Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mitos Ter-"KZL" Bulan Puasa yang Tidak Mungkin Terulang

2 Juni 2018   11:41 Diperbarui: 2 Juni 2018   11:54 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernah ngalamin gak? Ilustrasi | Foto: lucu.me

Bertahun-tahun sebuah mitos biasanya berulang. Kalaupun sudah tidak perlu dipercayai lagi oleh satu generasi, tetap saja menyambung ke generasi berikutnya. Salah satunya adalah dalam bentuk seorang ibu yang "refleks" berkata kesal ke anaknya yang cengeng. "Makanya jangan nangis. Puasa-puasa nangis. Batal loh". Apakah mengalaminya Ibu-ibu? Itu kan sebenarnya si Ibu lagi curhat kan? Selain waktu kecil dia cengeng, dia juga dikasih tahu mamanya seperti itu. Ups, maap. .....

Mitos juga muncul dari sifat penasaran seorang anak yang membutuhkan penjelasan atas sesuatu yang tidak diketahuinya. "Yah. Kalau puasa-puasa berenang, batal gak? Kan air masuk ke mulut?". Yah kalau si Ade nanya begitu, si Ayah mah gampang jawabnya. "Diiiih, emang Ade mau masukin air kolam ke mulut banyak-banyak? Air kolam kan ada bekas pipis orang gak sengaja?". Woek....

Pernah ngalamin gak? Ilustrasi | Foto: lucu.me
Pernah ngalamin gak? Ilustrasi | Foto: lucu.me
Tapi ada kalanya mitos muncul karena salah tafsir seorang anak. Maksud hati memberi tahu, apa daya si anak menganggap sebaliknya. Ketika si Ayah kesal melihat upil si Ade masih muncul di hidung dan mengganggu penampilan, dia bisa langsung bertindak. "Ngupil atuh Ade. Gak usah jorokan, tahu. Lagian ngupil itu gak batalin puasa". Benak si Ade sebagai anak kecil jadi punya persepsi bahwa bahkan sesimpel ngupil aja bisa dianggap batal puasanya.

Semua mitos-mitos yang ada itu sudah terlalu mainstream ya. Sedikit membosankan. Semua berkutat dengan mitos yang membatalkan puasa. Tidak kreatif lah. (Ish....ish....ish....). Pasti belum pernah mendengar satu mitos ini. Mitos yang tidak begitu terkait dengan hukum puasa itu batal atau tidak. Mitos yang tidak membuat khawatir karena puasa menjadi batal. Mitos yang justru lebih menantang, karena efeknya membuat KZL. Dan satu lagi, mitos ini terkait dengan teknologi dan dipengaruhi oleh perbedaan generasi.

Mitos apakah itu?

Mitos selalu berkaitan dengan batal puasa, Ilustrasi | Foto: lucu.me
Mitos selalu berkaitan dengan batal puasa, Ilustrasi | Foto: lucu.me
Mitosnya adalah:

Jangan dulu berbuka sebelum mendengar adzan dari lima sumber.

Yekan. Ajib. Gak mainstream. Dan kreatif. Dan bikin KZL.

Gimana tidak kesal coba jika mau berbuka saja harus mendengar adzan dari lima sumber, sementara nasi hangat dan kolak manis sudah menempel di kelopak mata. Itu cobaan tidak terperi, saudara.

Ya, saat itu, jaman dulu, era 70-80an, mitos itu muncul. Entahlah apakah mitos ini sangat lokal di keluarga si Ayah saja atau muncul di keluarga-keluarga lainnya. Di jaman itu sumber informasi hanya terbatas dari televisi dan radio. Internet boro-boro dikenal. Medsos apalagi.Televisinya pun hanya punya satu channel: TVRI. Bahkan TVRI nya pun tidak memiliki TVRI daerah, masih TVRI Pusat Jakarta. Menunggu adzan Magrib dari TVRI di Jakarta untuk acuan berbuka di Bandung kan rugi. Lha wong Bandung berbuka duluan. Jadilah radio sebagai harapannya.

Nah,kalo saat-saatnya berbuka sudah mendekat, kita - terutama si Ayah dan kakak terdekat yang masih anak-anak, sudah stay-tune di depan radio. Itulah esensi ngabuburit yang hakiki rasanya. Kalo sudah mendengar "shadaqallahul adzim" dari pengajian di radio, kita tidak bisa langsung memegang gelas. Dan kala terdengar beduk, ingat ya suara beduk di radio masih ada, sebelum suara adzan, maka hitungan satu adzan dimulai. Lalu, tangan secara terlatih memutar saluran radio. "Memutar" bukan menekan tombol lalu otomatis radio mencari channel sendiri. Dencari saluran radio dengan suara yang jernih itu adalah sensasi sendiri. Mendengar suara "kresek...kresek" saluran yang gak jelas, mungkin tidak dialami kids jaman now. Dan saat saluran selanjutnya mengumandangkan adzan, hitungan pun bertambah. Demikian seterusnya, sampai mendapat lima adzan. Barulah kita tenang dan berdoa berbuka. Setelah itu barulah kita minum - saat itu kurma tidak begitu banyak ditemui, sebelum akhirnya kalap. Sagala bres. Semua masuk mulut. Dan saat terawih, susah untuk ruku. Kamerekaan (Sunda: kekenyangan).

Radio jadul | Foto: youtube
Radio jadul | Foto: youtube
Loh, memang tidak ada adzan dari Masjid? 

Itulah. 

Tapi entahlah, saat itu, itu saja belum cukup kayaknya. Apa mungkin karena ada kekhawatiran "gimana kalau marbotnya kecepatan mukul bedugnya?" , "gimana kalau muadzinnya lagi ngantuk salah lihat jam?" atau "gimana kalo yang adzannya iseng karena lapar, jadi dimajuin biar cepat buka?".

Faktanya kita cukup percaya dengan adzan dari mesjid terdekat saja. Tidak usah khawatir. Marbot dan petugas masjidnya sudah sangat paham dengan waktu tiba untuk beradzan.Dipastikan, mitos ini hanya tinggal kenangan. The good old day. Mitos itu tidak mungkin terulang, ya karena teknologi dan informasi.

Bukankah sekarang radio sudah tidak terlalu didengar lagi? Bukankah saluran televisi sudah banyak sekali bahkan sampai bingung mau milih yang mana? Bukankah media sosial lebih banyak berperan? Bukankah informasi jadwal berbuka sekarang sudah banyak tersedia baik itu di internet ataupun di masjid? Dan bahkan, bukankah sekarang masjid itu jauh lebih banyak, yang bahkan dua masjid itu bertetanggaan letaknya?

Jadi, tidak terbayang jika Si Ade sebagai kid jaman now duduk di depan radio mencari lima saluran radio yang mengumandangkan adzan agar bisa memulai berbuka. Kalo ada, dijamin itu mah si Ayah: kids jaman old rasa now :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun