Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

5 Kegiatan Sholat Ied yang Bagus untuk Kecerdasan Emosi Anak

14 Juni 2018   11:37 Diperbarui: 14 Juni 2018   13:26 2345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Didik Kecerdasan Emosi Anak di Hari Lebaran Dengan Lima Aksi Ini

 Hari Lebaran itu hari suka cita. Hari "kembali kepada fitrah" ini juga disambut oleh anak-anak dengan riang gembira. Khas anak kecil, memakai baju baru adalah salah satu faktor kegembiraan itu. Lalu, uang salam tempel dan hadiah. Ya, sebagian sih karena dia mendapat sesuatu secara materi. Tapi, tentunya anak kecil juga mendapatkan kegembiraan dari sisi non-materi, berupa kebahagian berkumpul bersama keluarga dan dekat dengan kerabat.

Ternyata, Lebaran bisa memberikan kebahagiaan lain yang tidak kasat mata sebagai sebuah kebahagiaan. Itulah saat orang tua bisa menanamkan berbagai aksi mudah, sederhana namun sangat bernilai untuk pendidikan kecerdasan emosi anak. Tepat di inti hari Lebaran: Shalat Ied.

Inilah lima aksi mundah untuk mendidik emotional intelengence anak di saat Shalat Ied

1. Menuntun orang tua

Ade belajar menuntun Enin | Foto: Rifki Feriandi
Ade belajar menuntun Enin | Foto: Rifki Feriandi
Saat berjalan menuju tempat solat Ied, baik itu berjalan dari rumah ataupun berjalan setelah turun dari mobil, ajak si Kecil untuk menuntun orang tua. Jika masih kecil, genggam tangannya. Si Ayah dan si Ibu lah yang secara harfiah yang menuntun si Kecil. Tapi beriring waktu, seiring dia mulai besar dan mengambil jarak dengan orang tua, masukan saran untuk menuntun siapa saja yang dianggap tua. Utamanya kakek atau nenek. Dan biarkan si Kecil yang terlebih dahulu mengajak neneknya.

"Yuk Nin, kita pergi. Ade pengen sama Enin ya Bu", sekali waktu si Ade berkata seperti itu. Dia langsung mengajak neneknya, sambil terus berpegangan tangan sepanjang jalan. Tentunya diselingi percakapan-percakapan remeh temeh khas nenek-cucu.

Menuntun orang sepuh adalah sebuah pendidikan untuk hormat kepada orang yang lebih tua dan sekaligus memberikan sebuah pernyataan "Ade sayang Enin" - tanpa diucapkan. Itu pelajaran tentang Respect untuk anak kecil.

2. Membantu menggelar sejadah

Karena dua anak si Ayah itu perempuan, dan anaknya cuman dua, maka setiap Ied Si Ayah tidak bisa duduk bersebelahan dengan mereka. Padahal ada yang si Ayah ingin tunjukkan kepada si Ade dan si Kakak, yaitu bagaimana si Ayah membantu Aki - yang selalu duduk barengan, menggelar sejadahnya. Aksi tidak seberapa tapi bermakna karena si Aki suka sakit pinggang dan terkadang pusing hany karena berjongkok sedikit. Dengan membantu menggelar sejadah, meski sesederhana merapikan saja karena si Aki juga masih mampu menggelar sejadahnya, si Aki akan lebih cepat duduk di atasnya dan setidaknya mengurangi kemungkinan beliau cedera.

Karpes solat mengindari saf terputus karena sendal sayangnya tidak bisa dipakai di lapangan ya | Foto: Rifki Feriandi
Karpes solat mengindari saf terputus karena sendal sayangnya tidak bisa dipakai di lapangan ya | Foto: Rifki Feriandi
Coba sekarang bayangkan sebuah pemandangan, anak muda - lulusan SMA atau anak kuliahan - ganteng dengan dandanan kekinian berjalan ke lapangan Ied, lalu dia berjongkok, menggelar koran bekas dan sejadah di atasnya. Dan dengan menggenggam tangan ayahnya, mereka berdua duduk. Padahal, ayahnya itu tidak sepuh-sepuh amat. Tapi itulah aksi keren pertunjukkan kasih sayang anak kepada ayah. Itu pelajaran tentang Ringan tangan membantu untuk anak kecil.

3. Meletakkan sendal dengan rapi

What!! Merapikan sendal?

Sepele kan. Selama ini yang sering dilihat adalah para jamaah itu meletakkan sendalnya begitu saja. Setelah tikar atau sejadah tergelar, kaki langsung menginjaknya dan duduk. Meninggalkan sendal dan sepatu apa adanya. Padahal, banyak kejadian, posisi-posisi sendal berantakan itu mengganggu rapinya saf / barisan solat. Banyak saf yang terputus karena jamaah meletakkan sendal dan sepatunya di sebelah kiri atau kanannya. Otomatis tetangga sebelahnya tidak bisa merapatkan sejadahnya, bukan?

Padahal, jika sendal itu diletakkan dengan rapi di posisi depan atau belakang sejadahnya, maka saf bisa rapat. Dan jika orang dewasa melakukan hal itu, tanpa berkata pun anak-anak akan mengikutinya.

Ilustrasi penggunaan karpet plastik seperti ini membuat sendal disimpan di samping, dan membuat saf rapat | Foto: konsultasisyariah.com
Ilustrasi penggunaan karpet plastik seperti ini membuat sendal disimpan di samping, dan membuat saf rapat | Foto: konsultasisyariah.com
Buat apa sih, repot-repot merapikan sendal?

Terbayang tidak jika dalam solat berjamaah di lapangan itu, solat Ied diutamakan di lapangan, yang diikuti jemaah yang membludak, ada berapa ruang kosong yang bisa diisi jamaah-jamaah yang masih mengantri masuk di luar lapangan. Tidakkah kita memiliki rasa iba sedikit untuk memberikan jamaah haknya yang "dirampas" oleh sendal-sendal kita. Apa kita masih tega melihat ruang kosong semetara di luar pagar para jamaah yang terlambat, mungkin karena alasan darurat dan bukan alasan malas, celingak-celinguk mencari ruang kosong? Itu pelajaran tentang Empati buat anak kecil.

4. Mengisi ruang kosong

Sering terjadi dalam solat Ied di lapangan, satu keluarga yang berombongan atau satu kelompok anak muda dengan teman-temannya, tidak mau bergeser atau pindah ke ruang kosong di saf depannya. Alasannya masuk akal. Jika ruang kosong di depan itu tentunya akan "menceraiberaikan" kelompok atau keluarga mereka. Dan itu tidak cool, tidak keren dan tidak kompak. Padahal, ada hal yang lebih baik dibandingkan dengan membuat sebuah amal baik agar saf solat sempurna? Perasaan tidak kompak itu hanya perasaan berlebihan, karena toh ujung-ujungnya tiap orang adalah individu....kecuali mereka yang membawa dan harus mendampingi anak kecil.

Ilustrasi saf renggang | Foto: acehtribunnews.com
Ilustrasi saf renggang | Foto: acehtribunnews.com
Sangat dipahami jika orangtua yang membawa anak kecil tidak akan berpindah ke saf kosong jika itu harus memisahkan dia dengan anak kecilnya yang masih harus didampingi. Contohnya anak balita atau anak-anak yang harus "dipegang" untuk menghindari kehebohan semisal berisik, berlari-lari. Tapi ternyata ada yang bisa dilakukan orang tua dalam kondisi seperti ini. Iya, segampang memberi petunjuk - dengan berdiri atau mengacungkan jari - kepada jemaah yang baru datang bahwa ada ruang kosong tersedia di sekitarnya. Langkah ini tentunya akan membantu para jamaah untuk masuk, dan membantu saf menjadi rapat sesuai tuntunan. Dan biarkanlah anak kita melihat ini sebagai sebuah pendidikan untuk mengutamakan kepentingan yang lebih besar, lebih utama dibandingkan kepentingan pribadi dan kelompok. Itu pelajaran tentang prioritas bagi anak kecil.

5. Mengambil dan membuang koran bekas alas sejadah

Para jamaah lantas langsung berdiri dari tempat duduknya setelah khatib Ied menuntaskan khutbahnya. Mereka lalu memakai sendal dan sepatunya, bergabung dengan keluarganya, bercakap sedikit dengan tetangganya dan lalu ....pulang. Lah, itu koran bekas yang tadi padi dibawanya dibiarkan begitu saja, dan membuat lapangan menjadi tempat sampah raksasa ....setelah solat kembali fitri / bersih. Kontradiksi.

Loh, kan ada petugas kebersihan? Itu kan tugasnya.

Koran bekas yang dibuang di tempat solat. Padahal baru saja fitri ya kita | Foto: Rifki Feriandi
Koran bekas yang dibuang di tempat solat. Padahal baru saja fitri ya kita | Foto: Rifki Feriandi
Hmmm.... Perlu diselidiki, apakah dalam juklak juknisnya para petugas kebersihan ada kalimat yang menyatakan "membersihkan lapangan dari sampah yang dibawa para jamaah"? Apakah kita begitu teganya di hari yang fitrah, sebagai hasil gemblengan sebulan puasa, itu membiarkan para petugas bekerja keras, sementara kita ongkang-ongkang kaki tak peduli? Apakah kita demikian egois dan tidak bermurah hati untuk sedikit membantu mereka. Iya, hanya sedikit. Bukankah melipat koran bekas, hanya koran bekas yang didudukinya saja, menjadi seperti koran bekas yang tadi pagi dibawanya dan meletakkannya di satu tempat itu, adalah pekerjaan yang sangat ringan. Seringan kita membawanya dari rumah.

Berilah ucapan terimakasih kepada para petugas kebersihan dengan sedikit membantu mereka - yang sebenarnya adalah kewajiban kita, bukan.

Itu pelajaran tentang tanggung jawab, apresiasi, empati dan sikap tidak egois untuk anak kecil

Sepintas aksi-aksi di inti Lebaran - solat Ied - itu tidak begitu berarti. Iya, hanya aksi kecil. Tetapi pengaruh kepada kecerdasan emosi anak kita yang masih kecil itu besar. Dan pelajaran yang diambil anak-anak pun tidak hanya pelajaran-pelajaran yang dinyatakan di atas - dengan huruf tebal. Banyak hal yang bisa dipetik.

Jadi, yuk kita lakukan lima langkah ini besok, di hari fitri, salat Idul Fitri.

Yuk kita mulai menjadi figur yang fitri mulai sekarang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun