Final tunggal putri Amerika Terbuka menyisakan berbagai cerita. Tentang bagaimana seorang pemudi Jepang - Naomi Osaka - bisa perkasa mengalahkan petenis hebat tuan rumah dengan dua set langsung. Juga tentang bagaimana upacara penyerahan piala yang berjalan canggung, dengan baik Osaka maupun Serena berurai air mata. Dan cerita yang terheboh adalah mengenai tindak tanduk Serena Williams sehingga "dihukum" denda dan pengurangan point dan game oleh wasit Carlos Ramos.
Berikut tiga hukuman yang diterima Serena Williams dari analisa Richard
Warning pertama
"Kartu kuning" pertama diberikan wasit Carlos kepada Serena disebabkan karena pelatih Serena, Patrick Mouratoglo memberikan kode-kode petunjuk kepada Serena. "Made clear and repeated coaching gestures to his player on the court". Sebagai penonton, saya tidak menyangka jika di ajang Grand Slam Tennis ternyata pelatih tidak boleh memberikan petunjuk kepada pemainnya, bahkan lewat getur tubuh.
"Untuk wasit profesional, mengawasi pelatih saat pertandingan itu adalah standard practice", demikian kata Richard. Semua pelatih sudah mengetahui bahwa gestur tangan pun adalah pelanggaran terhadap Code of Conduct.
Penalti pemberian poin kepada lawan
Point penalty diberikan wasit karena Serena membanting raket di lapangan. Hukuman ini - memberikan point kepada lawan - termasuk hukuman biasa yang sudah jamak diketahui karena kasusnya sering terjadi. Dalam bahasa Richard, membanting raket di lapangan itu adalah "mandatory code violation" yang sudah diketahui semua pemain.
Penalti pemberian gim kepada lawan
Hukuman yang lebih berat bagi pemain, game penalty, terjadi juga dalam laga final itu. Hukuman itu dipicu oleh aksi Serena yang di tengah kata-kata yang terus bermunculan dari mulutnya menuduh wasit sebagai pencuri yang mencuri poin miliknya. Â Dari video terlihat jika wasit Ramos berusaha mengabaikan kata-kata itu sampai kemudian Serena menuduhnya cheating.
Serena Williams was wrong
Sebagai mantan wasit profesional yang malang melintang di ajang Grand Slam, termasuk menjadi wasit yang menjatuhkan beberapa hukuman sejenis saat pertandingan tunggal putra US Open 1987 antara petenis urakan John McEnroe dan Slobodan Zivojinovic, Richard Ings menilai bahwa wasit Carlos Ramos telah melakukan keputusan yang benar dalam tiga insiden tersebut.
"Keputusan Ramos tidak ada hubungannya dengan sexism atau rasisme. Keputusan itu hanya berdasarkan pengamatan sebagai wasit yang melihat secara jelas terjadinya pelanggaran terhadap peraturan grand slam dan sebagai wasit memiliki keberanian untuk menjatukan keputusan tanpa ada rasa takut dan tidak berpihak".
Hmm... menarik. Jadi wasit itu tidak mudah. Angkat topi buat para wasit.
Untuk melihat bagaimana RIchard Ings memimpin US Open tunggal putra di mana John McEnroe kembali emosi, sila lihat youtube ini. Â Jika Anda menjadi wasit, jiper gak ya menghadapi orang seperti John McEnroe?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H