Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Santri Milenial dan Wajah Ramah Pesantren

27 November 2017   12:12 Diperbarui: 27 November 2017   16:33 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesian Islamic Education for Global Peace | Foto: Rifki Feriandi

Pendidikan Islam untuk Perdamaian Dunia

Itulah tema Pameran Pendididkan Islam Internasional atau  International Islamic Education Expo (IIEE)  yang diselenggarakan sejak i 21-24 November 2017 di ICE BSD Tangerang Selatan. Dalam penuturannya di depan Kompasianer,  Dr.Ahmad Zayadi,  Direktur  Pendidikan Diniyah  dan Pondok Pesantren  Kementrian Agama Republik Indonesia, Islam Indonesia itu adalah Islam yang santun, ramah dan toleran. Pendidikan Islam berbasis pesantren pun mengusung pesan yang sama: ramah, santun dan toleran. Pesan seperti itulah yang ingin disampaikan sehingga pendidikan Islam bisa mengantarkan perdamaian dunia.

Bagaimana dengan kesan radikalisme pesantren seperti yang coba distigmakan selama ini?

Dr.Ahmad Zayadi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementrian Agama Republik Indonesia | Foto: Rifki Feriandi
Dr.Ahmad Zayadi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementrian Agama Republik Indonesia | Foto: Rifki Feriandi
Menurut Pak Ahmad, iIjin pesantren itu harus ada rukun dan ruhnya. Salah satu ruh dari pesantren itu adalah ruh menjaga NKRI dan nasionalisme. Jadi jika ada pondok pesantren yang radikal, itu bisa dikatakan tidak memiliki izin dari Kemenag. Beliau menambahkan bahwa resolusi jihad 22 Oktober jelas-jelas menyatakan wajib hukumya membela dan mempertahankan NKRI. Itu pula yang menjadi pengakuan dari negara bahwa para santri telah nyata berjuang untuk negara dengan menjadikannya Hari Santri Nasional. "Jadi jangan sampai ada yang ahistoris".

Melalui pameran ini, pesan-pesan santun, ramah dan toleran instutisi pesantren tu diharapkan agar bergaung lebih luas sehingga Indonesia bisa menjadi destinasi pendidikan Islam di dunia. Sebuah kenyataan menggembirakan jika ternyata sekarang sudah ada sekitar 10 ribu santri internsional di berbagai pondok pesantren di Indonesia. Ada santri-santri dari Sudan, bahkan santri dari Arab Saudi sendiri.

Belajar enterpreneurship melalui Pondok Pesantren

Bisa ditebak, banyak orang yang tidak begitu memahami perihal kepondokpesantrenan. Dipikirnya bahwa Pondok Pesantren itu identik dengan sesuatu yang kolot saja: mengaji, kitab kuning, sarungan. Ternyata....

Bu Zubaidah, Ponpes Agropreuner At-Taufiq | Foto: Rifki Feriandi
Bu Zubaidah, Ponpes Agropreuner At-Taufiq | Foto: Rifki Feriandi
Salah satu stand peserta pameran menarik perhatian. Berbeda dengan stand lain yang penuh berornamen buku, stand sederhana ini dihiasi berbagai hal terkait pertanian: tanaman-tanaman dan beberapa olahannya. Itulah stand Pondok Pesantren Agropreuner At-Taufiq, Desa Sukakerta, Kec Sukawangi, Kab Bekasi. Pondok dengan jenjang MI (Madrasah Ibtidaiyak - setingkat SD), MTs (Madrasah Tsanawiyah - SMP) dan SMK Pertanian ini "berorientasi pada kemandirian ekonomi dan kehandalan berwirausaha". Seperti dikatakan Bu Zubaidah, pemilik Pesantren, misi pondok pesantren - yang sebagian siswanya adalah yatim piatu - jelas sekali yaitu mempersiapkan lulusan berjiwa santri dan terampil bekerja (membangun usaha bisinis). Dengan demikian para santri dipersiapkan untuk mandiri dan menjadi seorang pengusaha Islami.

Pondok Pesantren pun punya Perguruan TInggi

Kesalahpahaman lain adalah bahwa Pondok Pesantren itu adalah institusi pendidikan setingkat SD, SMP dan SMA saja. Sementara untuk jenjang perguruan tinggi, pikiran kita tertuju kepada Institut (IAIN) atau Universitas (UIN) atau Sekolah TInggi (STAI). Padahal, pondok pesantren pun memiliki insituti pendidikan jenjang perguruan tinggi. Salah satunya adalah pondok-pondok pesantren dalam naungan Ma'had Aly. Perbedaan terletak pada materi yang dikuliahkan yang fokus pada studi Islam murni, sementara perguruan tinggi Islam lain menggabungkannya dengan studi umum. Jika di perguruan tinggi, peserta didik dipanggil mahasiswa, maka di Ma'had Aly mereka dipanggil mahasantri.

Kompasianer Agung Han di depan poster sebaran Ma'had Aly di Indonesia | Foto: Rifki Feriandi
Kompasianer Agung Han di depan poster sebaran Ma'had Aly di Indonesia | Foto: Rifki Feriandi
iSantri untuk Santri Kekinian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun