Selain Lalu Zohri, ada beberapa figur lainnya pembuat harum nama Indonesia di kancah Internasional di bulan Juli ini. Salah satunya adalah Lawrence Dean Kurnia. Jagoan wushu cilik yang menyabet medali emas di 7th World Junior Wushu Championship di Brazil. Lawrence menyabet medali emas untuk kategori Boy's Daoshu C.
Pagi ini, saya berkesempatan mewawancarai Kurnia Djuhari, ayah Lawrence Dean Kurnia, untuk mengetahui sosok Lawrence lebih jauh.
Terima kasih. Bangga banget euy. Lawrence mulai latihan wushu di umur lima tahun
Kenapa wushu yang dipilih?
Awalnya sih untuk kesehatan saja  dan mengisi waktu jangan terlalu banyak main. Cari kegiatan yang bermanfaat. Begitu. Pada waktu itu dia diajak temannya. Anak-anak dekat rumah pada main wushu. Jadilah saya masukan ke sana. Dan kayaknya cocok.Â
Maklum anak saya tidak bisa diam. Kadang-kadang saya pulang kerja dalam kondisi lelah dan stress eh anak-anak malah mengajak berkelahi-berkelahian. Kadang karena capai saya suka meledak marah. Bahkan pernah Lawrence tidak mau dekat dengan saya, jadi jauh sama saya. Rasanya berdosa banget.
Pada waktu itu saya masukkan tiga anak saya, Jessica, Patricia dan Lawrence. Memang semangat sih merekanya. Tapi namanya anak. Pada dasarnya anak-anak itu tidak bertahan. Inginnya santai-santai. Kalau sudah gitu, paling sebagai orang tua kita yang selalu memberi semangat dan menasehatinya. Kadang saya jawabnya sambil berkata "siap-siap yah bentar lagi berangkat. Latihan...hehe.."
Mungkin yang membuat mereka betah karena ada kesempatan bertanding. Jessica, Patricia dan Lawrence itu pada latihan kelihatan menonjol. Lalu pelatihnya berkata "Om, boleh tidak anak-anak ikut bertanding?". Ya saya jawab "silakan". Padahal mereka ketemu pelatih yang galak, tapi dia sayang.
Sekitar enam tahunan lah.
Ada yang lucu. Ketika pertama dia mau tanding, sempat dia sudah masuk lapangan dan sudah ke tengah lapangan, eh dia keluar lagi. Pelatihnya sampai harus ngejar-ngejar lagi supaya dia tampil...hehe..
Lawrence itu anaknya gigih ya? Â Dari wajahnya dia emang agak serius dan wajah punya semangat. Dia memang begitu ya sifatnya?
Betul sudah kelihatan waktu kecil, sekitar umur 5 tahun dia kalau main sepertinya membuat penonton terpesona, kayak punya aura di dalam dirinya. Makanya kalau dia main selalu ditunggu-tunggu oleh para atlet, orang tua dan pelatih yg lain.
Biasa ya. Rutinitas latihan dan kerasnya latihan. Tapi kalau sudah ketemu dengan kawan-kawan saat latihan, anak-anak senang. Sebetulnya latihannya memang keras. Betul, anak itu kadang-kadang suka nangis. Tapi setelah itu ya biasa lagi dan bercanda. Namanya juga anak-anak.
Apalagi saat bertanding. Dia senang ketemu dengan teman-temannya, termasuk teman barunya yang menjadi lawannya. Terlebih kalau sudah nasional, lebih banyak lagi teman-temannya dari suporter. Mereka seperti punya "koloninya" sendiri, se-Indonesia.
Sebetulnya Lawrence dan Patricia itu anak pemalu. Dengan kawan-kawannya pun kurang sekali bergaul, hanya orang-orang tertentu saja. Tapi dengan sering bertanding dan punya prestasi, jadi timbul ada kepercayaan diri mereka. Sekarang pergaulannya luas dan sering tampil di sekolah dan jadi banyak dikenal orang-orang di sekolahannya. Jadi dia sekarang punya banyak teman.
Sebagai warga Indonesia, saya bangga ada yang menorehkan prestasi dunia. Apalagi sebagai ayahnya.
Saya sebagai orang tua seperti mimpi dan merasa bangga, kok anak saya bisa mengibarkan Merah Putih dan bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Waktu pelepasan atlet sebelum berangkat saya hadir. Saat itu Menteri Erlangga Hartarto berkata: "Lagu Indonesia Raya di suatu negara dinyanyikan hanya dalam dua kejadian. Presiden Indonesia datang ke negara itu dan ketika atlit Indonesia yang mendapatkan medali emas."
Jadi alangkah bangganya kita bisa mengenalkan lagu kebangasaan Indonesia di luar negeri.
Kebetulan sekolah mereka yang sekarang mendukung. Katanya siapa lagi yang akan mendukung di luar orang tuanya selain sekolahnya. Terlebih anak-anak berprestasi di luar sekolah selain punya mental yag kuat, juga umumnya bisa mengembangkan diri sendiri yang lebih matang dan mandiri.Â
Jadi jangan hanya mengandalkan pelajaran yang menghapal. Begitu kata sekolah anak-anak. Dan wakil dari sekolah juga menjelaskan bahwa zaman sekarang sudah berubah. Jiwa mandiri akan membawa ke kehidupan yang lebih tabah menghadapi tantangan dalam kehidupan kedepan. Yayasan banyak mendukung.Â
Saya selalu bilang jika sekolah nomor satu. Contohnya Patricia. Walaupun sibuk latihan wushu, dari jam 18.00-22.00, dia bisa masuk dan jadi wakil sekolahnya di Olimpiade Matematika.
Yang pertama, anak saya yang dulu jauh dari Bapaknya, karena pelatihnya mendidik dengan kasih sayang walaupun keras, anak saya berubah jadi dekat dengan saya. dan itu membuat saya kaget. Itu saya lihat berarti ditempat latihannya diajarkan saling hormat menghormati, dengan teman setingkat dan terutama dengan seniornya.
Apakah di kehidupan nyata maupun di olahraga, namanya dicurangi itu ada. Tapi mereka punya kepercayaan, bahwa supaya tidak dicurangi orang, maka mereka harus punya prestasi yang jauh lebih baik dibandingkan orang lain, sehingga tidak memungkinkan disalip oleh kecurangan-kecurangan yang non teknis.
Melihat dia bisa menggerakan jurus dengan lancar tanpa lupa saja sudah membuat bangga sekali. Dan hampir tidak percaya ketika dia bisa membawa bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Ini membuktikan Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain. Ini juga membuktikan bahwa "Atlet Indonesia Bisa."
"Sebagai orang tua yang sangat bangga dan berbahagia, saya mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada banyak pihak, terutama kepada pelatih wushu, Fready Hartono dan Ronny Saputra, yang telah melatih dan mendampingi anak-anak meraih keberhasilan sampai sejauh ini."
- foto-foto keberhasilan Lawrence dan Patricia bersumber dari Bu Dr.Rosi Nurasjati.S.Pd..M.Pd, Kabid Litbang PB Wushu dan pendamping atlet di Kejuaran Dunia Yunior Wushu ke 7 di Brasil
- foto-foto keluarga didapatkan dari facebook Kurnia Djuhari dengan izin beliau untuk digunakan
- wawancara dilakukan dengan whatsapp messenger, pagi tanggal 17 Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H