidak, tiap orang membutuhkan satu botol air mineral besar untuk perjalanan dari Basecamp ke Camp 7, satu juga untuk Summit Attack dan kembali ke Camp 7, dan satu untuk turun dari Camp 7 ke Basecamp. 

Itu belum termasuk air untuk keperluan masak dan lain-lain. Tidak heran, di sini pendaki beneran gak mandi selama pendakian. Jangankan mandi, seka badan pun tidak.

....Yang ada sekarang hanya air mata

Ya. Miris membaca kebakaran ini. Entah apa penyebabnya. Cuman bias berpikir mereka-reka. Bisa jadi karena kekeringan lama membuat dahan kering dan gesekan antar dahan kering memercikan api. Bisa saja terjadi, dan lumrah. Atau bias saja ada pendaki yang merokok dan lupa membuang puntung rokok ke mana saja, tanpa sadar kalua puntung rokoknya masih memiliki bara. Padahal angina di Camp 7 itu kencang banget. 

Apalagi bergerak ke atas, ke Camp 9, makin kencang. Sekali api terpercik, akan susah padamnya, selain dipadamkan alamiah dengan hujan. Bagaimana mau memadamkan api, lah sumber airnya tak ada. Belum lagi angin. Dan pertolongan dari bawah pun akan sulit, mengingat pendakian dari Camp 1 ke Camp 7 saja memakan waktu delapan jam.

Hanya bisa berdo'a semoga Allah menurunkan hujan.

Berdo'a semoga pendaki yang terjebak di atas sana diberi ketenangan, kekuatan dan keselamatan. Saya yakin, para petugas sedang berusaha keras mengevakuasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun