Ini yang bagi saya syusyah pake bingit. Ibunya si Ade sering bilang jika saya tuh makannya sedikit, tapi ngemilnya banyak. Saya memang gak tahan dengan cemilan yang membuat mulut mengunyah. Brownies, kacang madu, kue-kue basah de el el. Dan cemilan itu beneran perusak diet. Bayangkan saja. Pagi-pagi begitu semangat memulai hari dengan diet.Â
Sudah benar makan oatmeal dikasih madu dan telur orak-arik. Sesuai anjuran, telurnya lima butir, dengan dua butir di antaranya tidak memakai kuning telurnya. Siang sudah betul makan ayam, dada. kulitnya jangan dimakan, tidak digoreng tetapi dibakar, makan dengan kentang. Rasanya berhasil diet. Malam juga sudah oke lah dengan telur rebus lima biji plus sayuran salad.Â
Eh, menjelang malam, kaki diseret energi entah dari mana, tangan lalu membuka tudung saja. Terlihatlah sebuah "harta karun", martabak manis - setengah keju setengah kacang coklat, sisa si Ibu dan Ade. Masih banyak, karena mereka basic nya gak begitu doyan. Sekejap, setengah loyang pindah posisi. Dari meja ke mulut.
 "Halooo...kamu sehat?" wkwkwkwk.
4. Terlalu disayang keluarga
Terkadang, semangat menyala untuk ber-diet itu bisa langsung padam dengan sebuah ucapan kasih sayang dari keluarga, anak istri. Loh ko bisa?Â
"Nikmati hidup saja atuh Yah, jangan menyiksa diri", kata si Ibu.
"Ade gak mau Ayah kurus. Nanti Ade gak nyenyak tidur di perut Ayah", rengek si Ade.
"Emang Ayah bisa kurus, gitu?", nada yang berbeda dari si Kakak.
Itu semua adalah perhatian dan sayang keluarga. Sebagai seorang ayah yang baik, tentunya saya harus menindaklanjuti kalimat saya mereka itu bukan?
"Oke deh, Ayah gak diet. Pempek tadi mana, masih ada kan?". Eaa....