“Punk juga manusia biasa”
Setiap mendengar kata “punk”, benak akan dihiasi tampilan pemuda dekil, jarang mandi, rambut cepak-jucung-tegak-spikey, dengan tato tidak beraturan dan hobinya nyanyi tereak gak karuan. Itulah stigma yang melekat. Stigma, yang membutuhkan usaha keras untuk mengubahnya. Tapi… Seorang Erix Soekamti, dengan bekal kepositifan, mencoba mendobrak hal itu dengan kelompoknya Endank Soekamti. Dalam sunyi, Erix memberi bukti: DOES University. Bukti bahwa sebuah komunitas bisa diberdayakan dengan usaha bersama untuk menghasilkan hal positif yang berujung kepada perbaikan stigma.
Siapakah Erix Soekamti itu?
Penulis mengenal pertama kali nama Soekamti ketika mendengar iklan di apps pemutar lagu di handphone. Endank Soekamti. Ternyata itu nama sebuah grup musik hingar bingar. Wikipedia menyebutnya sebagai grup musik pop-punk. Endank Soekamti berusaha dari titik nol sebagai grup anak muda biasa di Yogyakarta di awal tahun 2000an yang dengan segala kreativitasnya akhirnya makin dikenal publik pada saat sekarang. Erix adalah salah satu pentolan sekaligus leader dan pendiri grup tersebut. Nama lengkapnya adalah Erick Christianto. Pria yang berpenampilan tidak jaim dan apa adanya ini ternyata adalah seorang inspirator sebuah gerakan pendidikan yang anti-mainstream.
DOES University
DOES. Diary of Erix Soekamti. Itulah sebuah “program” Erix yang tayang secara rutin di media sosial visual – youtube. Seperti namanya, tayangan itu berisi “percakapan” berupa diari tentang apa saja yang menarik diperbincangkan. Acara yang di satu sisi menjadi “branding” bagi Erix, namun di sisi lain juga digunakan untuk “engagement” dengan penggemarnya – yang umum disebut Kamtis Family. Diary of Erix Soekamti inilah yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya sebuah lembaga pendidikan bernama DOES University.
DOES University adalah lembaga pendidikan non-formal tidak berkurikulum baku, namun berfokus kepada pencapaian cita-cita yang menjadi tujuan peserta didik. “Sekolah yangngajarin (apa) yang kamu suka. Yang kamu suka (kemudian) menjadi sebuah profesi”, demikian Erix dalam salah satu diarinya. “Target (DOES University adalah) dalam waktu 4 bulan belajar, dia (peserta didik) harus menjadi profesional dan punya karya. Lalu pada bulan kelima harus sudah mulai bekerja”.
Diary DOES episode 54, 4 Oktober 2015, mungkin cukup memberi pengantar sejarah munculnya DOES University. Semuanya diawali oleh sebuah tekad dan cita-cita seorang Erix: membuat sekolah. Sekolah bakat. Sekolah untuk mereka yang berbakat dan memiliki mimpi tinggi. Sekolah bagi mereka yang tidak mau terkungkung oleh kekakuan silabus dan kurikulum. Sekolah bagi siapa saja, umumnya bagi yang putus sekolah karena bakatnya terredam.
“Ada beberapa orang dari kita yang dari sejak kecil sudah bisa bilang bahwa aku adalah pianis, aku adalah vokalis, aku adalah basis. Itu adalah orang-orang yang sudah mengenal dirinya sendiri. Dan aku rasa orang-orang seperti ini tidak mau buang-buang waktu”.
“Mimpi mereka itu tidak boleh padam. Mimpiku membuat sekolah pun tidak boleh padam. Nevel loose hope”, begitu pesan Erix dalam Vlognya.
Dari "dendam pribadi" sampai bejuang bersama community
Siang menjelang Jum’atan ini, penulis berkesempatan lebih jauh mewawancarai Erix Soekamti dan menggali inspirasi-inspirasinya.
Apa ada latar belakang pribadi sehingga Mas Erix memiliki cita-cita membuat sekolah khusus bakat yang tidak terkungkung formalnya kurikulum?
Latar belakang pribadi? Maksudnya dendam pribadi?
Dulu waktu SMA aku ambil sekolah kejuruan. Musik. Karena dulu suka sekali bas. Saat di sekolah dites, malah disarankan guru untuk serius di alat musik lain. Guru lupa menanyakan apa aku suka atau gak. Jadinya, aku seperti menipu diri sendiri. Belajar dua tahun alat musik yang tidak disuka. Jadi mentok. Akhirnya aku berhenti sekolah. Bukan berontak terhadap sekolah. Tapi aku tekuni bakatku. Bukti bahwa apa yang aku percaya dan perjuangkan menjadi seorang bassis itu tidak salah kareana sampai sekarang aku bisa hidup dan ngeband menjadi seorang bassis bersama Endank Sukamti. Itulah lalu yang menjadi cita-cita. Punya sekolah di mana siswanya bebas belajar apa yang mereka inginkan.
Apa DOES University itu untuk golongan tidak mampu saja?
Bebas. Yang penting minat, niat, bakat, nekat & restu dari orang tua. Untuk masuk, mereka melalui proses audisi. Ada tes bakat. Nanti akan tahu, apa antara bakat dan pilihannya sinkron. Jangan-jangan itu bukan bakat, melainkan obsesi belaka. Memang kadang obsesi bisa menutup bakat. Atau bahkan dalam tes bakat, muncul bakat-bakat terpendam yang sebenarnya dipunyai.
Sekarang DOES University sudah berapa tahun berdiri?
Sekarang itu generasi kedua. Ada 50 orang. Generasi pertama ada 10 orang. Membesar? Ya, harus jauh lebih banyak lah agar maju. Pengajar generasi kedua adalah generasi pertama. Jadi memang begitu di kontrak seperti itu. Mereka tidak dipungut biaya, tetapi dikontrak untuk menjadi pengajar generasi kedua.
Sebenarnya anak-anak muda itu semuanya punya gift secara alami. Tetapi keinginannya tidak nyampe. Kalo bener-benar match, DOES University akan cepat menjadikan dia profesional.
Lokasi DOES University itu memang di Yogyakarta?
Sekarang kami sedang menjajagi tempat baru di Ungaran. Agar bisa menampung lebih banyak dan menjadi sekolah lebih besar. DOES University itu siswanya dari mana-mana, tidak hanya dari Yogyakarta, jadi lokasi sebenarnya tidak menjadi masalah.
Apa yang menjadi modal sangat mendasar bagi Mas Erix sehingga sekolah ini bisa berdiri?
Komunitas. Dukungan komunitas adalah modal dasarnya. Endank Soekamti itu memiliki komunitas. Kamtis Family. Jumlahnya sekarang ada 2.2 juta. Dari punya fans besar seperti itu, mau diapakan? Aku ingin mengajak mereka ke sebuah mimpi yang bagus.Aku berharap dengan DOES Community, kita bisa menularkan mimpi itu.Kita memaknai kehadiran komunitas lebih positif.
Jika tidak ada Kamtis Family, produk kreatif kita dijual ke siapa. Share mimpi ini ke siapa? Tugas kita lah mentrigger, menggerakan mereka membuat sesuatu. Buat yang tertarik ikut, buat yang tidak ya mendoakan saja.
Kamtis lebih mengedepankan proses kreatif. Kita tidak mengemis-ngemis minta donasi atau sumbangan. Tapi dahulukan usahanya dulu. Kenapa usaha kreatif? Supaya memberi efek ke pada komunitas, lingkungan dan industri sekitar. Pendanaana dalam bentuk penjualan merchandise saja, kita sudah berkolaborasi dengan banyak industri, seperti cincin perak, tas, topi dan lain-lain. Jadi, ekonomi sekitar pun bergerak. Lagipula, dengan pemodalan dari usaha sendiri dibandingkan dengan mengandalkan donasi, usaha atau keberlangsungan DOES Community dan University akan sinambung.
Contohnya adalah seperti apa yang dilakukan untuk generasi pertama. Kita mengandalkan penjualan merchandise. Jika ada yang beli merchandise, seratus persen keuntungannya untuk pendanaan DOES University generasi pertama. Untuk generasi kedua berbeda lagi. Harus ada invocasi, karena membutuhkan alat yang banyak. karena itu Endank Soekamti mencoba membuat film Vlog Fest 2016 The Movie.
Bisa dicek di www.vlogfest.com. Film ini adalah sebuah film panjang berformat 360˚ yang diproduksi dan dirilis pertama kali di dunia. Film ini berkisah tentang 8 orang vlogger (Erix, Ari, Dory, Ulog, Lanang, Bagus, Isa, dan Ipang) yang mengikuti festival vlog di Bromo. Mereka berlomba-lomba membuat video blog untuk memperebutkan hadiah. Film ini lalu dijual dalam bentuk fisik berupa boxset ekslusif, dengan harga premiun. Responsnya? Meski tidak sesuai target, tapi responsnya bagus sekali. Dan itu bisa membiayai DOES University generasi kedua.
Slogan kita adaMandiri Dalam Bekerja, Merdeka Dalam Berkarya.
Apa yang dilakukan Erix sehingga mendapatkan kepercayaan dari Kamtis Family atau DOES Community?
Melalui keterbukaan. Melalui Vlog. Ketika di tahun 2011 memutuskan keluar label, kita menggunakan media video blogging untuk berkomunikasi – meski saat itu belum tenar yang namanya Vlog. Itulah nama DOES muncul. Diary of Erix Soekamti. DOESmenjadi ajang komunikasi, mempresentasikan ide, BERBAGI VISI dan misi-misi dan juga keterbukaan laporan. Jadi mereka tahu, bahkan tahu merchandise itu harga sekian, di DOES vlog dipresentasikan. Open semuanya. Lagipula, semuanya, dari pengiriman barang, bisnis, dll dilakukan sendiri. Kehadiranku hanya trigger dan pengawas. Pernah ada kejadian Kamtis Family mempertanyakan harga jual merchandise yang agak mahal. Aku klarifikasi segalanya lewat DOES vlog secara rinci, sampai mereka mengerti.
Namun demikian, kunci utama keberhasilan aksi kita justru adalah hasilnya. Ada sesuatu yang terjadi. Bukan sekedar ngomong doang. Planning-planning . Rencana-rencana. Tanpa hasil. Action yang ada hasilnya dan hasilnya jelas itu yg membuat mereka percaya.
Hal lain apa yang akan dilakukan Erix dalam waktu dekat?
Kita sedang memproses program baru: patungan bikin lagu anak. Kita kan sudah dalam masa fatherhood semua. Sudah berkeluarga dan memiliki anak. Jadi ada ide dari kebutuhan sendiri. Anak-anak kita kan generasi milenial. Namun saat ini mereka tidak punya acara anak. Padahal animasi cocok ke anak. Jadi kita sedang fokus ke lagu anak. Lagu anak-anak itu nantinya akan dimainkan Endank Sukamti, tapi tetap untuk konsumsi anak, bukan konsumsi dewasa. Lalu dibikin karya animasi oleh anak-anak DOES University generasi pertama. Jadi, hasil akhir itu yang bernyanyinya adalah animasinya.
Program ini berupa patungan. Maksudnya, anak-anak DOES University generasi pertama itu akan diberikan reward. Trigger buat mereka bekerja. Kalo dikasi PR animasi untuk 10 lagu kelar, maka liburan ke Karimun Jawa, misalnya. Kita akan release program ini tanggal 28 Oktober ini. Kita akan buat juga channel baru, Sukamti Junior. Animasi serial edukasi anak.
Apa ini akan berlanjut ke animasi anak semisal Upin-Ipin?
DOES University ingin mendukung hal itu. Indonesia itu hanya memiliki sedikit film animasi. Karena memang Indonesia kekurangan dan membutuhkan SDM animator. Di sinilah DOES University akan terlibat.
Apa yang sekarang menjadi achievement/pencapaian Mas Erix?
Secara personal, anak-anak tumbuh cepat. (Erix memiliki dua orang anak, 8 dan 2 tahun, namanya GodBlessYou dan Barakallah). Anak-anak didik (di DOES University) juga tumbuh cepat. Kamtis Family juga solid. Ibuku sekarang merasa berhasil mendidik anak, meski aku sendiri berbeda. Sodara-sodaraku orang akademik. Ibu merasa bahagia melihat aku sukses. Sukses tidak dilihat dari nominal, tapi dari efek yg terjadi.
Ada pesan apa yang ingin disampaikan kepada pembaca?
Mungkin seperti apa yang pernah saya kemukakan di youtube dulu. Kita – saya dan Kamtis Family - bareng-bareng buktikan bahwakita semua, komunitas DOES, bisa membuat sesuatu yg berguna untuk orang lain. Kita bisa berbuat sesuatu tanpa berisik, diem-diemjadi, tanpa pake banyak omong. Dan DOES University ini adalah bukti bahwa sebuah komunitas – bahkan berupa komunitas band punk – bisa disinergikan dan menghasilkan sesuatu gerakan aktivitas nyata yang positif. Dan ini tentunya menjadi kebanggaan tidak hanya bagi saya pribadi, melainkan bagi DOES Community semuanya sebagai sebuah keluarga.
Juga awalnya, aku pun gak ngerti kalau ini akan berhasil ataunggak. Yang aku pikirkan selama ini, kalo kita gak berusaha, kitagak dapat apa-apa. Dan kita, saya dan teman-teman serta DOES Community, melakukannya bareng-bareng. Kita BERJUANG BERSAMA. Saya percaya dengan niat yang tulus, dan positif thinking alam akan membantu.
Apakah Mas Erix kepikiran menjadi peserta Award 2016, Social Enterpreneur Award dari Bank Danamon?
Dalam lagu MDB MDB – ditulis lirik bahwa bukan award, bukan pencitraan yang dikejar, tapi apresiasi yang diminta. Apresiasi nyata itu berupa bukti. Bagiku,semua apa yang sudah dianugerahkan adalah sebuah apresiasi. Menang kalah gak ada efek. Tapi kalau menang, artinya sudah ada pengakuan tambahan bahwa apa yang dikerjakan ternyata diapresiasi.
(Penggalan Lirik lagu MDB MDB:
Bukan Grammy Yang ku damba
Bukan Oscar Yang ku puja
Apresiasi darimu Yang ku minta
Ku berkarya Dengan cinta
Untuk orang Yang tercinta
Ku lakukan Semua dengan Suka cita
Ayo mandiri Diatas kaki sendiri
Pantang menyerah Selalu percaya diri
Ayo merdeka Bebaskan untuk berkarya
Tak akan berhenti Atau putus asa)
Pesan buat anak muda?
Setia kepada proses. Terkadang kita cuman bermimpi doang tapi takut dengan proses. Hadapi saja. Setia kepada proses.
---
Wawancara dengan Mas Erix ini mengingatkan penulis akan kutipan John Lennon. A dream you dream alone is only a dream. Erix mengemukakan mimpinya itu kepada komunitas penggemarnya dan mengajak mereka untuk mewujudkannya. Karena jarak antara mimpi dan kenyataan itulah yang disebut action. Dan “Action yang ada hasilnya dan hasilnya jelas itu yg membuat mereka percaya”.
Dukung Erix Soekamti, sebagai peraih favorit Danamon Social Entrepreneur Awards 2016. Klik: www.danamonawards.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H