Dari sisi tampilan, mungkin gerobak di sokun M Yusuf ini tidak terlalu “instagramable”, mengingat gerobaknya agak tertutup – dalam arti positif itu higienis – sehingga sedikit menghalangi sinar matahari. Warna-warna masakan, seperti jeroan dan dagingnya pun tidak sekuning gerobak sebelah. Tapi, aromanya tidaklah kalah. Apalagi, proses pelayanan di sini terlihat lebih profesional.
Iya, Sokun M Yusuf ternyata memiliki pegawai cukup banyak, 10 orang. Pembuatan pesanan soto dilakukan oleh orang yang berbeda dengan membuat minuman. Demikian pula untuk membayar dilakukan dengan kasir tersendiri. Jadinya, proses menunggu jauh terkurangi. Yang menarik adalah para pegawainya itu – yang berseragam kaos kuning - adalah keluarga Pak M Yusuf sendiri. Ada istri, anak, menantu dan cucu. Sepertinya Pak Yusuf berniat memegang kendali bisnisnya secara penuh di keluarganya. Kendali itu pula lah yang dikemukakan Pak M Yusuf ketika memutuskan untuk menutup beberapa kios soto kuningnya di Jakarta, agar rasa khas “Bogor”-nya tetap melekat di restoran soto kuningnya di kota Bogor.
Itu yang beliau ucapkan saat ditanya mengenai kekhawatiran turunnya bisnis mengingat pesaingnya dengan nama yang hampir sama membuka dagangan di lokasi yang dekat. “Di sana kan memakai gerobak, jadi kalau dikunjungi beberapa orang pun sudah terlihat penuh, sementara di sini bisa menampung banyak orang”, ujar Pak Yusuf. Kendali itu pula yang membuat Soto Kuningnya terkenal ke luar Bogor dan menjadi sasaran kuliner beberapa selebriti dan orang penting. Kendali yang seirama banget dengan tagline Danamon sebagai sponsor trip ini: “saatnya memegang kendali”.
Mengenai rasa, untuk membandingkannya, karena saya memegang kendali finansial saya sendiri – ciee – maka saya beli kedua soto kuning itu. Harga Sokun Pak Yusup (dengan “p”) adalah Rp. 30,000 dan Pak M Yusuf (dengan “f”) adalah 35,000. Sengaja saya beli dua-duanya karena saya tidak langsung mencicipi di tempat. Saya cicipi saat perut saya kosong – setelah menempuh perjalanan di hujan lebat - dan hati berbahagia, dalam arti mencicipi bersama dengan istri tercinta di rumah. Sokun Pak Yusup lebih kentara warna kuningnya dibandingkan dengan Sokun Pak M Yusuf. Namun rasa gurih khas soto kuning terasa dari kedua soto itu, meski rasa kaldu dari Sokun Pak Yusup lebih kental.
Surya Kencana (Surken) tidak hanya Soto Kuning, pemirsa
Bagi yang sedang berwisata kuliner di Suken, jangan hanya mengunjungi warung soto kuning. Surken memiliki berbagai penganan yang menarik untuk dicicipi – atau setidaknya dikunjungi jika perut kenyang. Saking menariknya pilihan, kita sendiri lah yang harus memegang kendali, daripada perut Anda maju beberapa sentimeter setelahnya.
Nah, pilihan saya tergantung dari air liur yang menetes ketika melihatnya. Lumpia basah khas Bogor, dengan campuran rebung, toge dan telurnya yang lezat. Wedang Ronde warna warni, dengan abang penjual anak muda berrambut jambul kekinian (bukan jambul Rifki, dia pake pomade J ). Jejeran berbagai jenis pisang di tandannya. Bir kotjok yang ternyata bukan bir. Dodongkal. Juga asinan khas Bogor. Satu jenis kuliner yang temanku temuin dan sayangnya tidak sempat saya jenguk adalah Pepes unik – pepes pisang dan nangka.
Satu hal yang menarik dicatat, Surya Kencana ternyata memiliki cukup bervariasi kuliner berbahan pork – daging babi. Itu bisa dengan gampang terlihat dari bentuk makanannya yang berbeda – dan sepertinya gampang diidentifikasi oleh mereka yang tidak familiar, seperti halnya sate babi yang gerobaknya penulis lewati. Juga bisa dilihat dari fisik warung dan nama kulinernya yang cukup identik dengan kuliner berbahan port – seperti warung dengan warna dominan merah dan nama kuliner semisal “Nasi Campur”. Hal itu bisa dimengerti, karena Surya Kencana memiliki sejarah panjang dari jaman dahulu sebagai daerah Pecinan.